Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Inggris Teriak ke Dewan HAM PBB: Mohon Komisaris Tinggi Atasi Myanmar, China dan Rusia

Inggris Teriak ke Dewan HAM PBB: Mohon Komisaris Tinggi Atasi Myanmar, China dan Rusia Kredit Foto: Reuters
Warta Ekonomi, London -

Menteri Luar Negeri Dominic Raab meminta Dewan Hak Asasi Manusia PBB, untuk menangani pelanggaran hak asasi manusia sistematis yang terjadi di Myanmar, China, Belarusia dan Rusia.

Saat berpidato di Sesi ke-46 Dewan Hak Asasi Manusia PBB yang berlangsung hari ini, Rabu (23/2/2021), Raab mengkritisi situasi di Xinjiang, China yang dinilai sangat mengkhawatirkan. Pelanggaran HAM berupa penyiksaan, kerja paksa dan sterilisasi paksa terhadap perempuan di wilayah tersebut, dinilai sangat ekstrim dan ekstensif. Hal-hal tersebut terjadi dalam skala industri.

Baca Juga: Buka Kupingnya Lebar-lebar, Inggris Terang-terangan Tantang China di PBB Soal Uighur

"Mekanisme PBB harus merespon. Saya ulangi, Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, atau ahli pencari fakta independen lainnya, segera diberikan akses yang tidak terbatas ke Xinjiang," kata Raab dalam pidatonya.

Setelahnya, Raab menyoroti situasi di Belarusia. Pemilihan Presiden yang dicurangi tahun lalu dan tindakan sewenang-wenang Presiden Lukashenko terhadap mereka yang menginginkan perubahan, telah mengakibatkan krisis HAM di negara tersebut.

"Tidak ada cara lain untuk menggambarkannya. Dewan ini harus melanjutkan penyelidikan komprehensif atas pelanggaran HAM. Termasuk, tuduhan penyiksaan, perlakuan kejam yang tidak manusiawi dan merendahkan martabat. Inggris akan mendukung prakarsa untuk mempertahankan Belarusia dalam agenda Dewan selama diperlukan, dan sampai rakyat Belarusia dapat menikmati hak-hak demokratis dan kebebasan fundamental mereka," papar Raab.

Raab juga memberikan pandangannya, mengenai situasi di Myanmar. Menurutnya, pelanggaran dan pelecehan telah terdokumentasi dengan jelas, termasuk penahanan sewenang-wenang dan pembatasan yang kejam atas kebebasan berekspresi. Krisis ini menyebabkan peningkatan risiko bagi Rohingya dan etnis minoritas lainnya.

"Militer harus menyingkir. Para pemimpin sipil harus dibebaskan. Dan keinginan demokratis rakyat Myanmar harus dihormati. Itulah mengapa pada sesi ini, kami akan kembali mensponsori bersama resolusi yang memperbarui mandat Pelapor Khusus untuk Myanmar. Sehingga, dia dapat melanjutkan pekerjaan pentingnya," ujar Raab.

Ia menambahkan, di Rusia, kami menghadapi situasi yang benar-benar mengerikan dan mengejutkan dari Anggota Tetap Dewan Keamanan PBB.

"Sungguh memalukan bahwa Alexey Navalny, yang juga menjadi korban kejahatan keji, kini telah dijatuhi hukuman atas tuduhan yang tidak masuk akal. Perlakuan terhadap Navalny dan kekerasan yang dilakukan terhadap pengunjuk rasa damai, semakin memperkuat kekhawatiran dunia bahwa Rusia gagal memenuhi kewajiban internasionalnya" ujar Raab.

"Karena itu, saya menyerukan kepada anggota Dewan lainnya untuk mempertimbangkan apakah tindakan Rusia sejalan dengan kewajiban HAM internasional, dan nilai-nilai yang kami tuju dan telah kami janjikan untuk dijunjung," imbuhnya.

Raab juga memberi informasi terbaru kepada anggota dan pengamat Dewan, tentang langkah-langkah substantif yang telah diambil Inggris untuk mengatasi masalah ini dan mendesak negara lain untuk mengikutinya.

Termasuk, pengenalan pembatasan bisnis untuk memutus rantai pasokan yang menggunakan kerja paksa di Xinjiang. Serta menerapkan sanksi terhadap Alexander Lukashenko, tiga anggota rezim militer Myanmar, dan mereka yang bertanggung jawab atas tindakan peracunan terhadap Alexey Navalny.

Pidato Menteri Luar Negeri disampaikan saat Inggris kembali ke Dewan Hak Asasi Manusia yang berbasis di Jenewa sebagai anggota pemungutan suara.

Sebagai anggota terpilih dari Dewan, Inggris Raya akan fokus pada dukungan aksi untuk pendidikan bagi anak-anak perempuan, memperjuangkan kebebasan beragama dan berkeyakinan, membela kebebasan media, dan menjadi pembela yang bersemangat untuk nilai-nilai demokrasi liberal.

Pada sesi yang berlangsung dari Senin 22 Februari hingga Selasa 23 Maret, Inggris akan memimpin resolusi tentang Suriah. Menandai peringatan kesepuluh konflik tersebut. 

Terhadap situasi di Sri Lanka, Inggris mendesak kemajuan dalam pertanggungjawaban pasca-konflik, rekonsiliasi dan HAM. Sementara di Sudan Selatan, Inggris terus berupaya mengatasi situasi HAM dan mendukung perjanjian perdamaian yang direvitalisasi.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: