Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Orang Palestina 2 Kali Kirim Surat ke Jokowi Minta Pertolongan

Orang Palestina 2 Kali Kirim Surat ke Jokowi Minta Pertolongan Kredit Foto: Instagram/Middle East Eye
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kondisi di Jalur Gaza, Palestina makin hari makin memprihatinkan. Serangan brutal yang dilakukan zionis Israel, telah membawa banyak petaka bagi rakyat Palestina. Ratusan orang termasuk anak-anak, perempuan, tewas. Agar kebiadaban Israel ini berhenti, pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh 2 kali berkirim surat ke Presiden Jokowi meminta bantuan dari Indonesia.

Selama ini, Indonesia memang menjadi salah satu negara yang paling keras menentang kebiadaban yang dilakukan tentara zionis ke Palestina. Setiap ada kekerasan yang dilakukan Israel terhadap warga Palestina, rakyat Indonesia selalu bereaksi keras. Termasuk menggalang donasi untuk dikirim ke warga Palestina.

Baca Juga: Akhir Nasib Pria NTB yang Dibungkus Polisi karena Menghina Palestina di TikTok

Itu juga yang dilakukan Indonesia, sejak pertama kali terjadi serangan brutal yang dilakukan Israel ke Palestina, di akhir Ramadan lalu, sampai sekarang. Rakyat Indonesia rame-rame menyatakan dukungan dan mengutuk keras aksi brutal Israel tersebut. Presiden Jokowi juga sudah menyampaikan sikapnya yang meminta agresi militer Israel ke Palestina segera dihentikan.

Karena kepedulian Indonesia yang tinggi ini, membuat pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh sampai dua kali kirim surat ke Jokowi. Surat pertama dikirim Haniyeh pada Senin (10/5) lalu. Dalam surat pertamanya itu, Haniyeh menyampaikan salam Ramadhan dan Idul Fitri kepada seluruh bangsa Indonesia.

Haniyeh lalu menuliskan, keyakinan bahwa Indonesia sebagai saudara sesama muslim, berdiri bersama Palestina dalam mempertahankan Yerusalem dan Masjid Al Aqsa. Ia mengatakan, bangsa Palestina telah menunjukkan ketabahan dan kesabaran selama lebih dari 50 tahun untuk mempertahankan tanah dan kesucian Yerusalem atas nama seluruh umat Islam.

“Yang kami peringatkan bahaya dan akibatnya, menyerukan kepada Anda untuk mengambil tindakan segera dan sikap tegas terhadap agresi dan kejahatan ini,” tulis Haniyeh.

Sepekan berikutnya, Selasa (19/5), Haniyeh kembali mengirim surat pada Jokowi. Isinya tidak jauh beda dengan surat yang pertama. Eks Menteri Palestina itu memita tolong Jokowi untuk mengakhiri serangan yang dilakukan Israel.

Setidaknya, ada 3 poin yang diminta Haniyeh pada Jokowi dalam suratnya. Pertama, membantu mengakhiri agresi dan teror yang dilakukan Israel. Kedua, akhiri semua pelanggaran di Yerusalem yang diduduki, termasuk skema pemukiman Yahudi, pengusiran paksa dan diskriminasi rasial, serta mencabut semua keputusan yang menargetkan sejumlah lingkungan warga Palestina terutama Sheikh Jarra.

“Jauhkan Israel dari Masjid Al-Aqsa dan izinkan warga berdoa dengan bebas,” begitu bunyi poin ketiga.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang Luar Negeri, Sudarnoto Abdul Hakim menganggap wajar Hamas sampai bersurat ke Jokowi. Mengingat kondisi yang dialami Palestina saat ini benar-benar memprihantinkan. Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) yang diharapkan mampu menolong, justru sibuk dengan masalah internal. Sejumlah anggotanya, seperti Arab Saudi dan Mesir terjalin hubungan diplomatik dengan Israel.

“MUI berharap Presiden Jokowi bisa memainkan perannya di OKI untuk melakukan konsolidasi internal. Karena saat ini Palestina ditinggal sejumlah negara di Liga Arab,” ulas Sudarnoto saat dihubungi, tadi malam.

Menurutnya, langlah konsolidasi akan semakin sulit jika diserahkan ke OKI. Berbeda dengan Indonesia yang memiliki posisi penting untuk memainkan perannya dalam rangka merapatkan barisan. Misalnya, menyatukan dua faksi: Hamas dan Fatah yang ada di Palestina. Bisa juga membulatkan suara OKI dalam membantu Palestina, atau bahkan mempertimbangkan kembali anggota Liga Arab yang punya hubungan diplomatik dengan Israel.

Sudarnoto menilai, Jokowi harus merespons surat itu dengan memainkan perannya sebagai pemimpin negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Sebab dibandingkan dengan Turki, posisi Indonesia lebih meyakinkan. Diakuinya, di bawah kepimimpinan Recep Tayyip Erdogan, Turki menjadi negara yang berani. Hanya saja soal konflik ini, Turki sudah menjalin hubungan diplomatik dengan Israel sejak tahun 1950-an. Sedangkan Indonesia, tidak.

Apa tanggapan pemerintah? Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko memastikan Indonesia tetap mendukung kemerdekaan Palestina. Pemerintah mengecam serangan Israel yang menewaskan wanita dan anak-anak. Termasuk serangan ke kantor berita Associated Press (AP) dan Aljazeera di Jalur Gaza yang dianggap pelanggaran kemanusiaan.

“Presiden atau Menteri Luar Negeri, telah berkomunikasi dengan pemimpin berbagai negara agar dapat membantu penyelesaian Palestina,” papar Moeldoko.

Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri, Febrian Alphyanto Ruddyard mengatakan, Indonesia sudah tegas mendesak penghentian kekerasan terhadap Palestina. Kata dia, sikap itu sudah disampaikan Menteru Luar Negeri, Retno Marsudi saat menghadiri acara yang digelar PBB: General Assembly Joint Debate di bawah agenda item 37 (The Situation in Middle East) dan 38 (The Question of Palestine) atau Pertemuan Majelis Umum PBB mengenai Palestina, baru-baru ini.

“Kita sangat concerned dengan keselamatan manusia, saving lives. Jadi tidak bisa menunggu. Serangan-serangan itu harus berhenti, bukan hanya berhenti sementara, tapi benar-benar sustainable (berkelanjutan),” ungkap Febrian kepada pers secara virtual dari New York, Amerika Serikat, kemarin. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Alfi Dinilhaq

Bagikan Artikel: