Setiap tahun, komunitas internasional merayakan Hari Lahan Basah Sedunia tiap 2 Februari. Peringatan ini diawali pada 1971 bersamaan dengan ditandatanganinya Konvensi Lahan Basah di Kota Ramsar, Iran (Konvensi Ramsar).
Pada tahun ini, Hari Lahan Basah Sedunia mengambil tema Lahan Basah dan Air (Wetlands and Water). Pengambilan tema ini berdasar pertimbangan bahwa ekosistem lahan basah sebagai penyedia air untuk kehidupan, sehingga perlu didukung restorasi terhadap ekosistem ini serta menahan laju kerusakannya. Diproyeksikan masyarakat dunia pada 2050 mencapai 10 miliar jiwa. Dengan kondisi itu, butuh 55 persen lebih air bersih untuk mencukupi konsumsi.
Sekretaris Jenderal Konvensi Lahan Basah, Martha Rojas Urrego, menyatakan untuk Hari Lahan Basah Sedunia, ingin mengajak masyarakat dunia menginvestasikan tindakan nyata di lahan basah sebagai solusi alami pengelolaan air. Menurutnya memberlakukan kebijakan yang mengintegrasikan lahan basah ke dalam rencana pengelolaan.
“Semua adalah tindakan yang menentukan, menuju ekonomi hijau dan yang terpenting untuk membangun kembali dengan lebih baik,” kata Martha.
Pemerintah Indonesia, yang meratifikasi Konvensi Ramsar pada 1991 lalu, terus melakukan upaya perlindungan lahan basah. Ekosistem Gambut dan Mangrove adalah bagiannya. Presiden Joko Widodo secara serius melaksanakan kebijakan ini antara lain melalui pembentukan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) pada 22 Desember 2020. Lembaga ini melanjutkan tugas Badan Restorasi Gambut (BRG) yang berakhir tahun lalu, dengan tambahan tugas lain yaitu percepatan rehabilitasi mangrove. Baca Juga: BRGM Percepat Restorasi dan Rehabilitasi Mangrove 2021
Kepala BRGM, Hartono, dalam ceramah kunci yang disampaikan kemarin (2/2) pada acara Thought Leadership Forum yang digelar Yayasan Konservasi Alam Nusantara, menyampaikan enam strategi BRGM untuk percepatan rehabilitasi mangrove. Keenamnya adalah koordinasi dan sinkronisasi data antara Kementerian/Lembaga, perencanaan makro dan detil rehabilitasi mangrove dan edukasi dan sosialisasi gerakan cinta mangrove. Selain itu juga akan dibentuk Desa Peduli Mangrove sebagai ujung tombak rehabilitasi mangrove berkelanjutan. Kemudian sinergi pelaksanaan rehabilitasi mangrove dengan Kementerian terkait dan Lembaga Swadaya Masyarakat serta pembuatan instrumen untuk rehabilitasi mangrove yang terukur dan kontinyu.
“Restorasi gambut dan rehabilitasi mangrove di beberapa tempat juga saling berkaitan. Ini karena sifat ekosistem ini yang terhubung. Karena itu kami akan memaksimalkan upaya untuk melaksanakan kegiatan yang sinergis pada kedua ekosistem,” ujar Hartono.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: