Satu lagi gerakan penolakan kemasan sekali pakai oleh masyarakat yang peduli lingkungan. Kali ini produk galon sekali pakai yang gencar diiklankan banyak diprotes publik. Salah satunya Elhan dan Helfia, anak muda yang peduli lingkungan, yang kemudian memulai petisi agar produsen air mineral tersebut menghentikan produksi galon sekali pakai dan menarik kembali produk galon sekali pakai yang beredar di masyarakat. Petisi yang bisa diakses di www.change.org/tolakgalonsekalipakai itu kini sudah mendapat lebih dari 17 ribu tanda tangan dalam waktu kurang dari sebulan.
Dalam petisi tersebut, Elhan dan Helfia menjelaskan sebelum hadirnya galon sekali pakai, mereka sudah lebih dahulu memulai aksi pengurangan plastik sekali pakai dengan mengikuti program Envirochallenge, sebuah program edukasi lingkungan untuk siswa sekolah menengah atas yang digagas oleh Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP). Dalam program yang sudah dijalankan bersama dengan rekan-rekan di sekolah masing-masing, mereka menyediakan galon isi ulang di tempat strategis di sudut sekolah agar para siswa dapat mengisi ulang air minum mereka dan tidak lagi membeli air mineral kemasan.
Baca Juga: Awas! Beredar Isi Ulang Aqua Galon Palsu
"Pertama lihat iklan soal galon sekali pakai ini, jujur kami sedih. Upaya kami untuk mengurangi wadah plastik sekali pakai dengan galon isi ulang seakan dipatahkan oleh hadirnya galon sekali pakai. Padahal, mengubah kebiasan teman-teman di sekolah untuk membawa botol minum sendiri dan mengisi ulang air minum di sekolah itu tidaklah mudah," kata Elhan dan Helfia dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (29/12/2020).
Elhan dan Helfia menjelaskan bahwa mereka menargetkan perusahaan dalam petisinya karena perusahaan tersebut merupakan salah satu pemimpin pasar (market leader) dan gencar mengiklankan galon sekali pakai di berbagai media sehingga memiliki pengaruh besar. Jika perusahaan tersebut memutuskan untuk berhenti memproduksi galon sekali pakai, Elhan dan Helfia harap produsen air mineral lainnya juga melakukan hal yang sama.
Gerakan #tolakgalonsekalipakai juga turut didukung Tiza Mafira, Direktur Eksekutif Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP), karena menurutnya ini juga bagian dari gerakan yang lebih besar untuk #tolaksekalipakai wadah dan kemasan. Lewat konferensi pers daring pada Selasa (29/12/2020), Tiza menjelaskan bahwa perusahaan juga bertanggung jawab dan harus berperan aktif untuk mengurangi sampah plastik, serta menghindari memanfaatkan situasi pandemi untuk menyebarkan ketakutan terhadap kemasan guna ulang.
Pemilihan sebuah perusahaan bisa jadi karena strategi marketing perusahaan tersebut memang mencolok sehingga dikenal dan menjadi target petisi, bukan karena persaingan bisnis. GIDKP bersama berbagai organisasi dan aktivis lingkungan lainnya juga menginisiasi gerakan #TolakSekaliPakai yang sudah didukung lebih dari 2 juta orang. Laman pergerakan tersebut dapat diakses di www.tolaksekalipakai-change.org.
Pentingnya mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, termasuk galon sekali pakai, juga digaungkan oleh Muharram Atha Rasyadi, juru kampanye urban Greenpeace Indonesia. Atha menyampaikan bahwa saat ini sudah ada payung hukum untuk mengatur tanggung jawab industri atas permasalahan sampah plastik, salah satunya dengan pengelolaan daur ulang. Namun, penerapannya hingga saat ini masih sangat kurang dan ketergantungan pada sektor informal seperti pemulung dan pengepul. Lewat Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 75/2019, perusahaan diwajibkan mengurangi 30% sampah mereka di tahun 2029.
"Harusnya di tahun 2021 perusahaan sudah harus memulai upaya untuk mengurangi sampah dari kemasan plastik yang dihasilkannya. Bukan malah mengeluarkan produk baru kemasan sekali pakai yang akan menambah masalah sampah seperti galon sekali pakai ini. Sebab, dari seluruh sampah plastik, hanya 9% yang bisa didaur ulang. Sisanya akan menjadi sampah yang mencemari lingkungan dan air kita. Sebelum ada galon sekali pakai saja sudah banyak sampah plastik (data dari TPA Bantargebang) yang perlu kita tangani, apalagi sekarang ditambah sampah dari galon sekali pakai," kata Atha.
Atha juga mengingatkan bahwa seharusnya pengurangan (reduce) didahulukan sebelum dilakukan daur ulang (recycle). Perusahaan juga harus membuka data daur ulang mereka sebesar-besarnya supaya terlihat apakah sudah seimbang antara plastik yang didaur ulang dengan yang diproduksi.
Pencemaran sampah plastik di lingkungan tidak hanya berdampak pada hewan di alam, tapi juga berdampak langsung pada manusia. Andreas Kristanto dari Ecoton Indonesia mengatakan bahwa mereka telah melakukan banyak penelitian yang menemukan bahwa mikorplastik juga ada di tubuh manusia.
"Mikroplastik ada di mana-mana. Di sungai, mikroplastik ada lebih banyak daripada plankton sehingga ikan mengonsumsi mikroplastik. Mikroplastik juga bisa ditemukan di feses manusia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ecoton, terhadap relawan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas, Malang, ditemukan per 10 gram feses manusia, terhadap 10,78 partikel mikroplastik. Perlu diingat, efek mikroplastik di tubuh kita itu sangat berbahaya bagi kesehatan. Karena itu, kami juga mendorong semua upaya untuk mengurangi sampah plastik di alam agar tidak lagi membahayakan manusia," kata Andreas.
Di akhir acara, Elhan dan Helfia mengatakan bahwa mereka akan terus menggalang dukungan publik untuk mendorong agar produsen air mineral menghentikan produksi galon sekali pakai dan menarik produk galon sekali pakainya dari pasaran. Mereka juga mengajak setiap orang untuk mengurangi konsumsi plastik sekali pakai apapun, termasuk galon sekali pakai.
"Jangan sampai kita mengalami krisis baru di tengah pandemi Covid-19 ini! Kita semua berhak mendapatkan lingkungan bebas dari sampah plastik sekali pakai. Dulu suara kita bersama bisa menghasilkan perubahan untuk menghentikan pemakaian kantong plastik sekali pakai. Sekarang kita juga butuh dukunganmu untuk menghentikan produksi galon sekali pakai ini," tutup Elhan dan Helfia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: