Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

PHP dan Terlalu Lebay, Pamor Risma Ancur Gegara Corona

PHP dan Terlalu Lebay, Pamor Risma Ancur Gegara Corona Kredit Foto: Antara/Didik Suhartono
Warta Ekonomi, Jakarta -

Perkembangan Corona di Surabaya "tak sehijau" seperti yang dibilang Wali Kota Tri Rismaharini. Jumlah yang positif terus naik, jumlah yang meninggal juga naik. Lalu apa yang turun? Mungkin, pamor ibu Risma saja yang tak seterang dulu.

Setelah diklaim sebagai zona hijau, kasus Corona di surabaya kembali pecahkan rekor. Hingga kemarin siang, data positif Covid-19 di surabaya bertambah 105 kasus. Ini menjadikan Kota Pahlawan itu sebagai penyumbang kasus corona terbesar di Jawa Timur yang secara keseluruhan kemarin bertambah 432 kasus.

Baca Juga: Risma Sebut Surabaya Zona Hijau, Dinkes: RT yang Sudah Hijau

Dikutip dari http://infocovid19.jatimprov.go.id secara keseluruhan ada 9.087 kasus positif Covid-19 di Surabaya, kemarin. Yang sudah sembuh ada 5.707 orang, atau naik 110 orang dari hari sebelumnya.

Sementara yang meninggal naik 13 orang menjadi 794 orang. Fatality rate atau tingkat kematian di Surabaya mencapai 8,74 persen. Kemudian, suspek alias yang dicurigai ada 2.806, bertambah 505 dari hari sebelumnya.

Surabaya dalam kategori wilayah zona merah penularan Covid-19. Dengan begitu, klaim Walikota Surabaya Tri Rismaharini bahwa kotanya sudah masuk zona hijau pun terbantahkan.

Pakar Epidemiologi dari Universitas Airlangga Windhu Purnomo menyebut, berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota dan Provinsi yang dilaporkan ke pusat, Surabaya belum masuk zona hijau. Soalnya, kasus baru masih terus ada. Selain itu, merujuk pada angka tingkat penularan atau Rate of Transmission (RT) corona, Surabaya belum memenuhi syarat. “RT Covid-19 di Surabaya fluktuatif,” tuturnya.

Selain itu, angka tingkat kematian atau fatality rate akibat Covid-19 di Surabaya, dua kali dari angka nasional. Di Kota Buaya itu, fatality rate-nya 8,74 persen. Sementara Nasional kurang dari 4,5 persen. Sedangkan badan kesehatan dunia alias WHO menargetkan 2 persen. “Jadi tingkat keamanan Surabaya masih jauh. Hijau di Kota Surabaya adalah hijau semangka. Jadi hijaunya di kulit, tapi sesungguhnya di dalamnya merah,” kritik Windhu.

Windhu meminta Risma pun tidak terburu-buru mengklaim Surabaya sebagai zona hijau. Klaim itu, kata Windhu, bisa berbahaya. “Itu nanti malah menyesatkan, sehingga masyarakat akan keluyuran dan itu justru berbahaya,” wanti-wantinya.

Guru Besar Ilmu Politik dari Universitas Indonesia (UI) Profesor Budyatna melihat sisi lain dari kasus Corona di Surabaya. Kata dia, tingginya angka penyebaran corona selama beberapa bulan belakangan berdampak pada pamor Risma. “Soalnya dia kan mengklaim Surabaya sudah masuk zona hijau. Tapi, nyatanya kasus positif dan kematian terus bertambah, tentu saja pamornya meredup,” ujar Guru Besar Politik UI Prof Budyatna.

Menurutnya, Risma terlalu terburu-buru mengklaim Surabaya sudah masuk zona hijau. Sementara kenyataannya, tidak. Akhirnya, banyak orang yang meragukan politisi PDIP itu. Risma dianggap tidak kredibel dan seolah memaksakan kehendak. “Risma ini semacam jadi PHP alias pemberi harapan palsu. Jadi banyak yang kecewa ketika harapan itu tak se suai kenyataan,” imbuhnya.

Apalagi, selama ini Risma terlihat seperti over acting dalam penanganan virus yang kali pertama terdeteksi di Wuhan, China itu. Mulai dari ribut-ribut dengan Gubernur Khofifah, sampai berlutut dan sujud sambil nangis-nangis di kaki dokter.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: