Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Islamofobia Macron dan Efek Bumerang dari Mantra Menteroriskan Muslim

Islamofobia Macron dan Efek Bumerang dari Mantra Menteroriskan Muslim Kredit Foto: Antara/REUTERS/Gonzalo Fuentes

Sejarawan Prancis Dominique Vidal mengamati bahwa Prancis di bawah Macron bergerak hari demi hari ke arah ekstrem kanan. Menurut Vidal, penyimpangan semacam itu terjadi pada tiga tingkatan: retoris, politik, dan praktis.

Salah satu prinsip utama buku pedoman neo-konservatif Amerika adalah menggunakan mantra terorisme untuk membuat stereotipe agama Islam secara keseluruhan sambil membungkam perspektif oposisi di dalam negeri.

Selama era George W. Bush, para pemimpin neo-kontra, seperti Norman Podhoretz, meminta AS untuk secara paksa mendidik kembali rakyat Timur Tengah agar sejalan dengan pemikiran para pemimpin Amerika.

Bersamaan dengan itu, Jaksa Agung John Ashcroft menyatakan bahwa suara kritis “hanya membantu teroris,” sehingga merendahkan organisasi masyarakat sipil dan peneliti kritis yang berani menentang strategi pemerintahannya.

Macron memainkan lagu yang sama. Langkah pertama Presiden Prancis adalah menjelekkan Islam dan mengusulkan untuk mereformasi Islam. Dia kemudian melanjutkan untuk menutup Collective Against Islamophobia in France (CCIF), sebuah LSM yang melacak kejahatan kebencian anti-Muslim di Prancis.

Keputusan ini ditentang oleh lebih dari 50 kelompok masyarakat sipil dan akademisi. Dalam komunikenya, mereka menyatakan dukungan kuat mereka kepada organisasi yang telah memerangi rasisme dan diskriminasi yang menargetkan Muslim selama 20 tahun terakhir.

Demikian pula, penggunaan istilah yang merendahkan 'islamo-gauchiste' (Islamo-kiri) oleh lingkungan tertinggi pengambilan keputusan di Prancis, termasuk menteri pendidikan Prancis, dirancang untuk membungkam suara-suara oposisi. Ini termasuk akademisi dan intelektual yang menyerukan untuk memerangi terorisme (dan kejahatan apa pun dalam hal ini) dalam batas-batas hukum, prinsip-prinsip demokrasi, dan akuntabilitas publik.

Taktik retoris ini menimbulkan ketakutan dan keraguan sambil mencampurkan stereotip agama dan ancaman sekuler sekaligus.

Efek bumerang

Terlepas dari upaya Macron untuk menerapkan strategi ini secara internal, gerakannya telah menjadi bumerang di ranah internasional. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengkritik bakat Macron dan penyimpangannya terhadap fasisme.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: