Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Din Syamsuddin, memberi jawaban atas pelaporan dirinya ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) oleh Gerakan Anti-Radikalisme Alumni ITB (GAR ITB).
Menurut pelapor, Din dianggap radikal. Termasuk menjadi pemimpin oposisi pemerintah melalui pembentukan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia atau KAMI.
Baca Juga: Heran Din Syamsuddin Kena 'Gebuk', Tengku Zul: Oposisi Itu PKS-Demokrat
Din menjelaskan, dirinya adalah aktivis perdamaian dunia yang sudah lama mengusung toleransi dan kerukunan antar-umat beragama. Maka, tudingan radikal itu tidak pas. Namun, ia tidak menampik ada hal politik di balik pelaporan terhadap dirinya.
"Saya tidak sempat berspekulasi, tapi sebagai pembelajar politik jelas mereka punya motif politik dan tidak dapat terbantahkan bahwa ada nuansa Islamphobia," kata Din dalam wawancara di televisi swasta, Rabu (24/2/2021).
Dia menegaskan, sudah lama melakukan kritik terhadap pemerintah. Lalu, mengistilahkan orang radikal menurutnya juga salah kaprah. GAR Alumni ITB juga melaporkan karena Din adalah seorang ASN. Namun justru, kata Din, pelapor itu yang tidak memahami posisi dia dan ASN lainnya sebagai pendidik.
"Itu yang tidak dipahami, ASN itu ada macamnya. Kami ini ASN akademisi, pengajar, dan ada kebebasan akademik. Apalagi mohon maaf, saya ASN, tapi juga tokoh ormas yang tugas ormas seperti Muhammadiyah yang pendiri Republik ini agar mereka tahu Muhammadiyah ikut mendirikan, maka mengawasi mengawal Republik ini," jelas Din.
Mengenai pemimpin oposisi pemerintahan sekarang. Din mengatakan, para alumni tersebut tidak memahami beroposisi. Dia dan para pihak yang mengkritik pemerintah itu merumuskan berbagai persoalan. "Itu pakar-pakar itu, jauh lebih hebat dari yang menuduh seperti itu," katanya.
Sebab menurutnya, adalah benar jika saat ini indeks korupsi Indonesia sangat rendah. Begitu juga dengan keadilan sosial hingga kerusakan lingkungan. Maka menurutnya, kondisi inilah yang dikritisi. Din menegaskan, dia adalah orang yang loyal pada bangsa dan negara.
"Loyal kepada bangsa dan negara yang ikut didirikan Muhammadiyah, loyal kepada pemegang yang sah hasil pemilu demokratis yang berdasarkan konstitusi, tapi kritik terhadap penyimpangan," katanya.
Sayangnya, kata dia, semua dilihat hanya dari sisi politiknya. Tidak berpikir soal kehidupan kebangsaan dan perkembangan politik ke depan.
"Kaum intelegensia seyogianya para alumni univeritas itu harusnya punya kritisisme, tapi kalau kemudian dia justru mengkritik orang yang mengkritik, kerusakan kebangsaan kenegaraan ini saya tidak bisa berpikir apa. Tapi itu tidak bisa di-gebyah uyah," katanya. Karena, menurutnya, masih banyak alumni yang memiliki pemikiran yang rasional, melihat kondisi bangsa dan negara saat ini.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum