Hidup Minimalis Jadi Kunci Kaya Raya bagi Raditya Dika, Begini Tipsnya!
Bahkan, beberapa orang memilih berutang untuk gaya hidup, bukan untuk kebutuhan hidup yang esensial. Lebih parahnya lagi adalah kebanyakan rakyat Indonesia tidak memiliki tanggung jawab untuk mengembalikan utang tersebut. Ligwina mengingatkan apabila ada yang ingin berutang pastikan untuk dicatat di atas kertas tertulis dengan rapi.
Terlebih, meminjam uang itu harus jelas kegunaannya untuk apa. Menurut financial planning, gadget adalah hal yang tak boleh dicicil. Kecuali memang seorang desainer yang membutuhkan laptop canggih dan itu bisa menjadi aset yang bisa bertumbuh dan menghasilkan uang, maka boleh untuk dicicil. Selain itu, harus melihat periode pakai barang tersebut berapa lama. Jangan sampai periode pakai suatu barang dan periode mencicilnya malah lebih lama.
Lantas, bagaimana dengan pernikahan yang untuk selamanya, apakah boleh berutang?
Ligwina menceritakan ada orang yang berutang untuk menikah dan harus mencicil sampai 3 tahun setelahnya. Bahkan ketika anaknya akan lahir, mereka tak memiliki uang karena harus membayar utang. Jadi, kalau memang ingin mengutang untuk menikah, jangan menangis atas konsekuensi yang akan dihadapi.
Apabila sudah terjebak utang itu, maka harus menghentikan semua pengeluaran gaya hidupnya. Untuk diketahui, pos pengeluaran ada 5 yaitu cicilan utang, pengeluaran rutin, investasi dan menabung untuk masa depan, sosial untuk menolong orang dan terakhir lifestyle atau gaya hidup.
Orang yang sudah terlilit dengan utang hanya diperbolehkan melakukan 2 pengeluaran yaitu cicilan utang dan pengeluaran rutin. Dengan demikian, bisa mengalokasikan dana untuk mencicil utang hingga utang selesai. Selain itu, bisa mengecek aset, deposito dan asuransi yang dimiliki apakah bisa dicairkan untuk menutupi sebagian utang tersebut.
Budget menikah adalah budget yang paling menyusahkan bagi para financial planner karena tidak ada budgetnya. Akhirnya berujung pada rasa tanggung jawab manusia itu sendiri. Hal ini sudah menjadi budaya bagi Indonesia karena nilai gotong royong di Indonesia itu tinggi, sementara tanggung jawab itu rendah. Tetapi untuk menikah, siapa yang akan 'iuran' membantu pernikahan? Faktanya, tidak ada.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajria Anindya Utami
Editor: Fajria Anindya Utami
Tag Terkait: