Kondisi perekonomian di Tanah Air diperkirakan masih akan tertekan oleh pandemi Covid-19 yang mulai menyengat sejak Maret 2020. Ada beberapa catatan yang membuat ekonomi di Indonesia masih belum akan pulih sepenuhnya. Hal tersebut pun akan mempengaruhi kondisi pasar modal di Indonesia.
Pasalnya, dengan kondisi ekonomi yang masih tertekan, pasar modal pun diprediksikan masih akan terkonsolidasi. Saat ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali ke level 5.900-an.
Ada dua faktor yang menekan kondisi ekonomi di dalam negeri yang belum cukup mendorong optimisme pelaku pasar. Pertama, perekonomian menengah-bawah yang belum membaik terindikasi oleh data penyaluran kredit bank yang masih rendah (Bank Indonesia mencatat -2,15% pada Februari) dan aktivitas di pasar-pasar tradisional yang belum menggeliat.
Indikasi itu semakin menguatkan prediksi bahwa aktivitas ekonomi sepanjang bulan puasa belum akan meningkat tajam seperti harapan pelaku pasar. Padahal, laju aktivitas ekonomi pada bulan puasa adalah indikator utama yang umum dijadikan referensi aktivitas ekonomi hingga akhir tahun.
Baca Juga: KOL Stories x Dodi Zulkifli: Rumus Bangun Branding, Biar Dapur Makin Ngebul
Kedua, percepatan sebaran vaksin diharapkan dapat berjalan lancar. Dengan rata-rata vaksin per hari sekitar 40.000 orang sat ini maka diprediksi jumlah penerima vaksin dalam enam bulan ke depan berada pada kisaran angka 7,2 juta orang, masih sangat rendah dibandingkan dengan target seluruh penduduk yang berada pada angka 260 juta jiwa.
Lalu di kala kondisi seperti ini apa yang sebaiknya dilakukan oleh para pelaku pasar? Apa saham yang masih bisa menjadi pilihan?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Warta Ekonomi melalui program KOL Stories mengundang stockpreneur & investfluencer Benz Virya.
Di kondisi pasar modal seperti saat ini, strategi apa yang sebaiknya dijalankan oleh para investor?
Banyak orang yang mengatakan IHSG akan turun full-cash. Sebenarnya jika teman-teman cermati atau mengikuti pergerakan sahamnya, kita bisa fokus di saham-saham winning stock saja. IHSG memang menjadi tolak ukur saham, mau itu volumenya sepi, superbullish, atau superbearish, yang membedakannya hanya saham yang sedang juara. Mau IHSG-nya naik atau turun, sepi atau ramai, akan selalu ada saham yang menghasilkan capital gain di atas 50 persen atau bahkan 100 persen.
Jadi strategi yang harus dilakukan adalah kita harus selalu menemukan "saham sakti" atau winning stock, sehingga bisa menghasilkan cuan bagger. Ini bukan berarti IHSG itu tidak dipedulikan, namun pada intinya kita harus buka mata untuk melihat makronya dan saham apa yang menjadi winning stock.
Jadi, harus kita perlu melihat isu apa yang sedang naik dan yang ada kaitannya dengan suatu perusahaan. Jangan lupa untuk selalu menggunakan metode technical dan fundamental analysis dalam memilih saham.
Apa saja sektor saham yang masih bisa menjadi pilihan investor?
Di bulan November silam muncul isu vaksin dan yang menjadi winning stock-nya adalah saham farmasi, walaupun semua saham ikut naik karena IHSG-nya bullish. Di bulan Desember, winning stock-nya yaitu saham konstruksi dan properti karena ada penerbitan regulasi UU Cipta Kerja sehingga saham yang berada di sektor tersebut naik, contohnya seperti Waskita Karya dan Adhi Karya.
Di bulan Januari, winning stock berada di sektor pertambangan seperti INCO karena ada isu investasi Tesla di Indonesia. Di Februari yang menjadi winning stock-nya adalah bank digital, walaupun saat ini chart-nya sudah mulai merah.
Bulan Maret kemarin winning stock-nya itu berkutat di industri otomotif karena ada relaksasi PPnBM dari pemerintah. Kita lihat lagi di bulan April maka winning stock-nya berada di sektor poultry dan saham-saham retail karena menjelang Lebaran.
Kemudian secara spesifik, dalam jangka pendek, menengah dan panjang saham apa saja yang bisa dilirik investor?
Saham yang masih riding atau berada di garis sebelum take off adalah saham otomotif, jadi masih bisa dikoleksi sebelum patah trend. Contohnya adalah Astra International, namun jangan langsung dibeli, pikirkan terlebih dahulu karena saham ini tidak didukung oleh IHSG. Tetapi bagi saya pribadi lebih memilih saham winning stock, karena gain-nya lebih cepat, sehingga kita bisa mendapat cuan yang lebih besar dalam waktu yang lebih dekat.
Selain otomotif, ada sektor batubara dan CPO. Harga minyak kelapa sawit dunia saat ini masih all-time high, sehingga harga saham perusahaan sawit masih ter-diskon. Contohnya adalah SIMP, LSIP, dan SSMS.
Terkait dengan bank digital, bagaimana menurut Anda prospek saham-saham bank kecil yang berpotensi menjadi bank digital?
Kalau untuk bank digital sendiri memang dari segi valuasi sudah overvalue atau sangat mahal. Tidak worth it jika beli saham ARTO diharga 10.000 dan jika mengharapkan multi-bagger maka harus naik ke 20.000. Kenapa kita tidak mengoleksi saham dengan harga 1.000 yang berpotensi naik ke 10.000. Bukannya tidak boleh, tetapi bagi saya pribadi, saya tidak akan invest di saham bank mini, namun saya akan trading. Karena trading itu trennya hanya cukup 1 minggu. Jadi boleh saja asalkan disesuaikan dengan money management-nya.
Lalu, bagaimana pandangan Anda terkait dengan crypto, apakah memang saat ini popularitas pasar saham sudah tergerus dengan crypto?
Mulai dari pertengahan tahun 2020, banyak pemula yang tidak siap rugi, sehingga mereka membeli apa saja yang sedang naik. Begitu market jatuh atau sedang sideways seperti ini, ada instrumen lain seperti crypto, maka mereka akan pindah karena dirasa menguntungkan. Jadi mengapa orang banyak yang pindah ke dunia crypto karena memiliki mental yang tidak siap rugi dan tidak punya trading plan yang baik.
Adakah pesan yang ingin disampaikan ke para pemirsa?
Jangan lupa untuk memilih saham berdasarkan isu makronya dari sentimen dan news. Kemudian, cari sektor yang terdampak. Begitu kita sudah menemukan sektornya, pilih sahamnya menggunakan metode fundamental dan technical analysis.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Patrick Trusto Jati Wibowo
Editor: Alfi Dinilhaq
Tag Terkait: