Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Optimis Tinggi, Citi Proyeksikan Ekonomi RI Tumbuh 5,5-6% di 2021

Optimis Tinggi, Citi Proyeksikan Ekonomi RI Tumbuh 5,5-6% di 2021 Suasana aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (15/2/2019). Badan Pusat Statistik mencatat ekspor pada Januari 2019 turun 3,24 persen (month on month) dengan nilai USS 13,24 miliar. Sementara secara tahunan (year on year), ekspor pada Januari 2019 turun 4,7 persen dibandingkan Januari 2018. | Kredit Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Warta Ekonomi, Jakarta -

Citi Indonesia memproyeksikan ekonomi RI di 2021 akan tumbuh sekitar 5,5-6% atau jauh lebih optimis dibandingkan proyeksi pemerintah.

Sebagaimana diketahui, Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) 2021 menyebutkan pertumbuhan ekonomi 2021 diperkirakan sebesar 4,5-5,5 persen.

"Perkiraan kami di atas perkiraan pemerintah, perkiraan kami tumbuh 5,5-6%. Level ini cukup reasonable karena basis perbandingan yoy-nya itu kecil. Karena perekonomian di kuartal kedua, maka di kuartal kedua di 2021 pertumbuhan ekonomi akan naik cukup kencang dari sisi yoy growth-nya. Jadi kami perkirakan range-nya 5,5-6%," ujar Chief Economist Citi Indonesia Helmi Arman di Jakarta, Kamis (13/8/2020).

Baca Juga: Terbang Asik Bareng Citilink, Penumpang Bisa Puas Nonton GoPlay

Baca Juga: Depresi Besar Bisa Terulang, Indikatornya Sudah Terlihat

Dia menuturkan, pertumbuhan ekonomi 2021 akan dimotori oleh belanja atau konsumsi rumah tangga berupa belanja kebutuhan sehari-hari dan belanja jasa telekomunikasi. Pemulihan dari belanja ini, lanjut Helmi, seiring dengan bantuan sosial pemerintah kepada sektor rumah tangga ke bawah, serta normalisasi aktivitas sehari-hari pasca-pembukaan kembali perekonomian.

"Belanja bernilai besar kami perkirakan menyusul belakangan karena ini harus didahului oleh pemulihan ekonomi rumah tangga akan penghasilannya ke depan," tukas Helmi.

Selain konsumsi rumah tangga, faktor pendorong lainnya adalah adanya gelombang investasi yang akan masuk ke kawasan Asia Tenggara, terutama dari industri manufaktur yang mendiversifikasikan supply chain keluar dari China.

"Sejauh ini investasi-investasi tersebut banyak masuk ke Vietnam, tapi di sana pun enggak bisa diterima semuanya, maka akan masuk ke negara-negara lain di Asia Tenggara, termasuk Indonesia," tuturnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: