Varian Baru Corona Bikin Ngeri, Bos BioNTech Yakin Vaksin Buatannya Efektif Ciptakan Antibodi
CEO BioNTech Ugur Sahin baru-baru ini ia yakin vaksin Covid-19 perusahaannya yang bermitra dengan Pfizer efektif melawan varian virus corona yang pertama kali diidentifikasi di India.
Strain yang dikenal sebagai B.1.617 ini mengandung dua mutasi kunci yang telah ditemukan secara terpisah pada varian virus corona lainnya. Varian tersebut, yang juga disebut sebagai "mutan ganda", pertama kali terlihat di India dan dianggap sebagai penyebab lonjakan kasus Covid-19 baru-baru ini di sana. Terbaru, dikabarkan bahwa varian tersebut telah diidentifikasi di negara lain, termasuk Amerika Serikat.
Dilansir dari CNBC International di Jakarta, Jumat (30/4/21) Sahin mengatakan pembuat obat Jerman itu telah menguji vaksinnya melawan "mutan ganda" serupa. Berdasarkan data tersebut, Sahin yakin suntikan vaksin buatannya masih akan melindungi.
Baca Juga: Kisah Orang Terkaya: Harry Triguboff, Miliarder Real Estat yang Kuasai Pasar Australia
"Kami sedang mengevaluasi [ketegangan] ... dan datanya akan tersedia dalam beberapa minggu mendatang," katanya kepada CNBC.
"Tetapi, kami memiliki data mutan ganda dalam pengujian sebelumnya, dan kami yakin berdasarkan data yang kami miliki, terdapat cara netralisasi yang serupa dari virus ini. Tapi kami baru dapat mengetahui kalau sudah menerima datanya,” tambahnya.
Dalam beberapa bulan terakhir, pejabat kesehatan AS mengatakan mereka khawatir varian virus baru yang sangat menular itu. Mereka mendesak orang Amerika untuk divaksinasi secepat mungkin sebelum varian baru dan yang berpotensi lebih berbahaya muncul.
Studi telah menunjukkan vaksin Pfizer-BioNTech masih melindungi terhadap strain lain, termasuk B.1.526, varian yang pertama kali diidentifikasi di New York, dan B.1.1.7, varian yang ditemukan di Inggris.
Sebuah penelitian di Israel menemukan B.1.351, varian yang ditemukan di Afrika Selatan, mampu menembus perlindungan dari vaksin Pfizer-BioNTech, meski demikian suntikan tetap sangat efektif.
Namun, Sahin mengatakan orang-orang kemungkinan akan membutuhkan suntikan ketiga dari vaksin Covid-19 dua dosisnya karena kekebalan terhadap virus berkurang. Pada Februari, Pfizer dan BioNTech mengatakan mereka sedang menguji dosis ketiga vaksin Covid-19 mereka untuk lebih memahami tanggapan kekebalan terhadap varian baru virus.
Sahin mengatakan para peneliti telah melihat penurunan tanggapan antibodi terhadap virus setelah delapan bulan.
"Jika kami memberikan booster itu, kami benar-benar dapat memperkuat respons antibodi di atas tingkat yang kita miliki di awal sehingga itu bisa memberi kami perlindungan setidaknya selama 12 bulan, mungkin 18 bulan," katanya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajria Anindya Utami
Editor: Fajria Anindya Utami
Tag Terkait: