Menteri dan pejabat publik di tingkat pusat sebaiknya mendukung keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang memberlakukan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) secara ketat. Sebab, keputusan tersebut bertujuan melindungi nyawa manusia, baik warga DKI Jakarta maupun non-Jakarta. Hal ini karena tingkat kematian warga DKI Jakarta dan warga daerah lainnya karena Covid-19 sudah sangat tinggi.
Pengamat kebijakan publik Eman Sulaeman Nasim mengatakan, setiap hari ada penambahan ratusan pasien Covid-19 di Jakarta. Sementara, kata dia, tenaga kesehatan yang berguguran karena Covid juga mencapai angka ratusan. Selain itu, sambungnya, keputusan gubernur tersebut juga sesuai arahan Presiden Jokowi untuk lebih memprioritaskan perlindungan kesehatan dan nyawa rakyat Indonesia dari paparan Covid-19 daripada mendahulukan kepentingan dan pertumbuhan ekonomi.
Baca Juga: Aksi Anies Terapkan PSBB, Penilaian PKS: Respon Anies Sesuai Arahan Jokowi
"Tujuan pemberlakuan PSBB Ketat ini adalah untuk melindungi nyawa dan keselamatan warga. Sekaligus memutus mata rantai penularan. Gubernur, sebagai pemimpin merasa bertanggung jawab atas keselamatan nyawa warganya. Harusnya, semua pihak termasuk para pejabat di pemerintah pusat mendukung dan menyukseskannya. Apalagi, kebijakan dan keputusan gubernur tersebut sesuai garis besar kebijakan Presiden Jokowi serta sudah melalui koordinasi dengan pemerintah pusat," kata Eman dalam siaran persnya, Senin (14/9/2020).
Menurut anggota Dewan Riset Daerah (DRD) DKI Jakarta ini, tidak pantas bila pejabat publik setingkat menteri mengkritik kebijakan gubernur sebagai kepala daerah secara terbuka dan disebarluaskan di media massa. Hal ini selain membuat gaduh juga membingungkan masyarakat. Seharusnya, pihak menteri bisa mengajak gubernur duduk bersama, berdiskusi menanyakan alasan mengapa PSBB Ketat dikeluarkan. Sebaliknya, pihak pejabat publik itu juga dapat menyampaikan keberatan beserta alasan yang masuk akal kepada gubernur.
"Gubernur DKI Jakarta ini doktor lulusan perguruan tinggi ternama di Amerika Serikat, demokratis dan moderat. Sangat menerima perbedaan pendapat. Kalau masukan-masukan itu disampaikan secara baik, pasti akan diterima dengan baik. Jadi alangkah baiknya, jika sesama pejabat publik melakukan kordinasi dan berdiskusi apabila ada perbedaan pendapat dan kebijakan. Jangan langsung disampaikan ke publik lewat media massa sehingga menjadi polemik dan membingungkan masyarakat," terang mantan Ketua Umum Senat Mahasiswa Universitas Indonesia atau BEM UI ini.
Lebih lanjut, Dosen Kebijakan Publik di Institut STIAMI ini menjelaskan, penerapa PSBB lebih ketat ini karena warga masyarakat sangat tidak disiplin dalam menegakkan protokol kesehatan 3 M: memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan. Akibat ketidakdisiplinan ini, angka penularan menjadi tinggi.
Harusnya, jika kedisiplinan warga dalam menerapkan protokol kesehatan sangat kendor, ini menjadi tanggung jawab bersama. Aparat keamanan segera menggelar operasi untuk memberikan efek jera kepada warga masyarakat agar disiplin menerapkan protokol Kesehatan. Penegakan disiplin bukan hanya tanggung jawab Satuan Polisi Pamong Praja, melainkan juga seluruh aparat.
Eman berpendapat, resesi ekonomi yang disebabkan oleh pendemi Covid-19 ini, penyelesaiannya adalah terlebih dahulu menghentikan penyebaran dan penularan Covid-19. Dengan demikian, ada perlindungan bagi nyawa dan keselamatan manusia atau warga menjadi. Dengan sendirinya, jika warga atau manusianya sudah sehat, pertumbuhan ekonomi akan kembali berjalan.
Menurut Sekretaris Komisi I DRD DKI Jakarta ini, pihaknya mendukung kebijakan Gubernur DKI Jakarta memberlakukan PSBB ketat ini. Dia berharap, pemberlakuan PSBB ini dapat berdampak positif, benar-benar menghentikan rantai penyebaran atau penularan Covid-19 sehingga tidak perlu lagi diterapkan PSBB lanjutan.
Selain itu, selagi vaksin dan obat pencegah dan penyembuh penyakit Covid-19 belum ditemukan, aparat penegak hukum, baik kepolisian maupun Satpol PP, bisa menegakkan disiplin seluruh warga untuk menerapkan protokol kesehatan. Warga yang bandel diberikan sanksi yang dapat menimbulkan efek jera.
Sementara, DRD DKI Jakarta terus melakukan pemantauan dan pengkajian atas penyebaran Covid-19 di DKI Jakarta. DRD DKI Jakarta juga sudah menyelesaikan pembangunan graha sehat untuk pasien Covid-19 yang berlokasi di GOR Pademangan, Jakarta Utara. DRD DKI juga melakukan pemantauan dan pengkajian atas berbagai fenomena yang terjadi di Jakarta. Hasil kajian dan masukan dari DRD DKI Jakarta atas berbagai problem yang terjadi di Jakarta, secara rutin diminta maupun tidak diminta disampaikan ke pihak Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta.
"Seharusnya, setiap 3 bulan sekali DRD DKI Jakarta melakukan pertemuan tatap muka atau daring dengan Bapak Gubernur menyampaikan pendapat dan hasil kajian serta usulan para pakar yang tergabung di DRD DKI Jakarta. Namun karena kesibukan dua pemimpin Jakarta tersebut, pertemuannya dimundur menjadi setiap 6 bulan sekali. Jika ada hal hal yang mendesak, DRD DKI Jakarta mengadakan pertemuan atau kordinasi dengan Kepala atau wakil Kepala BAPEDA DKI Jakarta," papar Eman.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum