Ngeri Dibakar, Taiwan Perintahkan Bisnis-bisnis di Myanmar Kibarkan Bendera
Insiden dibakarnya perusahaan China, membuat Taiwan memerintahkan perusahaannya di Myanmar untuk mengibarkan bendera negara dan memasang simbol-simbol Taiwan, agar peristiwa serupa tak terjadi.
Dilansir Reuters, kemarin, kantor perwakilan Taiwan di Myanmar menghubungi perusahaan-perusahaan mereka di sana setelah mengetahui bahwa perusahaan yang didanai China dibakar pada Minggu (14/3/2021).
Baca Juga: Kemlu Tegaskan Evakuasi Para WNI di Myanmar Belum Urgent karena...
Para demonstran menilai, China mendukung junta militer, yang mengambil alih kekuasaan di Myanmar dan menggulingkan pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi.
“Menyarankan pengusaha Taiwan untuk menggantung tanda dalam bahasa Burma bertuliskan ‘perusahaan Taiwan’ di pabrik dan menjelaskan kepada pekerja lokal dan tetangga bahwa mereka adalah pabrik Taiwan, untuk menghindari orang luar bingung dan salah menilai,” begitu pernyataan perwakilan tersebut dikutip Reuters.
Menurut Kementerian Luar Negeri Taiwan, dalam insiden Minggu (14/3), 10 karyawan pabrik sepatu Taiwan, Tsang Yih Company di kawasan industri Hlaing Thaya, Yangon, sempat terjebak. Sebab, pabrik itu tak jauh dari pabrik garmen milik China yang dibakar. Namun, semua selamat.
Diketahui, pabrik Tsang Yih mempekerjakan 9.000 orang, dan merupakan pemasok utama Adidas.
Perusahaan Taiwan di Asia Tenggara kerap dikira sebagai perusahaan China dalam setiap aksi-aksi protes. Seperti pada 2014, pabrik Taiwan jadi sasaran kemarahan massa gara-gara China melakukan pengeboran minyak di bagian Laut China Selatan yang diklaim oleh Vietnam.
Diketahui, China mengklaim Taiwan sebagai wilayahnya. Taiwan juga tidak memiliki hubunganresmi dengan Myanmar. Sebab, negara yang dikenal dengan Burma itu secara resmi menganggap Taiwan sebagai bagian dari China.
Usai pembakaran perusahaan China, 22 demonstran anti-kudeta Myanmar tewas ditembak pasukan keamanan di Distrik Hlaingthaya, Yangon.
Kelompok pro-demokrasi Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) melaporkan, ada 16 demonstran lainnya yang juga ditembak mati di tempat lain, sehingga totalnya 39 korban meninggal sepanjang Minggu (14/3/2021).
Ini menjadikan Minggu 14 Maret sebagai hari paling berdarah sejak kudeta menggulingkan Aung San Suu Kyi pada 1 Februari.
“Mengerikan, orang-orang ditembaki di depan mata saya. Ini tidak akan pernah hilang dari ingatan saya,” kata seorang jurnalis foto yang meminta namanya tak dipublikasikan.
Tak hanya menembaki demonstran, militer memberlakukan keadaan darurat di Hlaing Thaya serta distrik-distrik di Kota Yangon.
Terpisah, Kedutaan Besar (Kedubes) China mengatakan, banyak pekerjanya yang terluka dan terperangkap dalam aksi pembakaran pada Minggu (14/3/2021). Pihaknya telah meminta Myanmar untuk melindungi properti dan warga China di negara itu.
Kedubes menggambarkan situasinya sangat parah. Namun mereka tak menyinggung soal kekerasan yang dilakukan militer Myanmar terhadap demonstran.
“China mendesak Myanmar mengambil langkah lebih lanjut untuk menghentikan semua tindakan kekerasan, menghukum pelaku sesuai dengan hukum, dan menjamin keselamatan jiwa dan properti perusahaan dan staf warga China di Myanmar,” bunyi pernyataan Kedubes China, dikutip Reuters, kemarin.
Tidak ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas pembakaran pabrik-pabrik tersebut. Sentimen anti China meningkat sejak kudeta yang menjerumuskan Myanmar ke dalam kekacauan.
Kawasan industri di Hlaing Thaya didominasi pabrik garmen. Sebagai kota industri, Hlaing Thaya dihuni banyak pekerja migran dari berbagai kota di Myanmar.
Stasiun televisi Myawadday yang dikelola militer melaporkan, pasukan keamanan bertindak setelah empat pabrik garmen serta pabrik pupuk dibakar dengan sengaja oleh orang tak dikenal.
Setelah itu, sekitar 2.000 orang memblokade kendaraan pemadam kebakaran yang hendak memadamkannya. Sejauh ini militer enggan memberikan komentar terkait kejadian tersebut.
Dokter Sasa, perwakilan anggota parlemen yang dikudeta, menyuarakan solidaritas terhadap warga Hlaing Thaya.
“Para pelaku, penyerang, musuh rakyat Myanmar, serta SAC (Dewan Administrasi Negara sebutan rezim militer) yang jahat akan dimintai pertanggungjawaban atas setiap tetes darah yang tumpah,” tegasnya.
Berdasarkan data AAPP, dengan 39 korban tewas ini, jumlah total kematian dalam unjuk rasa menentang kudeta Myanmar menjadi 126 orang. Serta lebih dari 2.150 orang ditahan, sebanyak 300 di antaranya telah dibebaskan.
Sidang Suu Kyi Batal
Pengadilan Myanmar, kemarin, membatalkan sidang terhadap pemimpin sipil yang digulingkan, Aung San Suu Kyi, karena kendala koneksi internet.
Ketua Tim Penasihat Hukum Suu Kyi, Khin Maung Zaw, mengatakan, akibat kendala ini sidang yang digelar virtual ditunda hingga 24 Maret.
Suu Kyi (75) didakwa terkait impor alat komunikasi walkie talkie tanpa izin serta menggunakannya. The Iron Lady itu juga dikenakan pasal undang-undang bencana karena melanggar pembatasan pandemo Covid-19 terkait perkumpulan massa saat kampanye Pemilu November 2020.
Selain itu, Suu Kyi juga didakwa menerima suap 600.000 dolar AS atau sekitar Rp 8,5 miliar serta emas selama menjabat.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: