Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

KOL Stories x Syariah Saham: Mengupas Potensi Cuan Saham Syariah

KOL Stories x Syariah Saham: Mengupas Potensi Cuan Saham Syariah Kredit Foto: Instagram/mang_amsi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Perkembangan pasar saham syariah di Indonesia mengalami pertumbuhan yang sangat signifikan dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Dari sisi kapitalisasi, jumlah saham syariah hingga jumlah investor kian meningkat hingga mencapai Rp3,5 triliun atau setara 47,5 persen dari total kapitalisasi yang dicatat oleh BEI dalam waktu lima tahun ke belakang. Hal ini mencerminkan bahwa antusiasme investor terhadap saham syariah sangat menjanjikan.

Saham syariah pun mengalami peningkatan yang signifikan sebesar 33 persen dari 318 saham syariah di akhir tahun 2015 menjadi 426 saham syariah per 22 januari 2021 atau sekitar 60 persen dari total saham yang tercatat di BEI.

Baca Juga: KOL Stories x Aldo Swingtradingindo: Bahaya Beli Saham Bermodal Cap Cip Cup

Selain itu, dari sisi jumlah investor, terjadi lonjakan yang sangat besar mencapai 1.650 persen. Per Desember 2020 lalu, jumlah investor saham syariah mencapai 85.891 investor, jumlah ini setara 5,5 persen dari total investor yang ada di BEI. Sementara itu, dari total 51 saham baru yang tercatat di BEI pada tahun 2020 kemarin, sebanyak 38 merupakan saham syariah atau setara 74,5 persen.

Lalu, seperti apa sebenarnya potensi dari saham-saham syariah yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia, mengingat masih besarnya ruang untuk tumbuh? Apa saja saham yang bisa dilirik? Warta Ekonomi melalui KOL Stories akan menggalinya bersama dengan Mang Amsi yang merupakan founder dari SyariahSaham.

Apakah halal berinvestasi di saham konvensional maupun saham syariah?

Saya akan bertanya kembali, yang menjadikan saham haram itu apa? Kalau tidak bisa jawab, berarti halal karena dia tidak bisa menjelaskan kenapa haram. Jadi saham itu ada dua hal. Pertama, saham sebagai syirkah atau bentuk kontribusi kita terhadap perusahaan tersebut dan saham sebagai barang yang diperjualbelikan atau biasa disebut sebagai trading saham.

Ketika kita membeli saham di IPO atau Initial Public Offering, akan masuk ke dalam kategori syirkah atau investasi. Ketika kita beli saham di pasar sekunder, bisa jadi kita melakukan jual beli atau berdagang saham. Dua-duanya boleh karena kita mempunyai fatwa yang mengatakan itu. Pertama, fatwa No. 80 tahun 2011 tentang mekanisme perdagangan ekuitas di pasar regular Bursa Efek. Setelah dibuatnya fatwa tersebut, muncul ISSI (Index Saham Syariah Indonesia) dan SOTS (Sistem Online Trading Syariah).

Jadi setelah regulasinya turun, ditambah indeks sebagai watch list atau stock universe, dan infrastruktur sistemnya sudah ada, bisa dibilang satu-satunya di dunia sistem trading seperti itu.

Maka wajar, selama dua tahun berturut-turut kita terpilih menjadi bursa efek syariah terbaik di dunia dari Global Islamic Finance Award (GIFA) tahun 2019 dan 2020. Kedua, ada fatwa No. 135 tahun 2020 yang berjudul "saham". Fatwa komprehensif ini mengatur tentang apa itu saham, kemudian saham itu sendiri ketika berada di IPO atau di pasar sekunder, kriteria saham, dan masih banyak lagi. Bagi yang masi merasa ragu saham itu halal atau tidak, silakan dibaca fatwa No. 135 tahun 2020.

Apa sih saham syariah itu? Apa bedanya dengan saham konvensional?

Jadi, ketika berbicara tentang SyariahSaham khususnya, memang selama kurun waktu lima tahun terakhir mengalami pertumbuhan yang signifikan dari sisi presentase kenaikan. SyariahSaham sendiri digagas pada tahun 2014 dan rilis di tahun 2015. Kita di komunitas SyariahSaham mengalami betul perkembangan itu.

Selama periode tahun 2014-2015, investor SyariahSaham masih berjumlah sekitar empat ribu orang. Di tahun 2020, jumlahnya meningkat menjadi sekitar delapan puluh ribu, meningkat enam belas kali lipat. Namun, dari sisi jumlahnya masih minim karena jumlahnya masih sebanyak 5,5 persen dari total investor yang ada, yaitu sekitar dua juta orang. Memang dari sisi pertumbuhannya cukup signifikan, tetapi dari sisi literasi dan inklusi itu kita masih sangat rendah.

Berdasarkan data dari OJK, literasi saham syariah hanya 0,02 persen. Artinya, dari total penduduk dua ratus juta, mungkin hanya sekitar lima puluh ribu yang memahami tentang saham syariah. Kemudian yang menjadi investor lebih rendah lagi, yaitu sebanyak 0,01 persen. Jadi intinya, pertumbuhan secara presentase memang signifikan, tetapi secara jumlah masih sangat minim, bahkan belum menembus seratus ribu orang.

Di satu sisi, itu merupakan tantangan karena masih tertinggal. Di sisi lain, itu menyisakan ruang pertumbuhan yang sangat lebar. Bayangkan jika 10 persen penduduk Indonesia sudah memahami saham syariah, itu akan ada dua puluh tujuh juta investor. Namun sayangnya, karena ada faktor di lapangan, masyarakat lebih banyak tergoda oleh investasi "bodong", terutama money game.

Ketika berbicara perbedaan saham syariah dan saham nonsyariah, sebenarnya di Indonesia itu dari sisi pasar tidak ada bedanya karena semuanya diperdagangkan di pasar yang sama. Berbeda dengan perbankan, ada bank konvensional dan syariah yang berbeda kantor, logo perusahaan, dan karyawannya.

Kalau saham syariah, pusatnya bisa sama, misalnya TLKM atau Telekomunikasi Indonesia karena sekarang banyak orang yang menganggap saham syariah hanya berbentuk bank saja. Padahal, saham syariah ada sebanyak 430 jenis dari total 723 saham di bursa efek Indoensia.

430 saham sudah masuk ke dalam saham syariah dan berarti sudah lebih dari 50 persen yang tergolong saham syariah. Dari 430 saham tadi, yang menyatakan aktif sebagai emiten syariah hanya lima saja, sisanya disebut sebagai emiten pasif karena mereka tidak menyatakan diri sebagai perusahaan syariah.

Baca Juga: Dari dan Untuk Perusahaan Hary Tanoe: Duo MNC Group Transaksi Saham Ratusan Miliar Rupiah

Apa itu emiten pasif? Emiten pasif itu adalah mereka sudah dinilai oleh tim penilai bahwa mereka layak atau masuk kriteria. Kriterianya ada dua, yaitu business screening dan financial screeningBusiness screening berbicara tentang core bisnisnya, apakah halal atau tidak. Kemudian transaksinya, apakah menggunakan ribawi atau tidak. Jika sudah lolos, masuk ke tahap dua, yaitu financial.

Financial screening berbicara tentang dua hal. Pertama total utang riba dibanding total aset, kemudian total pendapatan nonhalal dibanding total pendapatan. Di situ ada angka yang disepakati. Untuk Indonesia, total utang ribawi maksimum 45 persen dari aset dan total pendapatan nonhalal sebesar 10 persen. Ini masih debatable, banyak yang tidak setuju karena di negara lain, batas utang riba sampai 33 persen, kemudian pendapatan nonhalal sebanyak 5 persen. Kita terhitung longgar. Artinya jika diperketat, saham syariahnya sedikit. Kita masih melakukan toleransi untuk membentuk pasar terlebih dahulu. Kalau sudah mulai ramai emitennya, akan kita perketat.

Menurut Anda, bagaimana kondisi pasar saham saat ini, terutama pasar saham syariah?

Berbicara prospek, mengapa saya lebih optimis dengan pasar modal syariah? Karena tingkat literasinya masih rendah. Saat saya membuat website SyariahSaham.com di tahun 2015, website itu masih sepi, belum ada yang membaca. Namun sekarang ini, jika dicari di Google, website yang berbicara tentang saham syariah hanya kita.

Jika ada institusi yang sedang menggelar seminar tentang saham syariah, biasanya saya juga turut diundang. Mereka sendiri yang berkata kalau informasi yang kredibel pasti didapat dari SyariahSaham. Itu menjadi bukti bahwa kita pernah merasakan sepi dan sekarang sudah mulai ramai. Ini masih belum seberapa. Bandingkan, tahun sekarang hanya delapan puluh ribu. Bayangkan misalnya sebanyak 50 persen sudah melek investasi, yakni sekitar 135 juta orang, itu potensi pasarnya seperti apa.

Saat ini saja sudah mendongkrak pasar saham syariah, apalagi nanti jika tingkat literasinya makin tinggi, maka akan makin besar potensinya. Kenapa Indonesia menjadi negara dengan indeks keuangan syariah terbaik di tahun 2019? Salah satu yang jadi penilaian adalah Indonesia mempunyai potensi pertumbuhan dan ruang geraknya masih luas. Kita bisa mengalahkan Malaysia, Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Bahrai, Brunei Darussalam karena faktor demografi atau penduduk, dan itu harus dimaksimalkan untuk dapat mencapai market leader.  Jika tidak bisa mematangkan atau meningkatkan literasi keuangan kita, kita akan ketinggalan dengan negara lain. Saya sangat yakin dengan hal itu.

Bagaimana cara melihat saham syariah yang masih layak untuk dikoleksi? Apa saja saham-saham yang masih berpotensi untuk tumbuh?

Untuk teman-teman yang baru masuk di pasar modal, saya lebih menyarankan indeks-indeks yang populer seperti JI dan JI70. Saya juga menyarankan untuk mengoleksi di masa mendatang yang bergerak di bidang customer goods karena tahan krisis. Saat ini sudah ada dua laporan dari saham customer goods, yaitu Unilever dan Sidomuncul, dan itu penjualannya tumbuh. Jadi jika ingin memilih saham, kembali lagi ke tujuannya. Jika jangka panjang, saya lebih menyarankan customer goods meskipun pertumbuhannya tidak fantastis.

Belakangan ini banyak orang yang melakukan pom-pom saham, bagaimana tanggapan dari Anda? Apa yang harus dilakukan agar kita tidak terjebak?

Baik, kita perlu memahami fundamental analysistechnical analysis, money management. Pintu masuknya melalui fundamental analysis, apakah dia tahu beli saham apa, di bidang apa, produknya apa, dan sudah berapa lama di bursa efek? Kemudian technical, apakah timing-nya pas, atau menunggu saat turun dan baru membeli saat breakout. Terakhir adalah money management, yaitu berbicara kekuatan modal kita. Kalau kita pergi di angka 100 ribu rupiah, jangan sampai modalnya habis sampai satu juta rupiah. Ini yang terkadang membuat orang lupa.

Bagi saya, kata main saham dan bandar itu tabu. Kenapa? Karena jika dari awal kita sudah berbicara tentang "main" dan "bandar", mindset-nya menjadi judi. Saham bukan judi, tetapi mindset kita yang berjudi karena seolah kita sedang bermain dan juga merasa bahwa kerugian disebabkan pihak lain. Padahal, kerugian bisa ada karena kita telat menjual.

Saya tidak pernah termakan pom-pom karena saya memiliki analisa tersendiri. Ketika saya rugi, saya terima sebagai sebuah konsekuensi. Karena saham itu adalah bisnis, trading, berdagang. Yang dinamakan berdagang pasti ada untung rugi, itu sudah risiko. Oleh karena itu, jika ada teman yang baru masuk ke dunia saham, saya selalu bertaya, siap rugi berapa? Bukan siap untung berapa?

BSI baru saja meluncur, diikuti dengan Bank Net Syariah yang baru saja masuk bursa. Menurut Anda bagaimana porspek kedua saham tersebut? Kemudian, adakah saran untuk investor pemula yang sekarang sedang meramaikan pasar saham?

Saya pribadi tidak tertarik dengan bank karena laba bersihnya melebihi penjualan. Kalau ada saham IPO, kemudian harganya melonjak tinggi, waspada karena itu bisa turun dalam jangka waktu yang tidak lama. Karena makin pesat naiknya, makin tidak menarik secara evaluasinya. Kenapa selalu naik? Karena itu pasar, market is always right.

Saya tidak terlalu suka memerhatikan secara IPO karena track record di bursanya belum terekam dengan baik, jadi secara technical dan fundamental masih belum tergambar. Jadi saya sendiri akan menghindar dari saham-saham IPO. Tapi jika teman-teman ingin membeli saham IPO, pastikan money management dan trading plan-nya ketat.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Patrick Trusto Jati Wibowo
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: