Analis politik dan ekonomi Rustam Ibrahim, membahas utang pemerintah dari masa ke masa, bahkan sejak era Presiden Soeharto hingga Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Kalau mau jujur bernarasi, sebetulnya bapak utang luar negeri Indonesia adalah Presiden Soeharto. Untuk pembangunan beliau berutang sejak 1967 dan menambah utang setiap tahun sampai lengser pada 1998. Presiden-presiden berikutnya hanya meneruskan menambah utang sambil membayar cicilan dan bunga utang," katanya dalam akun Twitter @RustamIbrahim, seperti dilihat, Jumat (28/8/2020).
Baca Juga: Nyawa Jokowi Terancam, Apa Benar?
Baca Juga: Pertamina Tekor, Pigai: Ahok, Calon Menteri Kebanggaan Jokowi
Lanjutnya, ia menambahkan untuk menjamin rezim Orde Baru bisa diberi utang, sejak tahun 1967 dibentuk konsorsium negara-negara pemberi utang yang bernama Intergovernmental Group on Indonesia; disingkat IGGI. Sambungnya, ia mengatakan di dalamnya ada sejumlah negara dan lembaga-lembaga keuangan, seperti Bank Dunia, IMF, dan ADB.
Lebih lanjut, ia mengatakan IGGI bubar tahun 1992, kemudian dibentuk lagi kelompok negara-negara pemberi utang dengan nama baru: Consultative Group on Indonesia, disingkat CGI sampai berakhirnya kekuasaan Soeharto tahun 1998.
Menurut dia, dengan utangan setiap tahun, Soeharto membangun Indonesia. Tambah dia, hasilnya, selama 32 tahun tentu cukup banyak. Orang miskin berkurang dan pendapatan per kapita rakyat Indonesia naik sekitar 20 kali lipat; dari 50 menjadi sekitar 1.000 dollar AS per tahun (1998).
"Kalau mau jujur bernarasi, melonjaknya utang Indonesia dalam rupiah, terjadi menjelang akhir pemerintahan Soeharto, yakni tahun 1998 setelah terjadi krisis moneter. Nilai tukar rupiah terjun bebas dari Rp2.500 menjadi sekitar Rp15.000 per 1 dollar AS (anjlok 600 %)," kata dia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil