Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Hotel yang Dijaminkan ke Bank Pindah Tangan, Nenek Ini Minta Keadilan ke DPR

Hotel yang Dijaminkan ke Bank Pindah Tangan, Nenek Ini Minta Keadilan ke DPR Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Tuty Suryani, lansia 80 tahun didampingi putrinya Tien Budiman mendatangi kantor DPR mengharapkan keadilan. Dia merasa telah tertipu ketika mengajukan pinjaman dana kepada PT. Indosurya Inti Finance (IIF) sebesar belasan miliar rupiah, yang ternyata berujung pada, harta miliknya yang dijadikan jaminan, Hotel Surya Baru miliknya yang berlokasi di Jalan Batu Ceper, Jakarta Pusat malah telah berpindah tangan pada pihak ketiga yang tidak diketahui identitasnya. Baca Juga: Bos OJK: Maybank Diduga Kuat Lakukan Shadow Banking

Cerita ini bermula pada 27 Juli 2017, saat itu Tien Budiman, putrinya menandatangani fasiitas pembiayaan dengan PT Indosurya Inti Finance (Indosurya Finance) sebesar Rp 12,265 miliar. Sejatinya dana tersebut akan digunakan untuk merenovasi dan menambah fasilitas hotel. Namun pihak Indosurya Finance hanya mencairkan Rp 8,142 miliar dengan alasan sebanyak Rp 4,123 miliar atau sekitar 33% dari pinjaman merupakan biaya-biaya yang harus ditanggung debitur. Baca Juga: Prospek Neobank Tinggi, OJK atau BI yang Bakal Awasi?

Tien bilang, meski yang cair hanya Rp 8,142 miliar pihaknya tetap memiliki outstanding pembiayaan Rp 12,265 miliar dan harus mencicil hampir Rp 300 juta per bulan. “Dana yang cair tidak mencukupi untuk melanjutkan program renovasi hotel, akibatnya hal ini (renovasi) urung dilakukan, namun saya tetap harus membayar cicilan penuh,” urainya kepada Wartawan di Gedung DPR RI, Jumat (20/11/2020). 

Kondisi ini membuat hotel berhenti beroperasi, Namun Tien mengaku telah mencicil dalam kurun waktu Februari 2018 hingga April 2019 dengan total pembayaran Rp 4,40 miliar. “Bila dikurangi pinjaman yang saya terima, saya sudah membayar lebih dari separuh pokok pinjaman,” tandasnya. 

Diakui Tien, setelah April 2019 pembayaran cicilannya macet karena hotel tak lagi menghasilkan pendapatan, saat itu dia mengaku menghubungi Indosurya untuk melakukan pelunasan dari sumber dana lain. Pelunasan ini harus dilakukan lantaran hasil apresial pihak independen menyebut nilai Hotel Surya Baru yang diagunkan mencapai Rp 83 miliar atau jauh lebih tinggi dari outstanding pinjaman Rp 12,26 miliar. 

“Saat saya ingin melunasi pinjaman pada November 2019, pihak Indosurya selalu menghindar, bahkan menawari saya bridging loan Rp 25 miliar, saya tolak karena saya yakin akan ada potongan besar lagi,” imbuhnya.

Bukan kabar baik yang diterima, Nenek Tuty malah mendapat kabar tak sedap, tanpa sepengetahuannya, pada 5 Desember 2019 pihak Indosurya Finance ternyata telah melego hak tagih piutangnya (cessie) pada pihak ketiga bernama Ade Ernawati yang beralamat di Sukabumi, Jawa Barat. Libertus Jehani selaku Pengacara Nenek Tuty pun mencari keberadaan Ade Ernawati dan menurutnya dari sisi ekonomi pihak tersebut tidak memiliki kemampuan membeli cessie senilai miliaran rupiah. 

“Patut diduga ini merupakan upaya pengambilalihan aset Hotel Surya secara terencana," papar Libertus. 

Menurutnya, Ade bahkan telah bertindak jauh dengan mengajukan lelang atas tanah dan bangunan dimaksud kepada KPKNL senilai Rp 21,80 miliar. Dari sanalah Keluarga Nenek Tuty mulai melakukan upaya hukum dengan mengajukan gugatan terhadap pihak Indosurya Finance, Ade Ernawati, Notaris KPKNL Jakarta V dan BPN Jakarta Pusat ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 2 November 2020. 

“Perkara ini pun disampaikan secara resmi ke KPKNL Jakarta V agar proses lelang tersebut dihentikan/dibatalkan,” ujar Libertus. 

Upaya mencari keadilan terus dilakukan, setelah mengajukan gugatan hukum, Keluarga Nenek Tuty mengadukan nasibnya kepada Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, dalam hal ini diterima oleh Effendi Sianipar. Anggota Fraksi PDI Perjuangan ini mengaku prihatin terhadap masalah yang menimpa Nenek Tuty dan dirinya siap melakukan langkah-langkah pembelaan dengan menyampaikan masalah ini ke lembaga-lembaga terkait melalui Komisi III dan Komisi XI DPR-RI. 

“Dalam waktu dekat saya akan memanggil pihak Indosurya Finance, juga meminta Otoritas Jasa Keuangan menyelidiki Indosurya Finance. Selain kami juga meminta Kepolisian dan Kejaksaan Agung RI untuk mengawasi jalannya proses perkara ini dalam rangka menegakkan peraturan perundang-undangan yang berlaku agar timbul keadilan bagi pihak yang didzolimi dan dirugikan,” urainya. 

Sementara terkait proses lelang, Effendi meminta KPKNL V Jakarta untuk meninjau ulang dan membatalkan proses lelang atas objek jaminan dalam perkara ini dalam rangka melaksanakan amanat perundang-undangan yang berlaku.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: