Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pemekaran Papua Tanpa Kajian Mendalam Bisa Kuras Keuangan Negara

Pemekaran Papua Tanpa Kajian Mendalam Bisa Kuras Keuangan Negara Kredit Foto: Bernadinus Adi Pramudita
Warta Ekonomi, Jakarta -

Isu pemekaran daerah di Provinsi Papua dan Papua Barat kembali mengemuka. Meski begitu, isu ini bukan isu baru dan muncul dalam momen tertentu, misal ketika sikap daerah dan pusat berbeda. Tak heran, banyak pro dan kontra yang lahir dari pemekaran di Papua. Itu semua tentunya menimbulkan pertanyaan untuk siapa kabupaten dan provinsi baru dilahirkan.

Staf khusus Presiden Billy Mambrasar mengatakan, pembentukan provinsi dan kabupaten baru di Papua penting dilakukan. Ada beberapa faktor yang dilihat, yakni seperti faktor sejarah, budaya, ekonomi, dan pemerintahan sebagai dasar pendapatnya.

Baca Juga: Tokoh Papua Minta Mahfud MD Usut Penyelewengan Dana Otsus

"Saya dalam posisi, yang pertama kondisi geografis Papua itu sangat luas sekali. Kedua, kompleksitas dari kondisi geografis tersebut. Ketiga, dengan catatan bahwa apa yang telah terjadi sebelumnya, kita perbaki," kata Billy dalam Webinar dengan topik "Pemekaran Papua Untuk Siapa?" akhir pekan lalu, ditulis Senin (1/3/2021).

Meski begitu, Billy menyadari ada pro-kontra dalam pemekaran Papua itu. Seperti misalnya, pemekaran belum mendatangkan manfaat seperti yang diharapkan masyarakat Papua sendiri. Yang muncul adalah penciptaan kekuasaan baru dan raja-raja kecil yang menimbulkan lebih banyak korupsi dan penyalahgunaan kekuasan. Namun, pada titik itulah, perbaikan diperlukan.

Untuk itu, diakui Billy, pihaknya melibatkan generasi muda Papua dalam proses ini. Jangan lagi, proses pemekaran yang dimaksudkan untuk memperbaiki nasib masyarakat Papua dimonopoli tokoh-tokoh yang memanfatkan ini.

Sementara, Kelompok Kerja Papua Universitas Gadjah Mada (UGM) Bambang Purwoko menilai, isu pemekaran Papua telah lama menjadi isu politik. Seperti dokumen tahun 2008 yang mengungkapkan bahwa pembentukan Provinsi Papua Tengah, Papua Barat Daya, dan Papua Selatan telah masuk dalam usulan undang-undang inisiatif DPR.

Termasuk, Pemerintah Indonesia sendiri telah menerapkan Otonomi Khusus Papua sejak 2001 sebagai landasan hukum mempercepat pembangunan di Papua. Namun, pemekaran wilayah, sampai saat ini, tertunda karena keputusan politik pusat. Meski begitu, kata Bambang, keputusan itu harus dipandang sebagai salah satu jalan saja dalam mewujudkan kesejahteraan.

"Pemekaran hanya salah satu alternatif solusi untuk menjawab semua persoalan itu. Yang terpenting sebenarya adalah kesungguhan, baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah," ungkap Bambang.

Kesungguhan dalam melaksanakan kebijakan otonomi khusus, yang sebenarnya sudah sangat detail, kata Bambang yang terlibat dalam penyusunan kajian pemekaran Provinsi Papua Tengah itu, dalam kajian media terkait pemekaran, sikap pro, dan kontra sangat jelas terasa.

Data yang disusunnya menyebut, 26 persen masyarakat Papua mengatakan pemekaran akan mempercepat pembangunan dan bisa mengejar ketertinggalan. Sekitar 14 persen percaya pemekaran memperpendek jarak birokrasi dan memperbaiki pelayanan publik.

"Kemudian, 12 persen menilai ini akan meningkatkan kesejahteraan dan ekonomi masyarakat, dan sisanya merasa yakin terkait pemerataan pembangunan dan peluang menjadi pemimpin daerah lebih besar," beber dia.

Namun, kata dia, ada pula sikap kontra pemekaran, di mana 19 persen masyarakat percaya langkah ini lebih menyandang kepentingan politik dan hanya memenuhi nafsu perebutan jabatan sejumlah elite politik. Bahkan, pemekaran juga dianggap tidak seusai adat dan budaya, mengancam Orang Papua Asli (OAP), dan meminggirkan orang Papua.

Sementara, Wakil Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR ) John Wempi Wetipo menyebut, pemekaran bisa berdampak baik. Namun, bila tanpa kontrol, hal ini juga bisa menjadi masalah.

"Karena itu, saya berharap apapun pemekaran yang dilaksanakan, paling tidak ada payung yang besar untuk mengawal semua proses pembangunan yang terjadi di Papua," ujar John.

Payung besar yang dimaksud, kata dia, adalah perlunya pemerintah pusat membentuk badan otoritas untuk mengoordinasi semua kebijakan yang diterapkan di Papua, termasuk terkait pemekaran.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: