Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pengamat: KLB Moeldoko Ditolak, Waspadai Hoax ala Goebbels NAZI

Pengamat: KLB Moeldoko Ditolak, Waspadai Hoax ala Goebbels NAZI Kredit Foto: Antara/Endi Ahmad

Hoaks yang harus dilawan itu urai Isnaini antara lain; pertama, kubu Moeldoko mengatakan bahwa penolakan oleh Kemenkumham adalah upaya pemerintah melempar persoalan ke Pengadilan, supaya kubu Moeldoko bisa memenangkannya di Pengadilan. “Ini pemikiran sesat,” Kata Isnaini. Menurut Isnaini, pernyataan ini sama saja dengan menganggap Pemerintah tidak bekerja maksimal. “Padahal Pemerintah sudah bekerja dengan sungguh-sungguh untuk menegakkan hukum dengan sebenar-benarnya dan seadil-adilnya berdasarkan data dan fakta,” tandas Isnaini.

Selain itu, pernyataan tersebut, kata Isnaini, “Menganggap hukum kita, dalam hal ini pengadilan, bisa dibeli dengan uang dan tidak menggunakan akal sehat. Padahal Razman yang Koordinator Tim Hukum mereka saja masih menggunakan akal sehat. Dia mundur karena sadar riwayat KLB PD itu sudah tamat dengan gugurnya pengakuan Penyelenggaraan KLB oleh Kemenkumham. Kenapa gugur? Karena peserta yang hadir di KLB itu adalah peserta bayaran, bukan pemegang hak suara yang sah. Bahkan ada peserta KLB yang mengatakan suara di KLB Deli Serdang adalah suara hantu. Dengan kata lain kubu KLB Moeldoko ini kalah sebelum bertanding alias didiskualifikasi karena tidak memenuhi syarat untuk bertanding.”

Hoaks yang kedua, jelas Isnaini lebih lanjut, “Soal pandangan mereka untuk gugat AD ART PD 2020. Sesuai UU PTUN Ps. 55, batas waktu untuk menggugat AD ART itu 90 hari setelah disahkannya AD ART itu oleh Menkumham. Artinya, peluang ini sudah kadaluwarsa, AD ART 2020 sudah disahkan oleh Kemenkumham setahun lalu."

Hoaks ketiga, papar Isnaini, “Pandangan jika gugatan terhadap pasal demi pasal pada AD ART 2020 disahkan, kepengurusan AHY akan demisioner, juga salah". Yang benar, lanjut Isnaini,

"Kepengurusan AHY tidak mungkin bisa demisioner karena Kepengurusan AHY dipilih dan diangkat berdasarkan AD ART PD 2015, bukan AD ART PD 2020. Agenda Kongres V PD tahun 2020 adalah; memilih Ketum dulu berdasarkan AD ART 2015, baru menyempurnakan AD ART 2015 menjadi AD ART 2020."

Mengamati kisruh upaya gerakan pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat sejak 1 Februari hingga berakhir 31 Maret lalu, Isnaini menegaskan, “Pelajaran dari ini semua adalah pangkat, jabatan, harta dan kekuasaan, yang selama ini diraih pasti akan membawa kegagalan dan kehancuran jika dilakukan untuk mencapai tujuan dengan cara-cara yang kotor dan licik.”

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: