Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Di-Framing LSM Antisawit, Ini Upaya Mitigasi & Preventif Karhutla

Di-Framing LSM Antisawit, Ini Upaya Mitigasi & Preventif Karhutla Pekerja menimbang tandan buah segar (TBS) kelapa sawit usai dipanen di Tebo Ilir, Tebo, Jambi, Selasa (22/9/2020). Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mencatat nilai ekspor minyak sawit dan turunannya pada Juli 2020 meningkat 15 persen atau mengalami kenaikan sebesar 244 juta dolar AS, menjadi 1,86 miliar dolar AS dibandingkan bulan sebelumnya. | Kredit Foto: Antara/Wahdi Septiawan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi pada 2015 dan 2019 menjadi isu yang menarik bagi LSM antisawit nasional dan internasional sebagai framing bahwa kelapa sawit merupakan driver utama karhutla di Indonesia.

Padahal, jika melihat data Global Forest Watch terkait sebaran titik api tahun 2019 berdasarkan land use diketahui bahwa sekitar 68 persen titik api ternyata berada di luar konsesi. Sementara itu, titik api yang berada dalam konsesi industri perkebunan kelapa sawit relatif sedikit yakni hanya 11 persen.

Angka ini juga lebih sedikit dibandingkan dengan titik api di konsesi industri pulpwood yang sebesar 16 persen. Artinya, luas karhutla yang terjadi di area open acces lebih besar dibandingkan di area konsesi termasuk konsesi sawit.

Baca Juga: Luar Biasa! Limbah Sawit Bisa Jadi Benang dan Kain Tenun

Dalam laman Palm Oil Indonesia disebutkan, "jika terjadi loncatan api dari lahan open access ke area konsesi perkebunan sawit atau perkebunan sawit rakyat, maka akan dengan cepat sekali terbentuk framing isu bahwa perusahaan perkebunan atau petani sawit sengaja membakar lahan untuk membuka lahan perkebunan."

"Sehingga para pelaku industri sawit tersebut diharuskan bertanggung jawab dengan membayar denda dengan nominal yang cukup besar atau hukuman penjara. Padahal logikanya, tidak ada perusahaan atau petani yang mau membakar lahannya karena hanya akan membawa kerugian material yang besar seperti penurunan produktivitas kebun dan terganggunya aktivitas pemanenan."

Terkait hal tersebut, pakar hukum lingkungan dan industri kelapa sawit, Rio Christiawan menyampaikan bahwa upaya mitigasi dan preventif dari para pelaku perkebunan sawit baik perusahaan maupun petani untuk mencegah terjadinya karhutla dan menghadapi implikasi hukum jika karhutla sudah terjadi penting dilakukan.

Upaya yang dapat dilakukan tersebut antara lain manajemen hotspot termasuk di dalamnya membuat peta sebaran api dan memantau peta sebaran api secara periodik serta melakukan pengawasan dan ground checking melalui patroli yang melibatkan masyarakat sekitar.

"Perusahaan perkebunan dan petani (kelembagan petani) juga perlu melengkapi kebunnya dengan peralatan dan unit khusus pemadam kebakaran pada kebun. Berbagai upaya mitigasi tersebut harus terdokumentasi dengan baik melalui foto, video, dan berita acara kegiatan," seperti dilansir dari Palm Oil Indonesia.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Rosmayanti

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: