Pakar Bongkar Maksud Kim Jong-un Ambil Jabatan Sekjen Partai Buruh: Pukulan Telak buat Sang Ayah...
Keputusan Kim Jong-un untuk menjadi Sekretaris Jenderal Partai Pekerja Korea mungkin dimotivasi oleh keinginan untuk menjauhkan diri dari warisan ayahnya dan pemimpin Korea Utara (Korut) sebelumnya, Kim Jong-il. Hal itu diungkapkan Andrei Lankov, pakar dari Universitas Kookmin di Korea Selatan (Korsel).
Menurutnya, sistem kenegaraan Korut memiliki ciri khusus yang sangat penting untuk progranda. Faktanya adalah ketika Kim Il-sung meninggal, jabatan presiden Korut diserahkan kepada Kim Jong-il, sehingga menjadikan Kim Il-sung 'presiden abadi'.
Baca Juga: Takut Kekuatan Korut, Presiden Korsel Minta Joe Biden Turun Tangan Hadapi Kim Jong-un
"Begitu pula ketika Kim Jong-il, meninggal dunia. Ia dinyatakan sebagai Sekretaris Jenderal Abadi Partai Buruh Korea. Apalagi, 'keabadian'-nya disebutkan lebih dari satu kali, " katanya, seperti dilansir Tass.
Lankov secara khusus mencatat bahwa pada September 2020, sebuah artikel propaganda besar telah muncul di surat kabar Rodong Sinmun, yang mengatakan betapa hebatnya Kim Jong-un dan keputusan bijaknya untuk menunjuk Kim Jong-il sebagai Sekretaris Jenderal Abadi disebutkan di antara tanda-tanda kebesarannya.
"Jadi, dengan keputusannya yang tidak terduga, Kim Jong-un benar-benar memberikan pukulan telak kepada ayahnya sendiri, yang bukan tindakan paling masuk akal dalam sistem turun-temurun," ujarnya.
"Orang Korut telah lama diberi tahu bahwa mereka memiliki Presiden Abadi Kim Il-sung, Sekretaris Jenderal Abadi Partai Buruh Korea Kim Jong-il dan pemimpin saat ini yang memiliki gelar terpisah. Namun, tiba-tiba, skema indah yang telah ada selama 25 tahun itu runtuh tanpa alasan yang jelas," Lankov menekankan.
Pada saat yang sama, menurut Lankov, "gelar formal" Kim Jong-un bukanlah masalah prinsip, karena tidak ada yang mempertanyakan posisi kepemimpinannya.
"Keputusan Kim Jong-un terlihat agak aneh. Sebenarnya, itu tidak mengubah apa pun, tetapi itu dapat dipandang sebagai tantangan tertentu terhadap warisan ayahnya dan keinginan untuk menjauhkan diri dari warisan itu sampai batas tertentu. Kemungkinan besar itu adalah ambisi pribadi berperan di sana serta keinginan untuk meningkatkan statusnya dari perspektif ritual dan protokol," tukasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: