Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Jabar Pede Gelar Pilkada di Tengah Pandemi Covid-19, Asalkan...

Jabar Pede Gelar Pilkada di Tengah Pandemi Covid-19, Asalkan... Kredit Foto: Antara/Rafiuddin Abdul Rahman

Muradi juga khawatir tingkat kedisiplinan warga  semakin rendah."Orang nanti akan lebih takut jagonya kalah (pilkada) daripada corona," tambahnya.

Dari sisi kandidat yang terpilih, dia menilai pasangan calon yang terpilih bisa saja yang tidak sesuai dengan harapan pemilih.

"Unpredictable, karena orang datang untuk memilih dengan proses demokrasi yang pas-pasan akibat pandemi," ujarnya.

Sementara itu, ancaman keamanan pun bisa terjadi karena pilkada dilakukan di saat pandemi. Terlebih, dia khawatir kualitas pengamanan akan berkurang seiring anggaran di TNI dan Polri yang juga digunakan untuk menangani pandemi.

"Sejauh mana efektivitas pengamanan jadi penting. Saya berkali-kali bicara, agar dana yang dimiliki (TNI/Polri) bukan untuk bagi-bagi sembako. TNI, polisi jangan bagi-bagi sembako. Harus digunakan sesuai tupoksinya, pengamanan, kamtibmas," jelasnya.

Kondisi ini diperburuk oleh krisis ekonomi yang mengancam negara kita yang juga sebagai dampak pandemi virus korona. "Kalau krisis minus 5, ini bagian yang agak merumitkan," katanya.

Meski begitu, ia menilai pelaksanaan pilkada serentak pada Desember 2020 mendatang menjadi pilihan yang tepat. Sebab, tidak ada jaminan kalau diundur ke April 2021 Covid-19 ini akan selesai. 

"Dan kalau diundur, akan banyak plt kepala daerah. Ini berdampak kepada pengambilan kebijakan yang kurang tepat," tambahnya.

Muradi berharap penyelenggaraan pilkada serentak bisa disesuaikan dengan kondisi saat ini yang masih dalam belenggu pandemi.

Misalnya, untuk mengantisipasi persoalan kesehatan, diperlukan penerapan tambahan anggaran terutama untuk penerapan protokol kesehatan. 

Idealnya penyelenggaraan pilkada menggabungkan pendekatan kesehatan, ekonomi, dan keamanan.

"Dalam pengelolaan covid ada tiga rezim. Kesehatan, ekonomi, dan keamanan. Ketiganya ini bsa jadi mix, atau berdirisendiri. Makanya dalam pilkada nanti diperlukan skenario-skenario," ungkapnya.

Adapun, Direktur IPRC, Leo Agustino, menilai, pemerintah daerah tidak memiliki anggaran yang cukup untuk menunjang pilkada yang ideal. Penanganan Covid-19 yang cukup lama ini telah mengurasi APBD masing-masing daerah.

"Semua anggaran fokus ke covid," katanya. 

Dia menilai sistem pemilihan elektronik bisa menjadi pilihan meski terdapat berbagai kelemahan.

"E-voting bisa dicoba, apalagi untuk menghindari penyebaran covid," katanya. 

Namun, menurut dia terdapat kelemahan mengingat kondisi kita yang dianggap belum siap menggelar pemilihan elektronik. Jika ini masih terjadi di saat e-voting dilaksanakan, akan menimbulkan delegitimasi dari produk demokrasi itu sendiri. 

"Hasil survei, tingkat kepercayaan di kita masih rendah. Publik dengan publik saling tak percaya, publik dengan pemerintah saling tidak percaya. Ini bisa jadi spiral konflik yang luar biasa, meski ada penegak hukum," pungkasnya.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: