Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kontraktor Kecil Sulit Garap Proyek, Pemerintah Diminta Turun Tangan

Kontraktor Kecil Sulit Garap Proyek, Pemerintah Diminta Turun Tangan Kredit Foto: Agus Gendroyono
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ada banyak pekerjaaan rumah yang harus dituntaskan pemerintah dan masyarakat yang bergerak di bidang jasa kontruksi. Poin paling krusial adalah pemerataan proyek yang lebih adil kepada lebih 140 ribu kontraktor, sambil mengurangi ketimpangan domimasi rekanan yang ada di Jawa dan luar Jawa.

Ketua Umum BPD Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional (Gapensi) Jawa Timur, H. Agus Gendroyono, menunjukkan gambar piramida terbalik terhadap kondisi hari ini. Sekitar 1% dari kontraktor kualifikasi besar menikmati 85% proyek yang ada di seluruh Tanah Air.

Baca Juga: Laba 4 BUMN Konstruksi Kompak Amblas, Waskita Karya Paling Nahas

Kondisi ini bahkan makin diperparah oleh jurang antara kontraktor Jawa dan non-Jawa. Bahkan, banyak proyek besar di luar Jawa dimenangkan oleh kontraktor dari Jawa. Agus menyadari bahwa sistem yang ada sekarang masih memenangkan kontraktor yang berdasar pada harga termurah adalah cara terbaik untuk mencegah biaya proyek makin membengkak dan tanpa kendali, tapi harus ada cara lain untuk melakukan pemerataan.

"Dominasi kontraktor besar masih itu dan itu saja, belum memberikan ruang kepada rekanan kecil dan menengah untuk transfer teknologi, manajerial, dan SDM sehingga kesempatan pemerataan belum terasa dan tercipta bagi pelaku usaha di mana proyek tersebut berada," kata Agus pada Minggu (20/9/2020).

Untuk itu, pihaknya menawarkan solusi jangka pendek dan jangka panjang. Dia berharap lembaga yang kini sedang dibentuk pemerintah, yaitu Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) dapat memainkan peranan penting untuk mewujudkan mimpi itu.

Ia pun memetakan kondisi jasa kontruksi saat ini dan arah yang dianggap terbaik untuk masa depan. Ia memulai menggambarkan apa yang dimaksud piramida terbalik saat ini. Untuk kontraktor besar yang jumlahnya 1.632 perusahan hanya 1%. Menengah sekitar 19 ribu perusahan atau 14%, sedangkan kecil ada sekitar 116 ribu atau 85%.

"Sementara, proyek besar senilai Rp357 triliun dilaksanakan oleh kontraktor kualifikasi besar saja, sisanya yang Rp63,1 triliun digarap oleh kontraktor menengah dan kecil. Bisa dibayangkan ketimpangan ini. Padahal, porsi ini bisa dilakukan dengan lebih adil kalau ada komitmen antara pemerintah bersama LPJK nanti untuk mengkaji ulang segmentasi pasar dan skala usaha bagi penyedia," ucapnya.

Untuk itu, ia pun mendorong optimalisasi LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik) harus segera dilakukan dengan mengintegrasikan tender berbasis kinerja penyedia terhadap semua stakeholder. Mulai dari integrasi rantai pasok ber SNI, peralatan kerja yang efisien dan berstandar tinggi keselamatan, dan lain sebagainya.

Untuk memulai tahap ini harus dengan memanfaatkan semua data elektronik setiap individu maupun badan usaha. Dengan demikian, tidak ada data yang mubazir atau harus disiapkan berulang kali setiap tender dilakukan, bahkan dengan pokja yang sama.

"E-KTP, NPWP, NIB, dan lain-lain sudah memiliki sumber data elektronik yang bisa menyederhanakan berbagai ketentuan, keberadaanya sudah bisa jadi indikator telusur, dengan tanpa harus menyajikan data berulang yang sering kali jadi hambatan pemenuhan data administratif bagi kontraktor kecil," kata Agus.

Ia mengatakan bahwa sistem lelang yang terintegrasi merupakan jawaban atas penyederhanaan di atas, sekaligus mampu melibatkan kontraktor yang lebih luas dari seluruh Tanah Air.

"Ini akar masalah untuk memulai tahap berikutnya dalam menjembatani jurang antara kontraktor besar dan kecil maupun kontraktor di Jawa dan luar Jawa. Dengan data elektronik yang mencantumkan pengalaman kerja, kemampuan keuangan, kepemilikan peralatan dan SDM bersertifikat, akan bisa memacu pemerintah dan LPJK nanti untuk merampingkan piramida, dengan memberikan kesempatan dan kewajiban bagi kualifikasi kecil dan menengah," ucapnya.

Agus menyadari bahwa hal ini perlu dirumuskan bersama sehingga mendapat logaritma yang adil dan bertanggung jawab agar pemerataan dan keadilan bisa terwujud. Untuk itu, pihaknya pun siap mendukung akselarasi proyek-proyek strategis nasional yang ada di daerah dalam mempercepat pemulihan ekonomi di masa pandemi. Apalagi kalau kemitraan proyek besar dengan penyedia lokal sudah menjadi kewajiban bagi siapa pun yang mengerjakan.

Presiden sendiri, lanjut Agus, sudah memerintahkan bahwa proyek strategis nasional di daerah harus membuka lapangan kerja, baik untuk tenaga kerja maupun dunia usaha termasuk di dalamnya jasa kontruksi.

"Ke depan, proyek-proyek nasional, proyek daerah sampai ke proyek terkecil di tingkat desa dapat dilaksanakan dengan transparan, akuntabel, tapi juga adil dan merata," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: