Ketua Fraksi PKS DPR Jazuli Juwaini: Satu Tahun Jokowi Masih Jauh dari Capaian Keberhasilan
Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini menilai kinerja satu tahun Pemerintahan Jokowi-Makruf Amin jauh dari keberhasilan bahkan cenderung memprihatinkan. Hal ini diperparah faktor eksternal pandemi covid-19 yang sayangnya tidak ditangani dengan manajemen dan kepemimpinan yang efektif.
Meski demikian, apresiasi tetap disampaikan Jazuli Juwaini di tengah hantaman covid-19 Indonesia termasuk negara yang tidak terdampak dalam, dibandingkan negara lain.
Respon cepat tim ekonomi juga mendapat apresiasi, termasuk dalam kerjasama dengan BI dalam menjaga stabilitas rupiah dan pendanaan dampak covid. Jazuli juga bersyukur sampai kini tidak ada laporan bank yang collaps. Sementara dari sisi penanganan dampak covid, percepatan realisasi bansos kepada masyarakat diharapkan dapat meningkatkan daya beli dan ekonomi.
"Catatan serius pada penanganan covidnya sendiri. Sayangnya pemerintah tidak hadir dengan manajemen dan kepemimpinan bencana yang efektif sehingga jelas arah dan kebijakan mengatasi covid dan dampaknya. Akibat ketidakjelasan tersebut, kita tidak pasti kapan terminasi pandemi. Beban ekonomi juga semakin berat jika berlarut-larut. Instruksi dan harapan Presiden pun kepada jajarannya selalu meleset," ungkap Jazuli.
Secara ekonomi kinerja satu tahun Jokowi sejak dilantik 20 oktober cenderung turun bahkan sejak triwulan I 2020 sebelum pandemi pertumbuhan ekonomi hanya 2,97% (yoy). Diperparah pandemi, ekonomi kita semakin terpuruk. Alhasil tingkat kesejahteraan ekonomi rakyat memburuk.
Ditandai dengan melonjaknya kemiskinan dalam setahun ini menjadi 27,5 juta orang/10,2% (naik 3 juta dari akhir 2019). Demikian halnya dengan tingkat pengangguran naik 5,5 jt orang menjadi 12,7 juta orang/9,1%. Juga rasio gini (disparitas kaya dan miskin) meningkat dari 0,380 di akhir 2019 menjadi 0,382. Hutang pemerintah juga melonjak tajam. Dalam satu tahun penambahan hutang sebesar 323,27 Triliun. Sehingga total hutang Indonesia sampai Agustus 2020 mencapai 6,035,3 Triliun.
Kondisi pandemi yang tidak terkelola dengan baik mengakibatkan kondisi ekonomi nasional yang makin sulit. Kebijakan PSBB yang tidak konsisten, gonta-ganti leading actor dan sector dalam manjemen covid, hingga realisasi stimulus ekonomi yang berjalan sangat lambat. Ini semua menunjukkan ketidakberesan dalam manajemen dan kepemimpinan pemerintah di tengah krisis.
Dalam catatan resmi dan evaluasi sejumlah lembaga riset ekonomi yang kredibel, realisasi anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan Penanganan Covid-19 sampai dengan 14 Oktober 2020 baru mencapai angka Rp344,11 triliun atau 49,5% dari pagu Rp 695,2 triliun. Kinerja Pemerintah dalam penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tidak optimal. Pemerintah harus meningkatkan kinerjanya dalam tiga bulan kedepan.
Dari data Penanganan Covid-19 dan PEN 2020, realisasi Kesehatan (31,51), sektoral K/L (26,40) dan insentif dunia usaha (24,61), masih berada dibawah 50%. Kinerja penyerapan ketiga sektor tersebut belum optimal. Pemerintah perlu membuka data bantuan untuk korporasi (non UMKM), sampai saat ini belum terdapat angka realisasi dan pencapaiannya.
Pemerintah perlu mengevaluasi program-program perlindungan sosial, khususnya kartu pra kerja. kartu prakerja sebaiknya dirombak total jadi bantuan sosial khusus pada korban PHK jadi sangat spesifik by name by addres. Datanya sudah tersedia di BPJamsostek dan bisa diverifikasi di perusahaan yang melakukan PHK.
Di luar serapan yang masih rendah di atas, dua sektor yang serapan tinggi yaitu perlindungan sosial 81,94% dan insentif UMKM 91,77%. Fraksi PKS mengapresiasi capaian ini, sesuai dengan desakan Fraksi PKS selama ini. Tentu saja harus didukung data dan verifikasi yang benar dan valid sehingga menghindari penyelewengan.
Kondisi Politik-Hukum
Fraksi PKS juga menyoroti kondisi politik dan penegakan hukum selama satu tahun pemerintahan Jokowi-Makruf Amin. Koalisi besar pemerintah diakui mampu mengkonsolidasi kekuatan politik baik di pemerintahan maupun parlemen. Sayangnya Fraksi PKS menemukan kecenderungan keputusan-keputusan politik yang semakin oligarkis dan miskin diskusi publik.
Hal ini misalnya terjadi pada proses pengajuan dan pengesahan Perppu penanganan Covid dan dampak ekonominya dan paling mutakhir pada pembahasan dan pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja dimana penolakan oposisi dan suara kritis publik di luar parlemen seperti tidak dihiraukan pemerintah. Bahkan untuk sekedar menunda RUU supaya fokus pada penanganan dampak covid juga tidak dihiraukan.
"Lebih disesalkan lagi ada semacam kondisi dimana kelompok kritis berusaha dibungkan suaranya dengan berbagai narasi yang menyudutkan. Pun, aksi demonstrasi juga cenderung dihambat dengan berbagai cara. Dan bahkan, sejumlah tokoh dan kelompok kritis ditangkap dan diproses hukum, yang sulit untuk tidak mengatakan kental bernuansa politis," ungkap Jazuli.
Anggota Komisi I DPR ini menegaskan sudah banyak tokoh dan lembaga yang memiliki reputasi menilai demokrasi dan penegakan hukum di satu tahun periode kedua Jokowi ini mengalami kemunduran. Berdasarkan laporan luas, masyarakat merasa ada ketidakadilan dalam proses penegakan hukum. Hukum dirasakan tebang pilih. Sebagian masyarakat cepat diproses bahkan ditangkap dan langsung menjadi tersangka, sementara sebagian masayarakat lain sudah berkali-kali dilaporkan tapi tidak terlihat prosesnya.
Atas dasar evaluasi tersebut, Ketua Fraksi PKS meminta agar pemerintah lebih bijak dan memperhatikan suara-suara kritis masyarakat, mengedepankan dialog dan persuasi, bukan malah menghadapinya dengan berbagai narasi yang menyerang, aparat yang represif, serta jeratan proses hukum. Karena kritik yang disampaikan sejatinya sama-sama untuk kemajuan bangsa yang bermartabat dan berdaulat.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: