Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Bikin Rugi Bandar! Ini Biang Kerok Asuransi Alami Gagal Bayar

Bikin Rugi Bandar! Ini Biang Kerok Asuransi Alami Gagal Bayar Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Badai gagal bayar yang tak kunjung surut tampaknya sedang menerpa industri asuransi di Tanah Air. Belum juga tuntas kasus gagal bayar asuransi Jiwasraya, kini PT Asuransi Jiwa Kresna atau Kresna Life juga mengalami hal yang sama.

Jauh sebelum ada dua kasus tersebut, nasabah PT Asuransi Jiwa Bakrie Life, AJB Bumiputera 1912, dan PT Asuransi Bumi Asih Jaya, juga bernasib malang karena kesulitan mendapat klaim asuransinya. Jadi, ada apa dengan dunia asuransi Indonesia belakangan ini?

Baca Juga: Carut-Marut! Daftar Perusahaan Asuransi RI yang Alami Gagal Bayar

Pengamat asuransi, Irvan Rahardjo, menjelaskan bahwa banyaknya kasus gagal bayar di industri asuransi karena tidak jelasnya batas-batas antara industri perbankan dan asuransi alias melenceng dari bidang bisnisnya.

"Ini ada evolusi atau transformasi bahwa produk bank itu masuk ranah asuransi atau produk asuransi sekarang berevolusi menjadi produk bank. Jadi batas-batas asuransi dan perbankan sudah tidak jelas," ujar Irvan kepada Warta Ekonomi, Jumat (21/8/2020).

Tidak jelasnya batas-batas antara kedua industri keuangan tersebut, karena asuransi juga ditugaskan untuk mencari funding/dana dari grupnya. Contohnya, Kresna Life mereka mengumpulkan dana untuk grupnya.

Kemudian, dalam kasus jiwasraya memang dia tidak ada grup, tetapi dia mencari dana untuk menambal solvabilitas dan likuiditas permintaan suntikan dana ke Kementerian Keuangan pada 2008 ditolak.

Baca Juga: Asuransi Sinar Mas Bayar Klaim Hingga Belasan Miliar Rupiah

Nah, untuk mengatasi gap tersebut Jiwasraya melakukan revaluasi dan financial reinsurance, namun itu tidak dapat memperbaiki operasional makanya ditempuhlah dengan meluncurkan produk saving plan (yang menyebabkan Jiwasraya gagal bayar).

"Memang menghasilkan likuiditas besar tapi akibatnya dia harus menempatkan investasi di instrumen investasi yang bunganya harus lebih tinggi dari apa yang dia janjikan di produk saving plan. Jadi kesalahannya baik Jiwasraya maupun Kresna Life karena menjual produk yang menjanjikan guaranted return/fix return akibatnya mereka mencari instrumen investasi yang fix juga goreng-goreng saham," jelas Irvan.

Inilah kesalahan fatalnya, produk Saving Plan milik Jiwasraya, menurutnya, merupakan produk investasi bukan produk proteksi, di mana produk investasi harusnya adalah produk perbankan. "Jadi kesalahannya karena investasi itu dijanjikan fix return, asuransi kan proteksi tapi dia menjanjikan return karena asuransi itu kan sesuatu yang tidak pasti," paparnya.

Oleh sebab itu, dia menyarankan regulator untuk menertibkan industri asuransi dan perbankan. Kembalikan mereka ke khittahnya.

"Jadi bank harus kembali sebagai lembaga investasi dan penyimpanan dana, dan asuransi kembali menjadi lembaga proteksi. Ya proteksi itu jangan menjual produk berbalut investasi," paparnya.

Adapun terkait produk unitlink, lanjut Irvan, itu memang produk asuransi, namun ikut menyertakan investasi. Tetapi kalau Saving Plan itu produk investasi terus proteksinya baru mengikut jadi kebalikannya dari unitlink. Unitlink risiko dtanggung nasabah ada laporan ke nasabahnya, sedangkan Saving Plan tidak ada laporan ke nasabah, semua dikelola asuransi.

"Jadi hentikanlah Saving Plan karena potensi skema ponzinya besar sekali. Kan Jiwasraya hancurnya waktu saving plan disetop, nah skema ponzi seperti itu begitu disetop tidak bisa bayar lagi dia," ungkapnya.

Selain itu, lanjut Irvan, regulator juga harus memperketat pengawasan karena selama ini ada regulatory supervisory gap, yakni gap antara peraturan yang demikian ketat tetapi pengawasannya lemah.

"Ibaratnya Anda membuat aturan tapi enggak pernah ditegur," cetus Irvan.

Bila hal ini tidak dilakukan, Irvan khawatir kasus serupa akan terulang kembali. Imbasnya masyarakat jadi tidak percaya lagi dengan asuransi sehingga pada akhirnya terjadi penurunan pendapatan premi asuransi.

"Pada triwulan I dan II terjadi penurunan pendapatan premi memang termasuk dampak Covid-19 tetapi Ini sudah terjadi sebelum Covid-19 karena adanya (gagal bayar) Jiwasraya dan lain-lain," tutupnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Lestari Ningsih

Bagikan Artikel: