Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Nama Mas Ibas Kena Senggol Lagi, KPK Kapan Mau Tuntaskan Korupsi Candi Hambalang?

Nama Mas Ibas Kena Senggol Lagi, KPK Kapan Mau Tuntaskan Korupsi Candi Hambalang? Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Direktur Academic Training Legal System (ATLAS), Miartiko Gea, meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera menuntaskan kasus korupsi proyek Pusat Pendidikan dan Pelatihan dan Sarana Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang, yang telah dijadikan lahan korupsi berjamaah pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) periode ke-2.

"Proyek hambalang mangkrak karena terjadi korupsi yang sangat terstruktur, sistematis dan masif mulai dari perencanaan hingga pada pembangunan fisiknya. Dalam pembangunan proyek hambalang yang mangkrak tersebut negara mengalami kerugian yang sangat besar 463,66 miliard rupiah periode 2010-2011 nilai total loss dari nilai kontrak 1,2 triliun," ujanya, dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (27/3/2021). Baca Juga: Korupsi Candi Hambalang, Anaknya SBY Kena Colek: Kok Mas Ibas Belum Diraba-raba Nih

Menurut dia, dari fakta-fakta yang terungkap di persidangan banyak pihak yang ikut menikmati hasil korupsi proyek hambalang tersebut, salah satu pihak yang sering sekali disebut-sebut oleh Yulianis dan Nazarudin dalam korupsi proyek hambalang adalah Edhie Baskoro Youdhoyono (Ibas) yang pada saat itu sebagai Sekjen Partai Demokrat. Baca Juga: Secara Hukum Ternyata KLB Demokrat Moeldoko Dapat Dipertanggungjawabkan Lho! Karena Pak SBY Juga...

"Bahkan dugaan keterlibatan Ibas dalam bentuk penerimaan aliran dana terungkap dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan persidangan dari dua orang saksi yang telah disumpah dan didukung alat bukti dokumen," ucapnya.

"Komisi Pemberatasan Koruspi (KPK) harus segera menuntaskan mega proyek korupsi hambalang karena sangat jelas dan terang pihak-pihak mana yang terkait dalam proyek yang merugikan keuangan negara tersebut," tegas Miartiko.

Diketahui kerugian negara yang muncul akibat mega korupsi proyek tersebut sebagaimana disampaikan oleh Hadi Purnomo waktu menjabat sebagai ketua BPK sebesar Rp463,66 miliar dan di duga masih ada kerugian negara lainnya yang harus di usut tuntas agar KPK tidak dipersepsikan oleh publik sebagai lembaga negara yang diskriminatif dalam pemberantasan korupsi, artinya pemberantasan korupsi tumpul pada pihak-pihak tertentu. 

"Dari fakta-fakta hukum yang terungkap dipersidangan, dugaan keterlibatan Cikeas sangat kental, oleh karenanya KPK harus kembali membuka penyelidikan pada pihak-pihak yang di duga terkait," tegas Miartiko.

Dia juga menegaskan bahwa tindak pidana korupsi adalah tindak pidana extraordinary crime, oleh karenanya harus di tangani juga dengan cara-cara extraordinary pula.

Selain itu, semangat pemberantasan tindak pidana korupsi tercermin dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XI/MPR/1998 Tentang

Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme yang kemudian diejawantahkan dalam Undang-Undang Tindak pidana korupsi dan segala perubahannya.

"Semangat pemberantasan korupsi juga sangat tercermin dari beberapa pernyataan presiden Jokowi yang meminta setiap tindak pidana koruspi yang merugikan keuangan negara harus di usut tuntas. Sikap itu kemudian di implementasikan dengan membentuk tim pemburu koruptor, oleh karenanya KPK jangan sampai kalah dengan tim yang baru tersebut," pungkasnya.

Sebelumnya, Plt Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ali Fikri, akhitnya buka suara terkait pernaytaan Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat kubu Moeldoko, yakni Max Sopacua, soal kasus megakorupsi proyek Wisma Atlet Hambalang.

Ia menegaskan jika para penyidik akan mengusut dugaan korupsi berdasarkan alat bukti, bukan karena pengaruh di luar hukum, terlebih politik.  

Sebelumnya, kubu Moeldoko mempertanyakan Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas), putra bungsu SBY, yang tidak tersentuh dalam kasus tersebut.

"Kami menegaskan, penanganan perkara adalah murni proses hukum, didasarkan alat bukti. Tidak ada kaitan dengan hal di luar penegakan hukum," katanya kepada wartawan, Jumat (26/3/2021). 

Lanjutnya, ia mengakui jika KPK sudah sejak lama ingin ditarik-tarik elite politik yang mencari kesempatan.

"Upaya untuk menarik KPK dalam pusaran politik bukan hal baru, dan kerap dilakukan oleh pihak-pihak yang berusaha mengaburkan atau mengambil kesempatan," katanya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: