Kementerian Perindustrian terus memacu kinerja industri logam agar bisa memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian nasional. Apalagi, kebutuhan baja saat ini semakin meningkat, baik di pasar domestik maupun ekspor.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyebut industri logam dasar tumbuh 11,46% dengan meningkatnya permintaan luar negeri. “Karenanya, pemerintah bertekad untuk terus melindungi industri dalam negeri dari serbuan produk impor,” kata di Jakarta, Selasa (20/4/2021).
Baca Juga: Ekspor Impor Naik, Neraca Dagang Maret Surplus
Agus menyatakan, diperlukan instrumen yang mampu memacu daya saing produk nasional sekaligus menjaga kesehatan serta keselamatan konsumen dan lingkungan, termasuk di sektor industri logam.
“Dengan tetap mengedepankan azas fairness dalam perdagangan internasional, implementasi SNI wajib dapat bertujuan untuk meningkatkan akses pasar luar negeri dan menekan laju impor,” tegasnya. Penerapan instrumen berupa pemberlakuan SNI secara wajib, fokus utamanya adalah untuk produk-produk yang berkaitan dengan Keamanan, Kesehatan, Keselamatan, dan Lingkungan (K3L).
“Dalam rangka mendorong industri logam nasional yang berdaya saing tinggi, perlu diciptakan iklim usaha yang kondusif dan kompetitif guna mendongkrak utilisasi serta kemampuan inovatif pada sektor tersebut,” paparnya.
Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI), Doddy Rahadi menyampaikan, nilai impor untuk HS produk SNI wajib tahun 2020 sebesar Rp102 triliun, menurun dibandingkan tahun 2019 sebesar Rp133 triliun.
“Meskipun nilai impornya menurun, saat ini terdapat 147 kode HS yang tersebar pada 28 SNI wajib sektor logam,” sebutnya.
Untuk itu, diperlukan perhatian serius dari seluruh pemangku kepentingan terkait dalam mendukung pertumbuhan industri baja nasional. “Sehingga tidak ada celah lagi membanjirnya produk-produk impor yang tidak berkualitas ke pasar dalam negeri,” ujar Doddy.
Lebih lanjut, penerapan SNI wajib pada produk logam juga bertujuan untuk merealisasikan target substitusi impor sebesar 35% pada 2022. “Pembatasan impor terutama untuk produk yang sudah dapat diproduksi oleh industri dalam negeri perlu diperkuat,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Alfi Dinilhaq