Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Sejumlah Orang di Colorado Didor, Biden Mau Persulit Senjata Api tapi Diganjal Oleh...

Sejumlah Orang di Colorado Didor, Biden Mau Persulit Senjata Api tapi Diganjal Oleh... Kredit Foto: AP Photo
Warta Ekonomi, Washington -

Aksi penyerangan bersenjata masih terus terjadi di Amerika Serikat (AS). Karena itu, Presiden AS Joe Biden menyerukan larangan kepemilikan senjata pada warga. Namun, niat Biden terganjal politisi Partai Republik.

Biden menegaskan, saat ini adalah waktu yang tepat untuk mengambil keputusan menyela­matkan nyawa warga tak bersalah. Dia mendorong, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Senat AS segera mengambil langkah.

Baca Juga: Soal Pengendalian Senjata, Kamala Harris Terus Pepet Senat: Cukup dengan Keberpihakan

“Kami bisa melarang senjata serbu dan magasin berkapasitas tinggi di negara ini sekali lagi,” kata Biden, dikutip Channel News Asia, kemarin.

Kongres AS pernah menge­luarkan larangan semacam itu pada 1994. Namun pada 2003, UU itu kedaluwarsa, dan tidak diperbarui setelah sejumlah ha­sil survei menganggap kontrol kepemilikan senjata tak efektif mencegah kekerasan senjata.

Dan masalah saat ini, lanjut Biden, seharusnya bukan lagi menjadi masalah partisan. Dia menyebut, ini masalah AS. Dan tiap kebijakan yang diambil akan menyelamatkan banyak nyawa. “Nyawa Amerika. Dan kita harus bertindak,” tegasnya.

Pernyataan Biden disampaikan hanya beberapa jam usai se­orang pemuda 21 tahun melaku­kan penembakan brutal yang menewaskan 10 orang di sebuah supermarket di Boulder, Negara Bagian Colorado.

Penembakan itu terjadi kurang dari sepekan setelah pria ber­senjata lainnya menembak mati delapan orang di Kota Atlan­ta, Georgia.

Atas rentetan peristiwa itu, warga menyerukan agar para politikus segera bertindak. Tapi, seruan itu tampak bertepuk sebelah tangan. Partai Republik belum lama ini menentang aturan itu. Partai itu berdalih, bahwa larangan itu merupakan pelanggaran hak warga yang ingin memiliki senjata.

Di bulan ini, DPR AS mengeluarkan dua rancangan aturan terkait kepemilikan senjata. Yak­ni, pemeriksaan latar belakang calon pemilik sebagai upaya untuk mencegah penembakan brutal.

Tapi, rancangan itu tidak mungkin lolos di Senat. Sebab, harus ada 9 Senator Republik yang menyetujuinya. Kendati demikian, Pemimpin Mayoritas Senat AS Chuck Schumer ingin membahas kasus kekerasan ber­senjata tersebut di Senat.

Juru Bicara Gedung Putih Jen Psaki menambahkan, Gedung Putih sedang mempertimbangkan berbagai alat. Termasuk bekerja melalui undang-undang, hingga perintah eksekutif untuk menangani kekerasan bersenjata.

Larangan Dihapus

Tersangka pembunuhan di Colorado, bernama Ahmad Al Aliwi Alissa, kini dirawat di ru­mah sakit. Dia ditembak petugas menyusul serangan Senin petang di supermarket King Soopers di Boulder, sekitar 50 kilometer barat laut Denver, Colorado.

“Dia didakwa dengan 10 dak­waan pembunuhan pada tingkat pertama dan akan segera dibawa ke penjara Boulder,” kata Kepala Polisi Maris Herold.

Herold juga membacakan satu per satu, nama dari 10 orang yang tewas dalam serangan itu. Pria dan wanita berusia dari 20 hingga 65 tahun. Termasuk Polisi Eric Talley, ayah berusia 51 tahun yang memiliki tujuh anak. Dia merupakan korban pertama dalam peristiwa itu.

Gubernur Colorado Jared Po­lis menyerukan agar tiap warga saling mengenal satu sama lain. Apalagi, Boulder merupakan sebuah kota komunitas kecil. Dia berpesan, semua warga harus peka.

“Tak satu pun dari mereka yang menyangka bahwa ini akan menjadi hari terakhir mereka di planet ini,” ujar Polis.

Colorado mengalami dua penembakan massal paling terkenal dalam sejarah AS. Di Sekolah Menengah Atas Columbine pada 1999 dan di bioskop di Aurora pada 2012. Pembantaian tersebut men­dorong perubahan peraturan terkait senjata. Kendati akhirnya tidak menghasilkan perubahan besar.

Kota Boulder memberlakukan larangan senjata serbu dan magasin berkapasitas besar setelah penem­bakan Parkland, Florida pada 2018. Tapi, seorang hakim menghapus larangan itu, pekan lalu. Dan, putusan itu menuai pujian dari kelompok pro kepemilikan senjata, National Rifle Association.

Tersangka penembakan terbaru, memiliki senapan dan pistol semi-otomatis. Senjata itu di­belinya sepekan lalu. “Ang­gota keluarganya melihatnya memainkan senjata itu dua hari sebelum penembakann,” pernyataan polisi.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: