Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Yah, Mas AHY Rupanya Gak Didukung Rakyat Nih! Mayoritas Sebut KLB-Moeldoko Sah

Yah, Mas AHY Rupanya Gak Didukung Rakyat Nih! Mayoritas Sebut KLB-Moeldoko Sah Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kubu Ketua Umum (Ketum) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan kubu Ketum Moeldoko sama-sama mengklaim bahwa merekalah yang berhak atas kepengurusan Partai Demokrat. Terkait hal itu, pada 6 sampai 14 Maret 2021, Indonesia Development Monitoring (IDM) melakukan survei untuk melihat pandangan masyarakat Indonesia terhadap kisruh Demokrat.

Khususnya, pandangan publik terkait dinasti politik serta legalitas dari masing-masing kubu. Hasilnya, sebanyak 86,7 persen responden menyatakan, kepengurusan Partai Demokrat sebelum KLB merupakan bagian dari dinasti politik.

Baca Juga: Kembali 'Diserang' Mantan Kader Demokrat, AHY Kena Gugat Rp5 Miliar

"Sebanyak 7,4 persen menyatakan bukan bagian dari Dinasti politik, sedangkan sebanyak 5,9 persen tidak menjawab," kata Direktur Eksekutif IDM, Fahmi Hafel dalam keterangan tertulisnya, Senin (22/3/2021).

Uniknya, hasil survei menunjukkan bahwa sebanyak 87,3 persen responden setuju kalau praktik dinasti politik di Partai Demokrat menimbulkan iri hati para kader dan menghambat kemajuan para kader di luar keluarga SBY (Susilo Bambang Yudhoyono). Sementara itu, ada sebanyak 9,6 menyatakan tidak setuju dan 3,1 persen tidak mau menjawab.

Bahkan, mayoritas responden, tepatnya sebanyak 86,7 persen responden, setuju kalau praktik dinasti politik di Partai Demokratlah yang menyebabkan resolusi konflik di internal selama dipimpin AHY. "Sebanyak 7,1 persen tidak setuju dan sebanyak 6,2 persen tidak menjawab," imbuhnya.

Sebagai informasi, Moeldoko ditetapkan sebagai Ketum Partai Demokrat dalam forum Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang, Sumatera Utara pada 5 Maret 2021 lalu. Menanggapi itu, AHY tegas menyatakan bahwa KLB tersebut abal-abal karena tidak sesuai dengan AD/ART partai.

IDM pun menanyakan kepada responden terkait itu. Dari temuan survei didapati bahwa sebanyak 72,2 persen responden menyatakan bahwa pengangkatan Moeldoko sebagai Ketua Umum dan pengurusnya dari KLB Partai Demokrat tidak ilegal. "Sebanyak 12,5 persen menyatakan bahwa kepengurusan hasil KLB ilegal dan sebanyak 15,3 persen menyatakan tidak tahu dan tidak menjawab," kata Fahmi.

Perlu diketahui, survei ini melibatkan sebanyak 1.020 warga negara Indonesia yang tersebar di 34 provinsi. Survei ini memiliki margin of error +/- 2,9 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Adapun untuk mengikuti protokol kesehatan pencegahan dan pengendalian Covid-19. Jajak pendapat ini dilakukan melalui sambungan telepon Whatsapp dan sambungan langsung melalui nomor telepon.

Sementara itu, responden terdiri dari 51,4 persen laki-laki dan 48,6 persen perempuan. Sebanyak 50,9 persen responden tinggal di perkotaan dan sebanyak 49,1 persen di pedesaan. Sebanyak 11,8 persen responden berpendidikan SD/SMP, sebanyak 50,8 persen responden berpendidikan SMA/setingkat, dan sebanyak 37,4 persen responden berpendidikan D3/S1/S2.

Terlepas dari survei di atas, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin menegaskan, dinasti politik sesungguhnya tak bagus diterapkan di partai politik yang berkonsep modern.

"Karena partai modern bukan bersandar pada dinasti politik, tapi pada kekuatan dalam membangun dan memperkuat pelembagaan partai politik, seperti membangun demokratisasi di internal partai, membuat kaderisasi yang baik, rekrutmen politik yang menjungjung nilai-nilai prestasi, dan lain-lain," jelas Ujang.

"Dinasti politik akan membunuh pelembagaan partai politik karena yang berkuasa hanya dari klan tertentu, dari keluarga tertentu. Tidak terbuka untuk semua," lanjut Ujang.

Akibatnya, tambah Ujang, bukan tidak mungkin akan timbul rasa iri dan perlawanan dari kader-kader yang merasa ikut andil dalam membesarkan partai, tetapi tidak memperoleh posisi penting. "Karena yang berkuasa di partai tersebut dari keluarga tertentu saja. Bisa melawan terselubung atau pun terang-terangan. Bahkan keluar partai. Namun, semua itu adalah pilihan," tukas Ujang.

Sementara itu, Direktur Political and Public Policy Studies (P3S) Jerry Massie menekankan, legal atau tidaknya Demokrat versi KLB hanyalah ditentukan oleh Kemenkum HAM dan juga melihat AD/ART dari partai ini pada 2001 silam.

"Jadi, tinggal mereka (Kemenkumham) melihat dan mempelajari berkas keduanya dan memutuskan sikap, tapi bisa saja kubu Moeldoko memakai AD/ART versi yang lama dan AHY versi yang baru. Keputusan ada di Kementerian Hukum dan HAM. Kalau saya bilang legal, akan ada yang menggangap ilegal begitu juga saya saya katakan ilegal, kubu KLB yang dimotori Jhoni Marbun dan koleganya pasti menyebut KLB ini sah. Tapi kalau tak dianulir berarti legal," kata Jerry.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: