Upaya pemerintah untuk memangkas ketergantungan energi impor dinilai sebagai langkah tepat. Salah satunya adalah dengan mengalihkan penggunaan Liquefied Petroleum Gas (LPG) ke energi yang bersumber di dalam negeri.
Direktur Eksekutif ReForminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, pengurangan impor LPG harus menjadi prioritas. Selain konsumsinya terus membesar, produksi LPG di dalam negeri juga cenderung rendah. Baca Juga: Perusahaan Batu Bara Taipan Sudwikatmono: Omzet Amblas, Kerugian Indika Energy Bengkak 547%
"Tren yang ada menunjukkan konsumsi dan impor LPG terus meningkat setiap tahun. Jika tidak berani melakukan perubahan, impornya akan semakin besar dan ini akan jadi beban pemerintah karena di subsidi," ujar Komaidi di Jakarta, Rabu (7/4/2021). Baca Juga: Pertamina Akan Impor LPG 7,2 Juta Metrik Ton di Tahun 2021
Berdasarkan proyeksi Kementerian Energi dan SUmber Daya Mineral (ESDM), impor LPG sampai 2024 akan mencapai 11,98 juta ton. Sementara produksi LPG hanya sebanyak 1,97 juta ton per tahun. Kapasitas produksi kilang LPG di dalam negeri sendiri ditargetkan sekitar 3,98 juta ton pada 2024. Akibat arus impor LPG yang kian membesar, khusus di 2021 saja pemerintah terpaksa mengalokasikan subsidi hingga senilai Rp37,85 triliun.
Menurut Komaidi, besarnya angka subsidi LPG tersebut sejatinya bisa digunakan untuk membiayai proyek infrastruktur gas bumi. Selain sumber gas bumi masih sangat besar, selama ini penggunaan gas bumi terbukti lebih efisien dan aman.
Kuncinya, lanjut Komaidi, pemerintah serius dan konsisten untuk mendorong pembangunan infrastruktur. Ia menyayangkan beberapa program pembangunan jaringan gas (jargas) untuk rumah tangga hingga kini hasilnya tidak optimal.
"Perlu ada konsistensi dan komitmen riil bahwa program yang baik seperti pembangunan jargas 4 juta rumah tangga bisa diwujudkan. Energi ini adalah kebutuhan yang terus menerus, karena itu perlu kebijakan yang komprehensif, jangan parsial apalagi coba-coba," tegasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil