Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menekankan, sertifikasi khusus bagi produk kesehatan dan farmasi dalam negeri mutlak diperlukan demi meningkatkan penggunaan produk farmasi dalam negeri. Hal ini akan berdampak sangat besar bagi peningkatan perekonomian nasional.
"Presiden Jokowi telah menginstruksikan, pentingnya kebijakan yang mendukung pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan. Kita gunakan sebanyak mungkin produk dalam negeri, jadi masalah sertifikasi ini harus betul diperhatikan. Ini akan memicu kalangan industri nasional kita memproduksi buatan dalam negeri. Hal ini akan berujung pada peningkatan penggunaan farmasi dalam negeri. Jadi kita tidak lagi impor," ujar dia dalam keterangan tertulisnya, Rabu (30/9/2020).
Baca Juga: Oh, Pantas Saja Luhut Jadi Kepercayaan Jokowi, Ternyata Eh Ternyata...
Sementara itu, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan bahwa kementeriannya akan mendukung penuh ide tersebut. Ia pun mengusulkan agar nantinya tidak hanya produk farmasi saja yang mendapatkan sertifikasi, tetapi juga produk dalam negeri lainnya.
"Ini sangat penting, menyangkut angka sertifikasi 10.000 produk farmasi. Produk-produk tersebut akan kita sertifikasi melalui dukungan APBN, nantinya diharapkan tidak hanya soal farmasi, tetapi secara keseluruhan untuk membangkitkan kemandirian nasional. Dengan TKDN, kita akan menjadi pemain di rumah sendiri, ini akan kita dorong terus. Dengan anggaran yang disiapkan, kami akan support industri farmasi," ungkap dia.
Lebih lanjut, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Askolani menjelaskan, terkait anggaran dari APBN untuk mendukung program sertifikasi produk farmasi dalam negeri, pihaknya terus bersinergi dengan DPR.
"Hari ini persetujuan dari DPR, PAGU masing-masing K/L tidak mengalami perubahan. Bisa dimasukkan dalam program PEN tahun ini dan juga akan kita optimalkan di tahun 2021. Bu Menkeu Sri Mulyani juga akan men-support," jelasnya.
Merespons hal tersebut, kalangan industri farmasi dalam negeri pun menyambut baik dan sangat mengapresiasi langkah pemerintah. Diketahui, kalangan industri farmasi dalam negeri tetap jeli dan kreatif dalam memandang dampak pandemi.
"Bagi kalangan industri yang jeli dalam memandang peluang, saat ini mulai mengekspor produk-produk yang 'nongkrong' dan belum terserap oleh dalam negeri. Kita sangat menunggu adanya sertifikasi ini dan menanti bangkitnya produk dalam negeri. Dari kami, sudah beberapa industri farmasi dalam negeri yang memulai untuk membuat sendiri bahan bakunya, kita tidak lagi impor," ujar salah seorang perwakilan industri farmasi nasional yang turut hadir.
Adapun kebutuhan anggaran tambahan tahun 2021 dalam rangka fasilitasi sertifikasi TKDN sebesar Rp163,5 miliar dan akan digunakan untuk melakukan sertifikasi TKDN sekurang-kurangnya untuk 10.000 produk.
Data Kemenperin menyebutkan, terkait kekuatan industri APD dan masker dalam negeri, untuk Coverall-Medical, produksi per bulan sebanyak 37.139.215 pcs. Produksi sampai dengan bulan Desember sebanyak 334.252.935 pcs dan kebutuhan s.d. Desember sebanyak 8.529.188 pcs. Jadi, ada selisih sebanyak 325.723.747 pcs.
Sementara, Masker Surgical, produksi per bulan sebanyak 350.536.160 pcs. Produksi sampai dengan bulan Desember sebanyak 3.154.825.440 pcs. Kebutuhan sampai dengan Desember 129.839.311 pcs dan ada selisih sebanyak 3.024.986.129 pcs.
Bahan baku APD dan Masker (Meltblown), bahan baku masker berupa meltblown kemampuan nasional sebesar 200 ton/bulan dengan estimasi produksi sampai dengan Desember 1.800 ton, kebutuhan Bahan Baku Meltblown 4.659.705 ton/bulan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum