Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Sangat Rugi Biayai Mereka yang Maju Tak Gentar Membela yang Bayar

Sangat Rugi Biayai Mereka yang Maju Tak Gentar Membela yang Bayar Kredit Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Belum lama ini, Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkapkan temuannya tentang pemerintah menggelontorkan dana Rp90,45 miliar untuk keperluan sosialisasi kebijakan melalui jasa influencer atau tokoh berpengaruh.

Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Institute Ekonomi Politik Soekarno Hatta (IEPSH) Hatta Taliwang mengatakan bahwa terkadang orang awam tak bisa bedakan influencer dengan buzzer atau pendengung.

"Sebenarnya influencer itu profesi yang baik bila digunakan dengan benar dan baik. Karena mereka adalah orang-orang pilihan di bidangnya masing-masing yang dianggap bisa memengaruhi pengikutnya untuk mengikuti jejaknya terutama dalam marketing produk, termasuk dalam ikut memengaruhi publik berkaitan dengan kebijakan pemerintah," ujar Hatta Taliwang, Minggu (23/8/2020).

Baca Juga: Influencer Disawer Rp90,45 M, Istana Sewot: Why Not?

Hatta menjelaskan, yang penting para influencer itu mengiklankan atau mempromosikan produk yang baik. Dia mengatakan, influencer jangan mempromosikan barang atau kebijakan yang busuk.

Dia pun memberikan contoh Undang-undang (UU) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Covid-19 sangat bertentangan dengan ketatanegaraan yang baik, karena merendahkan peran DPR, peran BPK termasuk lembaga pengadilan.

"Bila influencer mau mempromosi produk perundang-undangan demikian, maka itu merendahkan profesi mereka, menjadi warga negara yang tidak bertanggung jawab atas jalannya sistem demokrasi," ungkapnya.

Dia menambahkan, demikian pula buzzer yang bertindak atau bersikap tidak rasional, tidak proporsional, membela sesuatu yang di mata publik salah, namun yang penting membela penguasa. Maka itu, kata dia, buzzer merendahkan diri sendiri karena hanya tahu pembenaran tapi buta terhadap kebenaran.

"Pemerintah sangat rugi membiayai mereka yang maju tak gentar membela yang bayar. Kalau betul biaya untuk influencer itu sampai sekian besar Rp90 miliar, maka silakan yang mengucur dana itu untuk evaluasi, apa hasilnya positif atau malah negatif. Sekilas dalam pengamatan saya banyak negatifnya, mudarat dalam bahasa agama," ungkapnya.

Sebab, kata dia, kebenaran tak bisa dimanipulasi, karena tiap jiwa itu punya rasa atau suara batin bahkan nurani untuk membedakan yang benar dan salah. Karena itu, dia menyarankan pemerintah kerjakan yang terbaik, sehingga wanginya semerbak ke seantero.

"Mawar tak pernah gunakan influencer atau buzzer untuk menyatakan wanginya. Karena bersumber dan memancar dari kedalaman jiwa raganya. Pemerintah tak perlu keluar biaya apa pun bila kerja dengan serius, baik, dan benar. Wanginya akan semerbak dengan sendirinya," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: