- Home
- /
- Kabar Finansial
- /
- Bursa
Nasib Bank Milik Konglomerat RI: Dari Hartono, Hary Tanoe, hingga Chairul Tanjung
Perbankan ialah sektor yang mampu melahirkan sederet nama konglomerat Tanah Air. Bahkan, miliarder nomor satu di Indonesia, yakni duo Hartono pun menjadi kaya raya berkat investasinya di PT Bank Central Asia Tbk (BBCA).
Selain Hartono bersaudara, ada sejumlah konglomerat lainnya yang juga memiliki bank sebagai ladang uang, sebut saja Hary Tanoesoedibjo dan Chairul Tanjung. Lantas, seperti apa nasib dan kinerja keuangan dari masing-masing bank milik konglomerat tersebut? Adakah yang kebal terhadap Covid-19? Simak ulasan berikut ini.
Baca Juga: Bisnis RS Milik Konglomerat Berdarah-Darah: Dari Boenjamin Setiawan, Mochtar Riady, hingga Tahir
Baca Juga: Duel Media Televisi Milik Konglomerat: Hary Tanoesoedibjo vs Eddy Sariaatmadja, Siapa Juara?
BCA - Hartono Bersaudara
Hartono bersaudara menempati posisi pertama sebagai orang terkaya di Indonesia. Sebagian besar kekayaan tersebut bersumber dari investasinya dalam PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang juga merupakan bank swasta terbesar di Tanah Air.
Namun, bank sekelas BCA pun nyatanya tak kebal melawan pandemi Covid-19. Buktinya, sepanjang semester I 2020, BCA hanya mampu mengantongi laba bersih sebesar Rp12,24 triliun. Capaian tersebut tercatat 4,8% lebih rendah dari semester I 2019 yang kala itu mencapai Rp12,86 triliun. Kendati begitu, BCA mencetak pertumbuhan yang positif terhadap pendapatan.
Melansir dari laporan keuangan perusahaan, sampai dengan Juni 2020 pendapatan bunga dan syariah bersih BCA tercatat naik 10,49% dari Rp24,50 triliun menjadi Rp27,07 triliun. Pada saat yang bersamaan, beban operasional BCA membengkak 3,8% dari Rp15,65 triliun menjadi Rp16,25 triliun. Hal itulah yang kemudian menggerus laba BCA pada paruh pertama tahun ini.
Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja, mengungkapkan bahwa pihaknya telah berhasil menurunkan biaya dana pihak ketiga sehingga tekanan terhadap pendapatan bunga kotor dapat sedikit ditahan. Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa menurunnya laba ini juga merupakan imbas dari adanya pembentukan biaya cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) atas kredit menjadi sebesar Rp6,5 triliun.
"Pada semester pertama 2020, perseroan berhasil menurunkan biaya dana pihak ketiga sehingga membantu meringankan tekanan pada pendapatan bunga gross yang diakibatkan oleh peningkatan restrukturisasi kredit," pungkasnya secara virtual pada 27 Juli 2020 lalu.
MNC Bank - Hary Tanoesoedibjo
Bank swasta lainnya yang juga dimiliki oleh konglomerat Indonesia adalah PT Bank MNC Internasional Tbk (BABP). Kinerja bank dalam jaringan MNC Group milk Hary Tanoesoedibjo ini juga turut tertekan sepanjang semester I 2020 tahun ini. Namun, tekanan tersebut terbilang tidak signifikan.
Hal itu dapat tercermin dari capaian laba bersih MNC Bank hanya turun tipis 2,93% dari Rp5,28 miliar pada Juni 2019 menjadi Rp5,13 miliar pada Juni 2020. Dari segi pendapatan MNC Bank bahkan mampu mencetak kenaikan pada paruh pertama tahun ini.
Dalam laporan keuangan perusahaan dinyatakan bahwa per Juni 2020 ini, MNC Bank mengantongi pendapatan bunga bersih senilai Rp215,88 miliar. Angka tersebut 11,00% lebih tinggi dari Juni 2019 lalu yang hanya Rp194,47 miliar. Kinerja keuangan, khususnya pendapatan menjadi positif karena MNC Bank mampu menekan beban bunga dari yang sebelumya 326,15 miliar menjadi hanya Rp284,16 miliar.
Ditambah lagi, sepanjang enam bulan pertama tahun ini, sejumlah pos beban lainnya juga ikut membaik. Misalnya saja, beban kerugian nilai angkanya menurun dari 38,35 miliar pada tahun lalu menjadi Rp37,87 miliar pada tahun ini. Presiden Direktur MNC Bank, Mahdan, mengungkapkan bahwa selama masa pandemi ini, perusahaan telah mengupayakan untuk mengambil langkah yang tepat dan beradaptasi dengan situasi perlambatan ekonomi.
"Saat ini industri perbankan termasuk MNC Bank tengah berada dalam situasi yang membutuhkan ketepatan langkah dan keputusan, dimana pada satu sisi kami harus beradaptasi dengan disrupsi yang dihadirkan fintech. Di sisi lain, kami juga harus beradaptasi dengan perekonomian yang melambat namun tetap menjaga para debitur dapat melakukan bisnisnya," ujarnya seperti dikutip dari mncbank.co.id pada Selasa, 6 Oktober 2020.
Bank Mega - Chairul Tanjung
Konglomerat berjulukan Si Anak Singkong, yakni Chairul Tanjung juga mempunyai gurita bisnis di sektor perbankan melalui PT Bank Mega Tbk (MEGA). Di antara tiga lainnya, kinerja Bank Mega terbilang yang paling positif pada semester pertama tahun 2020 ini.
Seakan kebal pandemi, saat laba bank lainnya anjlok, Bank Mega justru mencetak pertumbuhan signifikan hingga 79,59% dari Rp891,39 miliar pada semester I 2019 menjadi Rp1,18 triliun pada semester I 2020. Padahal, pendapatan perusahaan periode tersebut hanya bertumbuh satu digit.
Dilansir dari laporan keuangan perusahaan, Bank Mega mengantongi pendapatan bunga bersih senilai Rp1,98 triliun per Juni 2020. Capaian tersebut melonjak 9,39% dari Juni 2019 lalu yang hanya Rp1,81 triliun. Jika dibedah, penyumbang terbesar atas pendapatan bunga Bank Mega adalah dari kredit yang mencapai Rp3,06 triliun pada awal tahun ini. Kontributor berikutnya adalah pendapatan efek sebesar Rp905,62 miliar dan penempatan di BI dan bank lain sebesar Rp64,06 miliar.
Pada saat bersamaan, laba operasional Bank Mega juga melonjak tinggi dari yang sebelumnya hanya Rp1,19 triliun menjadi Rp1,59 triliun. Kinerja keuangan Bank Mega menjadi begitu positif karena mampu mengikis beban operasional hingga puluhan miliar rupiah selama enam bulan pertama tahun ini. Jika pada Juni 2019 lalu beban operasional tercatat sebesar Rp1,78 triliun, angkanya jauh menurun menjadi Rp1,70 triliun pada Juni 2020 ini.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Lestari Ningsih
Editor: Lestari Ningsih