Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengkritik keras kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) secara ketat jilid II yang diambil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, menyusul tingginya kasus Covid-19 di wilayah DKI Jakarta.
Menurut Hasto, seorang pemimpin harus mempunyai visi ke mana dia harus menuju. Untuk mencapai visi itu, dia harus tahu jalan migrasi terpendek.
Baca Juga: PDIP Tetap Ingin Pilkada 9 Desember 2020
"Dia tahu bagaimana persoalan rakyat dan berani mengambil tanggung jawab. Jangan hanya mengambil populer, ngambil fasilitasnya, tidak berbuat apa-apa. Itu tugas seorang pemimpin," kata Hasto saat memberikan pengarahan dalam Sekolah Partai PDIP Gelombang III yang dilakukan secara virtual, Minggu (13/9/2020).
Dikatakan Hasto, seorang pemimpin harus reflektif, bisa melihat situasi di sekelilingnya. "Pemimpin harus melihat kaca spion, melihat yang belakang. Apa yang terjadi, lihat kiri kanan. Di situ kemudian dia harus juga berfikir strategic, memahami suasana psikologis rakyat," katanya.
Seorang pemimpin juga dituntut untuk kreatif, inovatif, kemudian bisa mendorong kemajuan bersama rakyat. "Jadi, penumpangnya itu dia dorong bersama, maju bersama. Di situ dia baru boleh, kapan harus ngerem. Untuk ngerem, gak bisa mendadak, harus (menyalakan) lighting dulu, sinyalnya, kiri kanan. Tiba-tiba ngerem tanpa sinyal, itu tidak pemimpin yang berpikir strategic," tutur Hasto.
Dalam jumpa pers usai memberikan arahan kepada peserta Sekolah Partai, Hasto menegaskan bahwa hal yang menjadi kritik PDIP terhadap kebijakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan terkait pemberlakuan PSBB Jilid II adalah soal komunikasi, koordinasi, hingga masalah penegakan kedisiplinan.
"Yang disorot oleh PDI Perjuangan tentang Jakarta adalah persoalan komunikasi, persoalan koordinasi, persoalan tanggung jawab, persoalan kebijakan yang sudah dijalankan. Akar dari semuanya adalah persoalan penegakan disiplin," kata Hasto menjawab pertanyaan wartawan soal respons partainya atas keputusan PSBB di DKI Jakarta yang akan berlaku mulai Senin (14/9/2020).
Hasto mempertanyakan apakah selama ini penegakan disiplin dalam penerapan protokol kesehatan di DKI Jakarta sudah dilakukan dengan sebaik-baiknya. "Apakah selama ini disiplin juga dilakukan dengan sebaik-baiknya? Pencegahan juga dilakukan sebaik-baiknya? Bukan tiba-tiba rem mendadak," tegas Hasto.
Menurutnya, proses komunikasi adalah hal mutlak bagi seorang pemimpin. Hasto menegaskan PDIP bukan hendak mendahulukan kepentingan ekonomi yang pasti terganggu akibat kebijakan PSBB. Namun, sebaiknya kepentingan rakyat secara keseluruhan yang harus didahulukan.
"Seorang pemimpin bisa menjalaninya dengan penuh tanggung jawab. Buktinya, ada daerah lain yang berhasil menghadapi pandemi. Jadi jangan progresnya belum nampak, tiba-tiba ngerem, ini yang dikritik oleh PDI Perjuangan," imbuhnya.
Lebih lanjut Hasto mengatakan, pandemi bersifat global sehingga dalam menghadapinya, diperlukan koordinasi dan komunikasi. "Walau seorang kepala daerah dipilih rakyat, bukan berarti dia berdiri sendiri dan tidak melakukan koordinasi dengan pemerintah pusat," kritiknya.
Dia pun mengajak untuk melihat banyak kepala daerah yang berhasil dalam penanganan Covid-19. Bagi kepala daerah yang berasal dari PDIP, kata Hasto, langkah yang dilakukan selalu mengikuti arahan yang digariskan Presiden Joko Widodo sebagai Kepala Negara dan Pemerintahan, serta Wapres KH Ma'ruf Amin dan para menteri. "Itu kita jadikan sebagai pedoman untuk kita jalankan," beber Hasto.
Sementara di internal partai, ada arahan (direction) dari Megawati Soekarnoputri sebagai ketua umum partai yang juga sejalan dengan kebijakan presiden. "Jadi ini persoalan disiplin total," katanya.
Ditegaskannya, bagi PDIP, penanganan pandemi di tiap wilayah juga menjadi tolok ukur bagaimana kepala daerah menjalankan tugas-tugasnya dalam mencegah penularan Covid-19.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum