Pemerhati Hukum dan HAM, Haris Azhar, mengatakan wajar masyarakat berspekulasi pasca kebakaran di Gedung Kejaksaan Agung akhir pekan lalu. Dia mempertanyakan kenapa rakyat gak boleh berspekulasi atas peristiwa kebakaran tersebut. Menurutnya spekulasi itu adalah akumulasi dari berbagai hal yang terjadi, termasuk drama penegak hukum yang terlibat dalam berbagai pelanggaran.
"Akumulasi ini yang sebetulnya memperkuat pilar spekulasi tadi. Coba keliling lembaga pemasyarakatan, berapa banyak kepala daerah yang dipidana. Karena penegakan hukum berbasis statistik yang mempengaruhi APBN. Banyak kementerian/lembaga di Indonesia selalu menumbuhkan angka supaya mendapat kucuran APBN besar," kata Haris dalam diskusi ILC tvOne, Selasa 25 Agustus 2020.
Baca Juga: Mengapa Rakyat Gak Percaya soal Kebakaran Kejagung?
Haris menyebut misalnya saja kepolisian, kejaksaan atau KPK di mana jika angka penanganan hukum salah satu variabel tinggi, maka APBN juga tinggi. Namun ia mengakui penjahat sebenarnya yang berada di luar jeruji penjara tidak tertangani dan justru ada pihak tertentu yang sengaja 'dicomot' dalam rangka memenuhi angka statistik.
"Kok target banyak, harusnya kan zero crime. Oleh karena itu banyak yang nggak salah, masuk penjara. Itu contoh bagaimana api itu secara simbolis menjadi dendam bagi para jaksa dan polisi. Jadi begitu api berhasil melalap kata-kata 'agung', masyarakat makin kuat spekulasinya," kata dia.
Selain itu Haris juga mempertanyakan status heritage terhadap gedung yang dibangun 53 tahun yang lalu itu. Menurutnya jika memang sudah tua, tidak seharusnya jaksa agung dan para pejabat tinggi institusi berkantor di gedung tersebut.
"Lalu gedung yang dipakai pejabat tinggi ini, ternyata nggak ada IMB. Sekarang kalau mau dibilang nggak ada kaitan sama kasus, tetapi masalah gedungnya saja kantor Kejagung yang urusin kasus triliunan, bagaimana mau mengurusi itu tapi urusan 'rumah tinggal' saja tidak bisa," ungkapnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: