Lukman juga menyinggung hasil survei Agustus yang dilakukan oleh Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC). Menurutnya bisa dibilang SMRC ini seniornya Indikator, walau berbeda lembaga tapi satu sama lain saling berkelindan. Dalam rentang 18 sampai 23 Agustus, SMRC menempatkan pasangan Benyamin-Pilar di posisi teratas dengan 39,3 persen, sementara pasangan Muhamad-Saras sekadar mendapatkan 20,8 persen. Selisih kedua pasangan di survei SMRC ini adalah sebesar 18,5 persen.
Sementaar di bulan yang sama, Indikator turun survei namun hasilnya sangat jauh berbeda. Turun lapangan dari 27 Juli sampai dengan 1 Agustus, Indikator menemukan elektabilitas Benyamin Pilar sebesar 27,8 persen dan Muhamad - Saraswati sebesar 22,6 persen. Selisih keduanya hanya terpaut 5,2 persen.
"Jadi ini dua lembaga, satu poros, turun di bulan yang sama, hasilnya satu sama lain berbeda. Mana yang mau dipercaya? Keduanya sama-sama group Saiful Mujanilah begitu kira-kira," ujarnya.
Lukman menegaskan, hasil survei SMRC hasilnya berdekatan dengan hasip survei beberapa lembaga lain, intinya selisih antara Benyamin dengan Muhamad sebesar dua digit. Hanya satu lembaga yang menemukan selisih keduanya satu digit yaitu indikator politik.
"Jadi kalau kemudian survei bulan November ini Indikator menyatakan Muhamad sudah menyalip Benyamin sepertinya rasional, karena selisih sebelumnya hanya 5,2 persen tapi justru di situ pertanyaan kritisnya," ungkap alumni Fakultas Ushuluddin IAIN Ciputat ini.
Pertanyaan kritis lain yang layak disampaikan adalah peristiwa apa yang membuat Muhamad-Saraswati menyalip Benyamin-Pilar. Apakah Benyamin dan Pilar Saga tidak turun blusukan? Apakah mereka tidak punya jaringan? Apakah mereka tidur-tiduran? Kalaupun ada serangan yang ditujukan khusus ke paslon itu, nyatanya tidak menjadi discourse publik dan soal serangan ini sesungguhnya kalau melihat berbagai group dimana buzzer para paslon bertempur, posisinya seimbang saja. Isu korupsi dilawan pake isu korupsi, isu kebohongan publik juga sama.
"Jadi memang di situ pentingnya tidak mengacu pada satu lembaga survei. Menjadikan hasil survei indikator ini sebagai satu-satunya ukuran untuk mengetahui peta kekuatan di pilkada Tangsel akan membuat kita semua sesat dan tertawa sendiri," ujarnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil