Setelah menjadi kesayangan investor, saham PT Bank BRISyariah Tbk (BRIS) dicampakan habis-habisan oleh investor. Hal tersebut terlihat dari kinerja saham bank yang bakal menjadi Bank Syariah terbesar di Indonesia tersebut.
Investor mulai menganak tirikan saham Bank BRISyariah sejak peradgangan saham 15 Oktober 2020 lalu. Saat itu, saham BRIS menyentuh level tertingginya di posisi Rp1.690 per saham. Kenaikan ini dipicu oleh rencana penggabungan (merger) bank-bank BUMN Syariah yakni PT Bank BRISyariah Tbk (BRIS), PT Bank Syariah Mandiri (BSM) dan PT Bank BNI Syariah (BNIS). Pasalnya, setelah dilebu total aset dari Bank Syariah BUMN nantinya akan mencapai Rp214,6 triliun dengan modal inti lebih dari Rp20,4 triliun.
Sayangnya, setelah itu hingga penutupan perdagangan pekan ini saham BRIS terus turun hingga mandek di harga Rp1.210 per saham. Ketua Umum Asoasiasi Analis Efek Indonesia (AAEI), Edwin Sebayang mengungkapkan bahwa secara teknikal, kenaikan yang demikian cepat beberapa waktu memunculkan beberapa gap diharga Rp1.125 per saham hingga Rp1.200 per saham.
“Kenaikan yang demikian cepat juga membuat saham BRIS menjadi overbought sehingga perlu cooling down, makanya tidak heran terjadi profit taking,” kata Edwin, saat dihubungi, di Jakarta, Jumat (23/10/2020).
Baca Juga: Bank Syariah BUMN Bakal Masuk BUKU III
Namun, secara secara fundamental kata pria yang merupakan Head of Research MNC Sekuritas ini menilai banyak informasi yang salah kaprah dan cenderung menyesatkan terkait dengan nilai wajar dari BRISyariah setelah merger. “Menurut perhitungan harga wajar dari BRIS setelah merger sekitar Rp1.900-an. Jadi kejatuhan saham BRIS saat ini adalah suatu opportunity atau kesempatan untuk melakukan pembelian atas saham tersebut karena saya optimis kedepannya saham BRIS bisa mencapai minimal Rp2.800-an,” tegasnya.
Ia pun mengutarakan jika melihat merger sebelumnya seperti, Bank Mandiri (BMRI) hasil gabungan dari merger dari 4 bank yakni EXIM, BBD, Bapindo & BDN ditahun 1999, setelah BMRI IPO di tahun 2003 diharga Rp675 per saham, sekarang harganya Rp5.525 per saham. “Sederhananya 3 entitasBUMN syariah bergabung akan membuat aset dan ekuitas bank hasil merger tersebut semakin besar,” pungkasnya.
Seperti dikethui, PT Bank Mandiri (Perssero) Tbk akan menjadi induk dari bank syariah BUMN dengan mengempit sebanyak 51,2% saham, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) akan mendapat jatah 25%, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) 17,4%, DPLK BRI Saham Syariah 2% dan publik 4,4%.
Baca Juga: Erick Nafsu Berat Buat Bank Syariah Besar, Gak Mau Kalah Sama Malaysia Ya?
Dalam prospektus ringkasan rancangan penggabungan antara BRISyariah, BSM dan BNIS yang diterbitkan dibeberkan bahwa berdasarkan laporan penilaian tertanggal 8 Oktober 2020, No.00368/2.0059-02/BS/07/0242/1/X/2020, KJPP Suwendho Rinaldy dan Rekan berpendapat bahwa nilai pasar wajar dari 100,00% ekuitas BRIS pada tanggal 30 Juni 2020 adalah sejumlah Rp7,59 triliun atau setara dengan Rp781,29 per saham.
Sementara itu, berdasarkan laporan penilaian tertanggal 8 Oktober 2020, No. 00086/2.0162-00/BS/07/0153/1/X/2020, KJPP Kusnanto dan Rekan berpendapat bahwa nilai pasar wajar dari 100,00% ekuitas BSM pada tanggal 30 Juni 2020 adalah sejumlah Rp16,33 triliun atau setara dengan Rp27.321,67 per saham.
Lalu, berdasarkan laporan penilaian tertanggal 8 Oktober 2020, No. 00272/2.0047-05/BS/09/00465/1/X/2020, KJPP Iwan Bachron dan Rekan berpendapat bahwa nilai pasar wajar dari 100,00% ekuitas BNIS pada tanggal 30 Juni 2020 adalah sejumlah Rp7,99 triliun atau setara dengan Rp2.734.726,87 per saham.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri