Maqdir berpendapat cara dan proses penegakan hukum demikian tidak akan melahirkan keadilan. Tetapi justru akan mendatangkan ketidakadilan.
Dalam sidang yang digelar pada 3 Maret 2021, Hartono Laras dan Pepen Nazaruddin mengatakan para saksi sama sekali tidak melakukan konfirmasi kepada Menteri Juliari atas cerita Adi Wahyono mengenai adanya arahan Menteri terkait pungutan operasional bansos.
Sedangkan, saksi Pepen Nazaruddin dan saksi Hartono Laras mengubah keterangannya dalam persidangan 8 Maret 2021. Pepen dan Hartono saat itu mengatakan telah melakukan konfirmasi kepada Mensos Juliari Batubara setelah mendengar laporan dari Adi Wahyono bahwa menteri mengarahkan untuk melakukan pungutan terhadap Bansos.
Maqdir menjelaskan, proses penegakan hukum, terutama pembuktian, tidak boleh disandarkan pada pengakuan orang bersalah dan menunjuk orang lain yang juga bersalah.
"Proses penegakan hukum harus didasarkan kepada fakta dan bukti di persidangan yang saling bersesuaian," tegasnya.
Dalam perkara ini, Harry Van Sidabukke didakwa menyuap mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara senilai Rp1,28 miliar terkait penunjukan perusahaan penyedia bantuan sosial sembako Covid-19.
Selain didakwa menyuap Juliari, Harry didakwa menyuap dua anak buah Juliari yaitu Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso.
Kedudukan Adi Wahyono selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Satuan Kerja Kantor Pusat Kemensos tahun 2020 dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan bansos sembako Covid-19 pada Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial Kemensos bulan Oktober - Desember 2020.
Adapun Harry Van Sidabukke selaku PPK pengadaan bansos sembako Covid-19 pada Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial Kemensos bulan April - Oktober 2020. Dalam kasus dugaan penyuapan itu Juliari Batubara turut terseret-seret karena adanya pernyataan penerima suap tentang adanya uang operasional menteri.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: