Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Serukan 'Benci Produk Asing' Eh Dinyinyirin, Lihat Nih Jokowi Balas Pake Jurus Gus Dur

Serukan 'Benci Produk Asing' Eh Dinyinyirin, Lihat Nih Jokowi Balas Pake Jurus Gus Dur Kredit Foto: Instagram Joko Widodo
Warta Ekonomi -

Presiden Jokowi heran, seruannya untuk membenci produk asing malah dinyinyirin banyak pihak. Padahal, seruan ini sangat positif. Tapi, Jokowi tidak mau ambil pusing. Meminjam jurus Gus Dur, Jokowi bilang: gitu aja kok rame.

Kalimat itu terucap saat Jokowi membuka Rapat Kerja Nasional Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), di Istana Bogor, Jawa Barat, kemarin. Jokowi menganggap, tidak ada yang salah dari seruannya. Meski meminta benci produk asing, nyatanya Indonesia tidak menerapkan sistem proteksionisme. Baca Juga: Kemarin Sampaikan Kabar Gembira, Terus Geger, Sekarang Pak Jokowi Bilang: Gitu Aja..

“Sekali lagi, saya tegaskan, kita ini menganut keterbukaan ekonomi. Nggak ada yang kita tutup-tutup. Saya tegaskan, kita juga bukan bangsa yang menyukai proteksionisme, ndak,” tegas Jokowi.

Menurutnya, proteksionisme tidak memberi hasil yang baik bagi ekonomi nasional. Makanya, Indonesia memilih terbuka. Hanya saja, dia tidak ingin Indonesia menjadi korban perdagangan yang tidak adil dari pasar internasional.

Makanya, dia heran, kenapa seruan soal benci produk impor menjadi polemik. "Masak nggak boleh kita nggak suka. Kan boleh saja nggak suka produk asing. Gitu saja rame. Saya ngomong benci produk asing, itu saja rame. Boleh kita tidak suka produk asing," cetusnya. Baca Juga: Jokowi Sudah Cabut Perpres Miras, Jadi Tinggal Mas Anies Nih, Atau Mau Menghalalkan yang Haram?

Untuk industri lokal, Jokowi meminta meningkatkan kualitas. Selain itu, harga barangnya harus lebih kompetitif, pengemasannya baik, hingga desain lebih menarik. Agar sesuai dengan tren kekinian.

Saking seriusnya mengerek produk lokal, Jokowi juga meminta agar kementerian/lembaga dan perusahaan pelat merah memperbesar tingkat komponen dalam negeri (TKDN). "Jangan sampai proyek-proyek pemerintah, proyeknya BUMN, masih memakai barang impor. Kalau itu bisa dikunci, bisa menaikkan permintaan produk dalam negeri yang tidak kecil,” pesannya.

Jika Jokowi heran, Menteri Perdagangan M Lutfi justru merasa bersalah. Sebab, dia merasa, imbauan Jokowi itu keluar akibat laporannya, yang disampaikan sebelum Rapat Kerja (Raker) Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kamis (4/3), bahwa ada praktik yang tidak adil dalam perdagangan digital (e-commerce). Atas hal itu, Lutfi meminta imbauan Jokowi itu tidak dibesar-besarkan.

Eks Dubes Indonesia untuk Amerika Serikat ini menyampaikan, pelaku e-commerce yang menjual produk asing lintas negara bisa mengancam eksistensi pengusaha lokal. "Saya ingin luruskan. Ini laporan saya untuk meminta beliau buka Raker Perdagangan dua hari lalu, karena kita kehilangan UMKM karena masalah tersebut," terangnya.

 

Menteri BUMN Erick Thohir sudah siap mengimplementasikan imbauan Jokowi ini. Salah satu caranya, dengan merevitalisasi PT Sarinah, yang akan 100 persen menjual produk lokal. 

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mencoba menganalisis kenapa Jokowi sampai menyerukan benci produk asing. Dia melihat, ada dua alasan. Pertama, karena produk lokal tidak bisa merebut hati konsumen. Kedua, karena banjirnya produk asing.

Hariyadi membenarkan, saat ini e-commerce dibanjiri produk asing, mayoritas dari China. Barang-barang itu lebih diserbu masyarakat karena dianggap lebih murah, berkualitas, dan memenuhi selera. 

Apakah imbauan Jokowi akan efektif? Kata Hariyadi, jika hanya imbauan, tidak akan efektif. "Saran saya ada dua. Produk lokal harus bisa memenuhi preferensi konsumen. Kedua, pemerintah harus menjaga level bersaingnya biar adil. Karena di e-commerce itu barang masuk suka-suka mereka saja. Bukan semata-mata menolak, tapi regulasinya harus diatur," ujarnya.

Ekonom Indef, Bhima Yudhistira menganggap, pernyataan Jokowi ditujukan untuk internal pemerintah. Sebab, dia melihat, masih banyak proyek pemerintah yang menggunakan barang impor. Salah satunya baja. “Tahun 2019 saja, impor baja tembus 10 miliar dolar AS. Ini kan ajaib dan lepas kendali," beber Bhima.

Selain itu, e-commerce. Dia menganggap pemerintah tidak melakukan apa pun, bahkan terkesan membiarkan produk asing membanjiri pasar dalam negeri. 

Studi Indef memperlihatkan, produk lokal yang diperdagangkan secara online hanya 25,9 persen. Sementara, barang made in China porsinya terus meningkat. Nilainya lebih dari 30,9 persen dari total impor nonmigas.

Saran Bhima, pemerintah jangan berhenti pada imbauan. Melainkan menerbitkan kebijakan yang langsung dirasakan untuk membendung dominasi produk impor. "Misalnya pembatasan maksimum 30 persen barang impor yang boleh dijual di platform e-commerce, baik bisnis ke bisnis maupun bisnis ke konsumen. Lalu, ada pembatasan berdasarkan country of origin atau negara tempat produksi asal," pungkasnya. [MEN]

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: