Tepat hari ini, 18 November 2020, perkebunan kelapa sawit Indonesia telah berusia 109 tahun. Terkait hal tersebut, Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) menyelenggarakan peringatan Hari Sawit Nasional dengan tema "Sawit Indonesia untuk Kejayaan Bangsa" secara virtual pada Rabu (18 November 2020).
Kegiatan ini diikuti 200 orang dari perwakilan asosiasi, akademisi, masyarakat, dan jurnalis. Ketua Umum DMSI, Derom Bangun, memaparkan bahwa penetapan tanggal 18 November sebagai Hari Sawit Nasional didasari atas komersialisasi kebun sawit yang dimulai pada 18 November 1911 di Pulo Raja, Asahan, Sumatera Utara.
Baca Juga: Industri Sawit Serap Tenaga Kerja dan Sumbang Devisa Terbesar
Derom yang akrab dipanggil Duta Besar Sawit ini mengatakan, "Dalam peringatan hari sawit, perlu dipikirkan kemajuan yang telah dicapai dan apa yang perlu diperbaiki ke depan."
Dengan luas lahan sawit Indonesia yang mencapai 16,381 juta hektare, nilai ekspor industri perkebunan sawit tercatat US$20,5 miliar (atau sekitar Rp300 triliun) pada 2019 dan di tahun 2020 ini diperkirakan besaran nilai ekspor yang sama juga masih dapat diraih.
Pasar Domestik diproyeksikan tumbuh dari 10,9 juta ton pada 2019 menjadi 12,6 juta ton pada 2025. Kemudian, konsumsi domestik ini akan ditambah dengan penggunaan bahan bakar nabati dari 5,8 juta ton pada 2019 menjadi 32,4 juta ton pada 2025.
Meskipun demikian, tak dapat dimungkiri bahwa sejumlah persoalan terkait lahan sawit masih banyak ditemukan. Ketua Umum DPP Apkasindo, Gulat Manurung, mengatakan bahwa aturan turunan UU Cipta Kerja yang telah diresmikan perlu dikawal untuk menyelesaikan persoalan kebun sawit di dalam kawasan hutan. Petani ingin kebun yang terlanjur tanam sawit di kawasan hutan agar segera dikukuhkan menjadi legal sehingga dapat diikutsertakan dalam program Peremajaan Sawit Nasional (PSN) dan memperoleh sertifikat ISPO.
Terkait hal tersebut, Ketua Umum Gapki, Joko Supriyono, mengatakan, "Memang RPP turunan UU Cipta Kerja ini perlu dikawal. Sedikit-dikit denda dan cabut izin. Saya setuju dengan Pak Gulat untuk kawal."
Dari aspek perdagangan, Joko berpendapat, pemerintah sebaiknya dapat membantu mengatasi hambatan dagang di negara tujuan ekspor. Dengan begitu, keinginan untuk menjadi market leader dapat tercapai jika perdagangan menjadi panglima sektor.
Menutup hal tersebut, Guru Besar IPB, Prof. Bungaran Saragih, mengatakan bahwa sawit merupakan kebanggaan Indonesia yang menjadi simbol bangsa. "Kita telah menjadi global player dan most powerful producer maupun eksportir. Sawit dari tidak terkenal menjadi pemain utama, tapi cara kita sebagai bangsa mengelola ini belum kita dapatkan. Lalu cara mengelola ini dipengaruhi masa lalu, bukan cara di masa depan bagaiman kita pemimpin dunia."
Bungaran berpendapat, apabila komoditas strategis ini tidak dapat dikelola baik, kelapa sawit akan hilang. "Persoalan kita sekarang, bagaimana mengelola kelapa sawit ini. Dan ini belum ada," jelasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: