Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyampaikan bahwa tsunami sebenarnya sudah beberapa kali terjadi di wilayah selatan Jawa. Catatan BMKG, setidaknya tsunami pernah tujuh kali di wilayah Selatan Jawa termasuk tahun 2006.
Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, menjelaskan demikian karena muncul laporan ahli Institut Teknologi Bandung (ITB) terkait potensi munculnya potensi ancaman tsunami 20 meter. Potensi ini disebut terjadi di wilayah zona megathrust selatan Pulau Jawa.
Baca Juga: BMKG Umumkan 22 Provinsi Bakal Diguyur Hujan 3 Hari ke Depan, Berikut Daftarnya
"Sudah beberapa kali terjadi tsunami. Bukti adanya peristiwa tsunami selatan Jawa dapat dijumpai dalam katalog tsunami Indonesia BMKG, di mana tsunami pernah terjadi di antaranya tahun 1840, 1859, 1921, 1921, 1994, dan 2006," kata Daryono dalam keterangan resminya yang dikutip Minggu (27/9/2020).
Dia menjelaskan selain data itu, hasil paleotsunami juga membenarkan adanya jejak tsunami yang berulang terjadi di selatan Jawa pada masa lalu. Menurutnya, beberapa kali selatan Jawa dilanda tsunami sebagai risiko yang harus dihadapi karena tinggal dan hidup di antara pertemuan batas lempeng tektonik.
"Sehingga mau tidak mau, suka tidak suka, inilah risiko yang harus dihadapi. Apakah dengan kita hidup berdekatan dengan zona megathrust lantas kita selalu dicekam rasa cemas dan takut? Tidak perlu karena dengan mewujudkan upaya mitigasi yang konkret maka kita dapat meminimalkan risiko," ujar Daryono.
Terkait megathrust Selatan Jawa, merujuk buku Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia tahun 2017 disebutkan bahwa di Samudra Hindia Selatan Jawa terdapat 3 segmentasi megathrust. Ketiga segmentasi itu yakni segmen Jawa Timur, segmen Jawa Tengah-Jawa Barat, dan segmen Banten-Selat Sunda.
Ketiga segmen megathrust ini memiliki magnitudo tertarget M8,7. Namun, jika skenario model dibuat dengan asumsi 2 segmen megathrust yang bergerak secara simultan, magnitudo gempa yang dihasilkan bisa lebih besar dari 8,7.
Menyangkut ancaman tsunami 20 meter yang ramai belakangan ini, ia menekankan hal itu sebagai potensi skenario terburuk. Ia menyebut hal itu bukan ancaman yang terjadi dalam waktu dekat.
"Besarnya magnitudo gempa yang disampaikan tersebut adalah potensi skenario terburuk (worst case) bukan prediksi yang akan terjadi dalam waktu dekat sehingga kapan terjadinya tidak ada satu pun orang yang tahu," ujarnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum