Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kim Jong-un, Orang Paling Kuat di Korut Menangis dan Akui Kegagalannya Sejahterakan Rakyat

Kim Jong-un, Orang Paling Kuat di Korut Menangis dan Akui Kegagalannya Sejahterakan Rakyat Pemimpin besar Korea Utara Kim Jong-un. | Kredit Foto: Rodong Sinmun

Alasan mendekat ke rakyat

Menurut seorang pengamat isu Korea Utara, Rachel Minyoung Lee, lewat wawancaranya denganReuters, mengatakan sikap lemah-lembut Kim yang tercermin dalam pidatonya minggu lalu itu merupakan peristiwa yang cukup ganjil, meskipun ia dikenal sebagai sosok yang ekspresif.

"Pidatonya itu untuk dan tentang rakyat Korut," kata dia, sebagaimana dikutip dari Reuters, Selasa.

Lee menambahkan biasanya pidato-pidato Kim banyak berisi jargon-jargon dan ungkapan apresiasi untuk Partai Buruh di Korea Utara.

"Orang-orang menyampaikan terima kasih kepada partai kami, tetapi mereka yang sebenarnya pantas menerima ucapan terima kasih," kata Kim kembali menegaskan pentingnya peran rakyat dalam mempertahankan keutuhan bangsa.

Ia mengatakan bahwa, saat negara membutuhkan bantuan, rakyat Korut selalu siap sedia membantu berbagai program pemerintah, salah satunya pembangunan sejumlah infrastruktur penting di Korea Utara.

"Karena rakyat selalu bersama partai, maka negara ini mampu bertahan dan mencatatkan berbagai macam keajaiban apa pun tantangannya," ujar Kim.

Retorika "Kim bersama rakyat" itu kemungkinan merupakan salah satu usaha pemimpin tertinggi di Korut untuk lebih mendekat ke rakyatnya, sehingga ia dapat "berlindung" di balik dukungan rakyat di tengah berbagai tekanan komunitas internasional dan para pembelot di luar. Para pembelot menginginkan rezim Kim turun dari pucuk kekuasaan.

Pasalnya jika melihat ke belakang, banyak negara yang dipimpin oleh rezim otoriter pada akhirnya tumbang karena gelombang aksi protes massa.

Peristiwa "Arab Spring" yang dimulai pada awal 10 tahun yang lalu jadi salah satu bukti bahwa ketidakpuasan dan ketidakpercayaan rakyat terhadap rezim penguasa bisa menjadi "senjata makan tuan", yang mampu memaksa rezim turun dari pucuk kekuasaan.

Barangkali, Kim belajar dari kegagalan sesama pemimpin diktator sehingga lewat pidatonya minggu lalu, ia berulang kali berterima kasih kepada rakyatnya, meminta maaf, bahkan meneteskan air mata.

Dalam pidatonya,Kim tidak ragu mengatakan bahwa segala privilese yang ia nikmati sebagai seorang pemimpin tertinggi di Korea Utara merupakan mandat dari rakyat, berkat rakyat, dan untuk rakyat.

"Berkat kepercayaan yang sangat besar yang tidak disangka-sangka oleh satu orang pun di dunia, saya berhasil melalui segala kesulitan dan tantangan tanpa ragu, menghilangkan rasa ego dan mengabdi untuk kepentingan rakyat, turun di pertempuran hidup atau mati -- yang dapat berujung perang, serta menanggulangi bencana yang sebelumnya tidak pernah terjadi di negeri ini," ucap Kim, kembali meninggikan peran rakyat.

"Saya akan selalu menjunjung tinggi kepercayaan ini, karena sebuah kehormatan bagi saya untuk melayani dan berjuang untuk rakyat (Korut)," ujar dia kepada rakyat saat parade militer.

Di tengah sulitnya mendapatkan akses informasi di Korea Utara, kesan yang bisa ditangkap adalah banyak warga setempat mungkin menganggap sikap Kim itu sebagai bentuk apresiasi dan simpati terhadap rakyat. Banyak warga Korut yang tampak terbawa suasana dan terharu saat mendengar pidato sang pemimpin tertinggi.

Namun, jika rakyat Korut memiliki kebebasan untuk berpendapat dan berekspresi tanpa ada ancaman --dan akses informasi terbuka luas, mungkin juga keadaan sebenarnya jauh berbeda dari yang ditampilkan di layar televisi di Korea Utara.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: