Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Media yang berbasis di Amerika Serikat (AS), Reuters, menyebut Indonesia gagal mengendalikan pandemi virus corona baru (Covid-19). Berbagai saran perawatan tidak ortodoks dari pejabat kabinet Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun menjadi sorotan.
"Endless first wave: how Indonesia failed to control coronavirus (Gelombang pertama tak berujung: bagaimana Indonesia gagal mengendalikan virus corona)," bunyi judul media tersebut dalam laporannya 20 Agustus 2020.
Baca Juga: Luncurkan Media Khusus Islam, Ternyata Tujuan OKI...
Laporan dimulai dari klaim Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan bahwa jus manggis herbal sebagai obat virus corona. Saran Luhut itu adalah yang terbaru dari serangkaian perawatan tidak ortodoks yang diajukan oleh kabinet presiden selama enam bulan terakhir, mulai dari doa, nasi yang dibungkus daun pisang, hingga kalung kayu putih.
Solusi tersebut mencerminkan pendekatan yang tidak ilmiah untuk memerangi virus corona di negara terpadat keempat di dunia, di mana tingkat pengujiannya termasuk yang terendah di dunia, pelacakan kontak minimal, dan pihak berwenang telah menolak penguncian atau lockdown bahkan saat kasus infeksi meningkat.
Indonesia secara resmi telah melaporkan pada Kamis (20/8/2020) ada 147.211 kasus infeksi, 100.674 pasien sembuh, dan 6.418 orang meninggal terkait Covid-19. Jumlah korban meninggal itu tercatat yang tertinggi di Asia Tenggara.
Indonesia, menurut laporan Reuters, tidak menunjukkan tanda-tanda membendung virus. Sekarang virus ini memiliki penyebaran infeksi tercepat di Asia Timur dengan 17 persen orang dinyatakan positif, meningkat hampir 25 persen di luar Ibu Kota Indonesia: Jakarta. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), angka di atas 5 persen berarti wabah tidak terkendali.
"Virus ini sudah menyebar ke seluruh Indonesia. Yang kami lakukan pada dasarnya adalah kekebalan kawanan (herd immunity)," kata Prijo Sidipratomo, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional Veteran di Jakarta. "Jadi, kita harus menggali banyak, banyak kuburan," katanya lagi.
Kekebalan kawanan menggambarkan skenario di mana sebagian besar populasi tertular virus dan kemudian kekebalan yang meluas menghentikan penyebaran penyakit.
Juru bicara pemerintah Wiku Adisasmito tidak menanggapi pertanyaan rinci dari Reuters. Ia mengatakan, angka penularan merupakan "peringatan bagi Indonesia untuk terus meningkatkan upaya penanganannya" dan kasus positif per kapita di Indonesia lebih rendah dari kebanyakan negara. Kantor Presiden Joko Widodo tidak menanggapi pertanyaan yang dikirim oleh Reuters.
Yang pasti, lebih dari 144.000 kasus infeksi yang dikonfirmasi di Indonesia dari populasi 270 juta jauh lebih sedikit daripada jutaan yang dilaporkan di Amerika Serikat, Brazil, dan India, dan di bawah negara tetangganya: Filipina yang memiliki kurang dari setengah populasi Indonesia. Akn tetapi, skala sebenarnya dari wabah di Indonesia mungkin masih tersembunyi. Sekadar diketahui, India dan Filipina melakukan tes empat kali lebih banyak per kapita, sedangkan Amerika Serikat menguji 30 kali lebih banyak.
Statistik dari Our World in Data, sebuah proyek penelitian nirlaba yang berbasis di Universitas Oxford, menunjukkan Indonesia berada di peringkat ke-83 dari 86 negara yang disurvei untuk keseluruhan tes per kapita.
"Kekhawatiran kami belum mencapai puncak, puncaknya bisa datang sekitar Oktober dan mungkin belum selesai tahun ini," kata Iwan Ariawan, ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia. "Saat ini kami tidak dapat mengatakan bahwa ini terkendali."
"Murni Tak Masuk Akal"
Pada awal pandemi, pemerintah Indonesia lambat menanggapi dan enggan mengungkapkan apa yang diketahuinya kepada publik. Hal itu disampaikan lebih dari 20 pejabat pemerintah, manajer laboratorium uji, dan pakar kesehatan masyarakat yang berbicara kepada Reuters.
Meskipun kasus melonjak di negara-negara tetangga dan memiliki 3.000 alat uji polymerase chain reaction (PCR) atau reaksi berantai polimerase (PCR)—tes yang disetujui WHO untuk mendeteksi virus corona—siap pada awal Februari, pemerintah mengatakan kurang dari 160 tes dilakukan pada 2 Maret.
Pada 13 Maret, Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa pemerintah menahan informasi agar tidak "menimbulkan kepanikan". Selama dua minggu pertama bulan Maret, pemerintah menyembunyikan setidaknya setengah dari kasus infeksi harian yang disadari. Demikian diungkap dua orang yang memiliki akses ke data tersebut kepada Reuters. Kedua orang tersebut mengatakan bahwa mereka kemudian dilarang melihat data mentah.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: