Fakta-fakta Utang Pemerintah Bengkak Rp6.445,07 T, Pengusaha Kritik Habis-habisan
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat utang pemerintah per akhir Maret 2021 sebesar Rp6.445,07 triliun. Secara rasio, angka utang ini setara dengan 41,64% Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
Menyikapi utang negara tersebut, pengusaha memberikan komentar. Berikut faktanya yang telah dirangkum, Minggu (2/5/2021):
1. Penerimaan Pajak Masih Sangat Rendah
Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan BPP Hipmi Ajib Hamdani mengatakan, memasuki kuartal kedua ini, potensi utang akan terus membengkak, karena dalam struktur APBN 2021, dengan belanja pemerintah mencapai Rp2.700 triliun.
Baca Juga: Anak Usaha Perusahaan Milik Konglomerat Boy Thohir dapat Pinjaman, Eh Dananya Buat Bayar Utang Lagi
"Penerimaan pajak masih sangat rendah. Di mana sampai akhir Maret 2021, baru Rp 228,1 triliun uang masuk ke kas negara," ujar Ajib di Jakarta.
Angka ini terkonstraksi 5,6% dengan penerimaan pajak pada periode yang sama pada tahun sebelumnya.
2. Pemerintah Punyai Amunisi Kas Negara
Pemerintah juga masih mempunyai amunisi untuk menambah pundi-pundi kas negara melalui utang, dengan UU Nomor 2 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19.
"Sebuah pisau bermata dua, antara fleksibilitas kewenangan berutang, sekaligus potensi debt overhang," tambah Ajib.
3. Utang Bisa Tingkatkan Ekspor?
Yang perlu dicermati dan dikritisi lebih lanjut apakah utang pemerintah ini managable atau tidak. Kemudian, apakah utang pemerintah ini bisa mendongkrak laju pertumbuhan ekonomi sehingga berujung naiknya penerimaan pajak.
"Apakah utang pemerintah ini bisa menaikkan kinerja ekspor dan mendatangkan devisa yang sustain? Sayangnya, beberapa data menunjukkan angka sebaliknya," imbuh Ajib.
Baca Juga: Anies Berutang Banyak pada Munarman dan FPI
4. Tax Ratio Tunjukkan Tren Negatif
Tax ratio menunjukkan tren yang masih negatif, bahkan per Desember 2020, angkanya hanya bisa bertengger di 7,9%. Tingkat pencapaian penerimaan pajak yang belum optimal dibandingkan dengan perputaran ekonomi yang tercermin dalam PDB.
"Indikator lainnya, dalam konteks debt service ratio (DSR) semakin meningkat, artinya utang yang dicetak oleh pemerintah belum memberikan dampak secara paralel dalam peningkatan kualitas dan kuantitas ekspor. Dari dua potensi sumber penerimaan negara, pajak dan devisa, menunjukkan angka yang tidak menggembirakan," jelas Ajib.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti