Nama Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil terus disebut-sebut masuk pusaran dua partai politik, Golkar dan terakhir Partai Demokrat selama tiga pekan terakhir ini. Munculnya nama Ridwan Kamil dalam letupan internal partai politik menunjukan sosoknya muncul sebagai figur elektoral.
Pengamat politik dari Universitas Padjajaran (Unpad) Muradi mengatakan, tokoh-tokoh muda seperti Ridwan Kamil dinilai para pengurus partai politik yang tidak memiliki figur merupakan 'darah segar' yang memiliki kapasitas untuk meningkatkan kader. Muradi melihat faktor ini yang menjadikan Ridwan Kamil masuk dalam bursa Ketua Umum Demokrat versi KLB.
Baca Juga: Demokrat Jabar: Kang Emil Tak Akan Terjebak Gumaman Halusinasi Gerombolan Liar
"Saya kira Kang Emil memungkinkan untuk itu. Apalagi misalnya, AHY sudah hampir setahun memimpin partai, tapi nggak naik elektabilitas dia. Dia masih di luar sepuluh besar," ujar Muradi saat dihubungi wartawan, Rabu (3/3/2021).
Muradi menjelaskan, lima besar yang elektabilitasnya tinggi seperti RK, Prabowo, Ganjar, Anies, dan Sandiaga. Jadi, mungkin Demokrat butuh orang yang bisa meningkatkan elektoral partai.
"Wajar saja dan Kang Emil punya peluang itu dan sama seperti peluang dia memimpin partai di Golkar. Oke saja karena partai yang siap secara regenerasi maksimal sampai 2022 maka dia akan mampu kompetitif di 2024," paparnya.
Muradi mengingatkan, Ridwan Kamil tak terburu-buru dan terbujuk angin surga yang muncul dari konflik internal partai politik. Pasalnya, pria yang akrab disapa Emil itu berangkat menjadi kepala daerah sebagai tokoh nonpartai. "Maka posisi saat ini jauh lebih baik ketimbang buru-buru berbaju politik," ucapnya.
Walaupun, kata dia, peluangnya untuk melirik partai politik masih terbuka, mengingat masih banyak partai yang belum memiliki figur yang bisa memiliki nilai elektoral tinggi. "Kalau memungkinkan untuk bisa masuk (partai), dia harus bisa mempertimbangkan partai lain di luar partai yang menawarkan sebagai calon ketua umum. Karena, banyak partai yang sebenarnya belum punya kader, seperti PAN, Demokrat, NasDem," katanya.
Jadi, kata dia, peluang Emil akan baik kalau menjaga ritme untuk menggali dukungan dari partai lain. "Kalau dia ambil contoh Golkar saja, maka ceruknya habis hanya dapat kolam kecil. Sementara karakternya lebih leluasa bergerak di kolam besar. Ini perlu digarisbawahi," katanya.
Karena itu, Muradi menilai, rugi jika tokoh sekelas Emil terbawa masuk ke dalam Partai Demokrat. Menurutnya, dengan kondisi konflik internal di partai yang dibuat SBY tersebut, Emil tidak bisa memanfaatkan partai tersebut sebagai kendaraan yang solid menghadapi kontestasi Pilpres 2024.
"Kolam politiknya makin kecil dan dia akan terjebak dalam konflik internal. Itu wasting time karena dia bukan kader lama. Peluang untuk fighting tak terlalu kuat dibandingkan kader lama. Sekarang kan pertarungan pendiri dan anak muda," katanya.
Jadi, kata dia, sebaiknya fokus saja, peluang itu akan hadir pada 2022. Ada dua kemungkinan, pertama ada proses pemilihan presiden konvensi NasDem misalnya, atau membangun komunikasi dengan semua partai. "Karena peluangnya masih fifty-fifty," katanya.
Muradi meminta, Emil memanfaatkan sisa jabatan sebagai gubernur dan tidak terburu-buru. Menurutnya, Emil perlu mengoptimalkan kerja sebagai Gubernur Jabar karena akan memberikan efek elektoral luar biasa mengingat Jabar penduduknya paling besar.
Sebelumnya, salah satu pendiri Partai Demokrat, Darmizal mengungkapkan, sudah ada banyak nama yang diwacanakan untuk menggantikan AHY. Selain Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko, Darmizal juga mengatakan ada nama lain yang muncul, seperti Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas, Gubernur Jabar Ridwan Kamil, Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor, dan Ketum Partai Emas Hasnaeni.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum