Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai kebijakan restrukturisasi kredit dalam POJK Nomor 11 Tahun 2020 berhasil menahan kenaikan laju kredit bermasalah lebih jauh. Untuk diketahui, rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) berada dalam tren meningkat sejak adanya pandemi Covid-19.
Data OJK menyebutkan, sejak Desember 2019, NPL berada di posisi 2,53 persen. Kemudian pada Maret 2020, NPL naik menjadi 2,77 persen. Lalu, NPL menjadi 2,89 persen pada April, meningkat jadi 3,01 persen pada Mei dan 3,11 persen pada Juni.
"Kami menyadari tidak dipungkiri mungkin saja ini memberikan statistik yang kurang baik naiknya NPL, sehingga POJK nomor 11 tahun 2020 membantu dan memberikan ruang yang cukup, baik perbankan maupun debitur itu sendiri," ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso di Jakarta, kemarin (4/8/2020).
Baca Juga: Subsidi Bunga Justru Menghambat Pemulihan Ekonomi RI?
Baca Juga: Gotong Royong UMKM: Kunci Ketahanan Ekonomi di Masa Pagebluk
Untuk diketahui, dalam POJK tersebut, penilaian kualitas kredit/pembiayaan/penyediaan dana lain hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga untuk kredit/pembiayaan/penyediaan dana lain dengan plafon s.d. Rp10 miliar.
Kemudian peningkatan kualitas kredit/pembiayaan menjadi lancar setelah direstrukturisasi selama masa berlakunya POJK. Ketentuan restrukturisasi ini dapat diterapkan bank tanpa melihat batasan plafon kredit/pembiayaan atau jenis debitur.
Wimboh melanjutkan, per 20 Juli 2020, restrukturisasi kredit yang dilakukan perbankan telah mencapai Rp784,3 triliun kepada 6,73 juta nasabah, baik individu maupun perusahaan. Sementara untuk perusahaan pembiayaan, kontrak permohonan restrukturisasi yang sudah disetujui sebanyak 4,10 juta dengan total nilai mencapai Rp151,1 triliun.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: