Makin Jelas! Komnas HAM Benarkan Pasukan Habib Rizieq Pegang Senjata Api, Nggak Nyangka...
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Mohammad Choirul Anam melaporkan hasil penyelidikan bahwa ada dugaan anggota Front Pembela Islam (FPI), organisasi yang sudah ditetapkan terlarang oleh pemerintah, menggunakan senjata api rakitan saat baku tembak dengan pihak kepolisian pada 7 Desember 2020.
Komnas HAM merekomendasikan pengusutan lebih lanjut dugaan kepemilkan senjata api laskar FPI tersebut.
"Mengusut lebih lanjut kepemilikan senjata api yang diduga digunakan oleh laskar FPI," kata Anam saat konferensi pers virtual, Jumat (8/1/2021).
Baca Juga: Hampir Pingsan Dipenjara, Ya Robb, Sekarang Kondisi Habib Rizieq Sangat..
Komnas HAM membenarkan ada pembuntutan oleh pihak kepolisian terhadap Habib Rizieq Shihab. Para petugas yang membuntuti mendapat surat tugas resmi untuk kepentingan penyelidikan dugaan pelanggaran protokol kesehatan oleh Habib Rizieq di Petamburan dan Megamendung. Kemudian FPI melakukan pencegatan atau memepet mobil polisi hingga terjadi baku tembak.
Soal dugaan penggunaan senjata api oleh laskar FPI, merujuk pada penyelidikan di fase eskalasi tinggi yang terjadi di kawasan Swissbell Hotel, Karawang, hingga tol Cikampek KM49. Dalam tugas itu, tepatnya pada 7 Desember, dua laskar FPI tewas ditembak ketika eskalasi tinggi.
"Terdapat enam orang meninggal dunia dalam dua konteks peristiwa yang berbeda. Substansi konteksnya merupakan peristiwa saling serempet antarmobil dan saling serang antarpetugas dan laskar FPI, bahkan dengan menggunakan senjata api," kata Anam.
Baca Juga: Terkuak Fakta Baru Penembakan 6 Laskar FPI, Hasil Temuan Komnas HAM
Adapun, Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono menyatakan pihaknya menghargai hasil temuan Komnas HAM. Menurut Argo, hasil investigasi Komnas HAM menunjukkan, anggota laskar membawa senjata yang dilarang oleh UU. Selain itu, menurut dia, kontak tembak dan benturan fisik dikarenakan ada perlawanan anggota laskar FPI terhadap petugas.
"Menurut Komnas HAM penembakan yang dilakukan oleh Polri dilakukan oleh petugas lapangan dan tanpa perintah atasan," tutur Argo.
Sebelumnya, Sekretaris Umum FPI Munarman pernah menyampaikan bahwa tidak ada baku tembak antara laskar dengan pihak kepolisian sebab anggotanya tidak ada yang dibekali dengan senjata tajam, apalagi senjata api.
"Yang perlu diketahui bahwa fitnah besar kalau laskar kita disebut bawa senpi dan tembak menembak dengan aparat. Kami tidak pernah dibekali senpi, kami terbiasa tangan kosong, kami bukan pengecut," tegasnya.
Baca Juga: Terpaksa Tembak Anggota FPI, Begini Kronologi versi Polda Metro Jaya
"Ini fitnah luar biasa, memutarbalikkan fakta dengan sebut bahwa laskar lebih dulu serang," tambahnya.
Pihak FPI sendiri telah menyampaikan protes atas hasil kesimpulan dan rekomendasi yang dikeluarkan oleh Komnas HAM. Salah satu tim advokasi enam anggota FPI yang tewas, Hariadi Nasution, mengatakan konstruksi peristiwa yang dibangun Komnas HAM hanya berdasar satu sumber yakni pihak kepolisian.
"Komnas HAM RI terkesan melakukan 'jual beli nyawa' yaitu pada satu sisi memberikan legitimasi atas penghilangan nyawa terhadap dua korban lewat konstruksi narasi tembak-menembak yang sesungguhnya masih patut dipertanyakan karena selain hanya dari satu sumber, juga banyak kejanggalan dalam konstruktsi peristiwa tembak menembak tersebut," kata Hariadi.
Hariadi juga menyesalkan, hasil penyelidikan Komnas HAM yang berhenti pada status pelanggaran HAM dan rekomendasi untuk menempuh proses peradilan pidana terhadap pelaku pelanggaran Ham tersebut.
Sebab kata dia, jika Komnas HAM konsisten dengan konstruksi pelanggaran HAM maka akan merekomendasikan proses penyelesaian kasus tragedi 7 Desember 2020 di Karawang lewat proses sebagaimana diatur dalam UU Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
"Karena menurut kami peristiwa tragedi 7 Desember 2020 yang terjadi di Karawang, adalah jelas pelanggaran HAM berat," tandasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil