Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

KOL Stories x Budi Isman: Menata Perencanaan Bisnis Menuju 2021

KOL Stories x Budi Isman: Menata Perencanaan Bisnis Menuju 2021 Wawancara Jurnalis Warta Ekonomi, Annisa Nurfitriyani, bersama dengan CEO & Founder Biznis.id, Budi Satria Isman pada program KOL Stories. | Kredit Foto: Warta Ekonomi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Tahun 2020 menjadi periode menantang bagi para pelaku bisnis di hampir semua sektor. Di tengah tantangan tersebut, ada secercah kabar baik yakni pemerintah Indonesia berencana untuk menyuntikkan vaksin covid-19 ke 180 juta orang sekitar akhir tahun 2020 atau awal tahun 2021 mendatang.

Lantas, apa yang harus dilakukan para pelaku bisnis untuk menyambut era post-pandemi Covid-19 pada tahun 2021 mendatang?

Berikut ini hasil wawancara Jurnalis Warta Ekonomi, Annisa Nurfitriyani, bersama dengan CEO & Founder Biznis.id, Budi Satria Isman pada program KOL Stories.

Secara umum, apakah Anda melihat para pelaku bisnis di Indonesia sudah cukup adaptif dan inovatif dalam menghadapi tantangan pandemi Covid-19 tahun ini?

Sejak Covid-19 diumumkan pemerintah, bulan April-Mei itu merupakan periode paling sulit. Masalah Covid-19 bukan terletak pada demand. Sebenarnya, permintaan tetap ada. Cuma masalahnya orang tidak bisa keluar, orang tidak bergerak, dan mobilitas berkurang.

Pertama, para pelaku bisnis yang mempunyai bisnis offline kemudian menjajaki bisnis online, memakai e-commerce dan internet marketing itu biasanya lebih adaptif. Tapi kalau dikelompokkan UMKM yang sekitar 60 juta ini mungkin 60-70% belum siap beradaptasi. Jadi, tidak heran jika melihat data pemerintah bahwa sekitar 50% pelaku UMKM itu menutup usaha untuk sementara. Kemudian sekitar 60% pelaku UMKM itu mengurangi jumlah karyawan.

Kedua, kelompok pebisnis dengan owner atau pemilik yang cukup melek teknologi sehingga lebih cepat beradaptasi. Walaupun, misalnya kondisi mereka yang punya toko offline belum siap melakukan bisnis secara online, tapi karena sudah melek teknologi dan sudah terbiasa dengan media sosial maka mereka lebih cepat beradaptasi. Sisanya, sulit beradaptasi.

Menurut Anda, apa sektor yang paling adaptif dan inovatif dalam menghadapi tantangan pandemi Covid-19 sehingga bisa menjadi benchmark bagi sektor-sektor lain?

Secara umum, ada kategori bisnis yang betul-betul terkena dampak Covid-19 secara langsung seperti sektor pariwisata, hotel, dan transportasi. Sektor-sektor tersebut bisa dikatakan terkena dampak paling parah sehingga tidak bisa jalan sama sekali. Sektor yang terkena dampak langsung ini betul-betul mau pakai teknologi apapun tidak bisa berubah sedemikian rupa. 

Di luar kelompok itu ada perusahaan besar seperti tambang, perkebunan, dan segala macam. Kita ambil yang paling besar misalnya ritel, perdagangan, makanan dan minuman, serta manufaktur. Nah, kelompok ini sebetulnya tergantung ke perusahaan masing-masing.

Saya punya banyak contoh teman-teman yang tadinya 100 persen jualan offlline. Kebetulan dia sangat tergantung kepada turis sehingga selama bulan April bisnis mereka hancur. Akan tetapi dengan manajemen dan tim yang tangkas mereka mengatur strategi yang tepat sehingga bisa kembali walaupun belum pulih 100%. Saya pantau bisnis mereka sudah di kisaran 70-80% dari posisi normal walaupun kondisi pandemi seperti saat ini.

Jadi kalau yang paling adaptif yang mana, sebetulnya yang adaptif itu tergantung ke masing-masing individu. Misalnya, ada 1.000 warung makanan dan minuman di suatu wilayah. Dari seribu warung tersebut ada yang bisa adaptasi namun ada juga yang tidak mampu beradaptasi. Dan itu semua tergantung kepada orangnya.

Nah, seharusnya teman-teman dengan skala bisnis lebih kecil bisa beradaptasi lebih cepat karena mereka tidak punya beban sebesar perusahaan besar. Perlu diakui, perusahaan besar akan lebih lambat dalam melakukan adaptasi.

Di luar itu, ada juga kelompok bisnis yang dalam situasi seperti sekarang ini sangat diuntungkan. Misalnya, mereka yang menjual alat kesehatan dan obat-obatan. 

Lalu, apa yang harus dilakukan agar manajemen bisa cepat beradaptasi dengan keadaan seperti saat ini pak? 

Dalam situasi krisis seperti saat ini, hal pertama yang harus kita lihat adalah dampak krisis terhadap bisnis kita: apakah dampaknya jangka pendek atau jangka panjang? Kalau jangka pendek maka kita harus berpikir bagaimana caranya agar bisa survive terlebih dulu.

Misalnya, sektor travel. Kita perkirakan kalau pemerintah punya vaksin maka bisa saja bisnis travel akan kembali melejit. Apalagi, banyak sekali survei yang menyebutkan bahwa orang sudah mulai bosan terus-menerus berada di dalam rumah. Mereka ingin segera pergi liburan dan lain segala macam.

Kalau vaksin selesai maka bisa saja orang segera berbondong-bondong melakukan "liburan balas dendam". Artinya, ada persoalan jangka pendek dan kita perlu mencari jalan supaya bisa survive terlebih dulu. Minimal jangan mati, itu intinya.

Kedua, kita lihat dari mana asal pendapatan usaha. Misalnya, apabila krisis ini berdampak terhadap pendapatan maka kita harus melakukan perubahan. Saya sering mengusulkan ke teman-teman travel agent kalau untuk survive harus berjualan makanan, sarung tangan, dan masker ya sudah tidak apa-apa. Yang penting bisa survive dulu.

Atau mereka mencari jalan untuk menggunakan aset dan pengetahuan mereka guna bisa mencari kategori bisnis yang dibutuhkan di dalam krisis ini. Jadi, yang penting menyelamatkan revenue income.

Ketiga, kita harus mengelola biaya yang sangat ketat karena untuk survival maka kita harus berkorban. Misalnya, pahit-pahitnya kita harus mengurangi jumlah pegawai, iya itu tidak apa-apa. Ingat, yang penting survive dulu.

Kemudian manajemen harus punya strategi yang bisa dikelompokkan ke dalam tiga fase. Fase pertama survival untuk menyelamatkan diri, cash flow itu penting banget. Setelah itu, di kuartal IV-2020 ini harusnya sudah masuk ke masa recovery. Karena sebagian teman ini sudah recovery, memang belum full tapi sudah mulai sambil menyiapkan diri untuk rencana tahun depan.

Makanya, kita harus menyiapkan tiga bulan di akhir tahun ini untuk menapaki tahun depan. Karena tahun depan itu akan berbeda dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Walaupun kita harap vaksin ada, namun tetap saja kehidupan normal ini tidak akan kembali normal seperti dulu lagi. Pasti, kehidupan akan berubah. Jadi, kita harus menyesuaikan diri dengan model bisnis yang baru, produk baru, cara jualan yang baru, atau kanal penjualan baru.

Ada lagi yang harus diperhatikan manajemen yakni prudent investing, kita harus investasi dengan hati-hati dulu sampai akhir 2021. Kalau mau ekspansi boleh saja tapi harus hati-hati sekali, lakukan perhitungan terlebih dulu.

Karena belum tahu bagaimana penyesuaian kehidupan kita di era post-pandemi. Makanya, perencanaan itu sangat penting untuk menyambut tahun depan. Investasi harus prudent.

Menurut Anda, akan seperti apa kondisi bisnis dan ekonomi pada tahun depan?

Pertama, menurut saya, kalau dilihat dari proyeksi pemerintah maka perkiraan saya tahun ini perekonomian Indonesia akan minus 1% atau kalau terbaik pun pertumbuhan ekonomi sebesar 0%. Karena tahun kemarin kan ada pertumbuhan 5% lebih. Kuartal ini kemungkinan kita sudah masuk ke resesi karena sudah dua kali kuartal berturut-turut pertumbuhan ekonomi minus.

Nah, saya tidak tahun apakah kuartal terakhir tahun ini perekonomian Indonesia bisa tumbuh positif atau tidak, tapi saya tidak yakin kita bisa plus mungkin 0%. Artinya apa? Kalau pun misalnya tahun depan ada pertumbuhan ekonomi 4-5%, Bank Dunia memperkirakan 4,5%; IMF mungkin lebih optimis. Cuma ingat, bahwa tumbuhnya tahun depan itu setelah minus tahun ini. Jadi, kondisi ekonomi tahun depan tidak akan sama dengan tahun 2019 dan 2020.

Tapi, kalau dilihat per kategori bisnis, pertumbuhan industri berasal dari mana? Kan, makanya kita sebagai pebisnis harus lihat kategori bisnis kita ini apakah kategori bisnis yang akan bisa bangkit langsung tahun depan. Meski ada 180 juta orang yang akan diberikan vaksin, karena memberikan vaksin untuk 180 juta orang itu tidak mungkin sebulan selesai semua. Mungkin akhir tahun ini 10 juta orang, Januari 20 juta orang, mungkin sampai kuartal III tahun depan baru selesai.

Dari sisi logistik saja untuk sebarkan vaksin ke seluruh Indonesia itu tidak gampang. Kalau selesai di kuartal II-2021 maka berarti kita punya setengah tahun yang mungkin lebih normal. Inilah hal yang perlu dipersiapkan di dalam rencana bisnis kita masing-masing yakni bagaimana kita mengatur fase pertumbuhan bisnis.

Jadi, jangan mentang-mentang tahun 2021 nanti ada vaksi maka kita hajar terus untuk investasi dan ekspansi segala macam. Dalam membuat perencanaan bisnis itu ada fase-fasenya. Kuartal I seperti apa, kuartal II bagaimana, mungkin full speed baru bisa dijalankan di kuartal III-2021.

Dari sisi ekonomi, menurut saya, tahun depan masih bisa tumbuh karena tahun ini mungkin minus atau nol. Tapi, ingat bahwa ekonomi kita ini tergantung pada ekonomi global dan banyak negara di dunia ini yang lebih parah dari Indonesia. Jadi, ekspor masih akan terganggu berarti. Dari sisi pendapatan negara dari ekspor tidak bisa diharapkan terlalu banyak. Kalau tahun depan, saya lihat sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia sekitar 60-70% datangnya dari konsumsi domestik.

Kita masih punya untung, untung populasi kita banyak sekitar 260 juta orang, untung UMKM kita ada banyak sekitar 64 juta pelaku usaha yang mungkin masih bisa survive. Jadi, ini yang harus pebisnis lihat, kemungkinan besar ekonomi kita masih dari konsumsi dalam negeri. Pertanyaannya adalah, masyarakat ini tabungannya sudah mulai habis. Artinya, dari sisi konsumsi walaupun konsumsi domestik dalam negeri masih besar tapi dari sisi volume konsumsi mungkin masih menurun.

Pemerintah, menurut saya, punya planning. Bagaimana pemerintah mencoba untuk memfasilitasi demand creation dari negara ini. Jadi, pemerintah harus memompa konsumsi dari masyarakat. Misalnya, lewat bantuan langsung tunai dan segala macam program lain supaya dana itu yang akan dipakai untuk konsumsi masyarakat. Itu dari sisi demand.

Dari sisi suplai pemerintah harus coba membantu misalnya produksi supaya bisa yang tadinya pabrik sudah ada PHK. Jadi, dari sisi suplai pemerintah harus menyiapkan dana untuk membantu sekarang juga kedua sisi baik dari sisi demand maupun sisi suplai.

Tantangannya adalah di pencairan. Banyak program dengan realisasi anggaran baru 50% padahal kita sudah berada di ujung tahun. Harusnya, bulan Oktober ini sudah tersalurkan minimal 70%. Nah, ini ada kelambatan di birokrasi. 

Jadi, tahun depan memang berbeda, jangan yakin dulu kalau orang divaksin maka ekonomi bisa seperti tahun 2019 atau 2018 belum tentu. Jadi, siapkan rencana bisnis Anda secara bertahap dan prudent investing. Ingat, investasi yang hati-hati tapi jangan berpikir negatif. Kita mesti optimis karena kita punya penduduk dengan jumlah besar yang bisa menyerap produk kita.

Nah, untuk tahun depan apa sektor yang menjanjikan dan sektor yang akan masih menghadapi tantangan?

Pertama, yang pasti apapun yang berhubungan dengan kesehatan, istilahnya bisnis kategori yang ada hubungannya dengan healthy pasti untuk tahun depan akan tetap berkembang. Karena sebelum Covid-19 pun perilaku konsumen untuk hidup sehat sudah ada, cuma dipercepat dengan adanya covid. Sehingga tahun depan bisnis yang berhubungan dengan healthy apapun itu pasti akan ada. 

Kedua, bisnis-bisnis yang akan menggunakan teknologi, internet, dan segala macam dalam membangun bisnis model itu akan berkembang pada tahun depan. Misalnya e-commerce, yang tumbuhnya masih 30% dibandingkan dengan ritel biasa yang masih minus saat ini. Cuma perdagangan lewat internet atau online dari total perdagangan yang ada di Indonesia itu masih kecil banget, kalau tidak salah hanya sekitar 5-6%.

Jadi, sebenarnya bisnis konvensional masih punya peluang banyak. Memang, persoalannya adalah kalau kondisi tidak berubah banyak dari yang sekarang ini maka tentu mereka harus mengubah modal bisnis.

Kemudian sektor apapun yang berhubungan dengan experience agar membuat orang lebih nyaman bekerja secara remote atau kehidupan secara remote. Misalnya, home entertainment seperti TV, live Instagram, semua melakukan remote. Jadi, bisnis yang bisa tap in atau memanfaatkan situasi seperti online education ini saya yakin akan terus ada. Malah, pendidikan konvensional itu bisa hilang suatu saat karena perubahan seperti ini.

Sehingga apapun bisnisnya ini harus menyesuaikan. Tourism pun tahun depan kalau kita sudah bebas dari Covid-19 saya tidak yakin pariwisata akan sama lagi dibanding tahun-tahun sebelumnya. Karena orang lebih berhati-hati saat ini. Penerbangan juga mungkin cara mereka melakukan SOP sudah berbeda lagi. Kalau tidak, mereka mungkin akan ditinggalkan konsumen. Ritel dan restoran pun mungkin tidak lagi sama.

Ekspor masih kesulitan, komoditas masih kesulitan, walaupun ekonomi agak tumbuh tahun depan tapi mungkin tidak secepat tahun-tahun sebelumnya. 

Boleh bagi kiat supaya bisnis lebih maju?

Kembali, saya sejak tahun 2010 sudah ada 10.300 entrepreneur di Indonesia yang ikut program kami. Saya ikut membina segala macam. Saya lihat perbedaan antara yang bisa survive dan maju tahun ini dengan yang sudah bangkrut begitu saja.

Pertama, apapun bisnis kita harus bisa menyesuaikan diri dengan perkembangan makro ini, masalah kesehatan. Kedua, mempersiapkan diri dengan bisnis model yang baru, teknologi. Suka atau tidak suka apapun bisnis model kita nantinya harus di-inject unsur teknologinya. Baik untuk penjualan, komunikasi, logistik, dan supply chain. Warung pun nanti harus ada unsur teknologi yang masuk.

Ketika saya ke China sekitar tiga tahun lalu, itu bukan di Beijing. Ssaya pergi ke Jalur Sutera ke atas di dekat Mongolia. Di situ tukang sayur saja sudah pakai WeChat untuk bisnis. Jadi, bayarnya sudah tidak cash. Kedua, mereka punya data, tidak perlu lagi catatan. Apapun itu semua harus pakai teknologi. Sekarang payment saja sudah ada, tapi persoalannya yang bisnis masih kecil mau atau tidak melakukan perubahan itu?

Karena itu, agar kita siap menghadapi masalah yang terjadi seperti sekarang ini. Itu yang saya namakan bisnis model.

Lalu cara kita cari supply tidak bisa seperti dulu lagi. Di China itu mereka punya supply chain yang luar biasa yang bisa bantu harga-harga di bawah itu bisa sangat murah sehingga mereka bisa dapatkan margin. Di kita pun harus menyesuaikan bisnis model dengan perkembangan teknologi, makro ekonomi, kebijakan pemerintah, dan perubahan dari perilaku konsumen. Itu yang paling penting. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: