Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kebocoran Data Makin Marak, CIPS Desak RUU PDP dan KKS Segera Disahkan

Kebocoran Data Makin Marak, CIPS Desak RUU PDP dan KKS Segera Disahkan Kredit Foto: F5 Labs
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi (PDP) dan Keamanan dan Ketahanan Siber (KKS) mendesak, salah satunya untuk mencegah terjadinya kebocoran data berulang. Ketika terjadi kebocoran data, kerangka regulasi yang menjadi acuan saat ini masih bertumpu pada level Peraturan Pemerintah, yaitu melalui PP 71/2019 mengenai Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik yang merupakan turunan dari UU ITE.

Dilihat dari kerangka regulasi ini, fokus utamanya masih bertumpu pada sistem dan transaksi elektronik. Padahal, persoalan data pribadi masyarakat dalam konteks ekonomi digital tidak hanya sebatas kebutuhan transaksi. Ekonomi digital juga membutuhkan terjaminnya hak-hak konsumen digital termasuk menyangkut hak atas kerahasiaan dan keamanan data.

Baca Juga: Tingkatkan Keamanan Siber, BSSN Gandeng Kaspersky

"Urgensi pengesahan kedua RUU ini perlu terus digaungkan mengingat hanya RUU PDP yang masuk dalam program legislasi nasional DPR untuk tahun 2021. Masyarakat perlu terus memantau dan mendesak pemerintah untuk menuntaskan pembahasan kedua RUU tersebut. Jangan sampai kita harus menunggu kejadian kebocoran data pribadi yang lebih besar lagi terjadi dan membawa kerugian di kemudian hari," kata Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Pingkan Audrine Kosijungan, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (17/6/2021).

Penelitian CIPS memperlihatkan, secara gamblang PP 71/2019 mewajibkan PSE lingkup publik (instansi pemerintahan seperti BPJS Kesehatan) dan PSE lingkup privat untuk menjaga kerahasiaan dan keamanan data ini. Hanya saja, sanksi yang diberikan hanya sebatas administratif dan kewajiban PSE lingkup publik juga belum termaktub dengan rinci.

Untuk itu, lanjut Pingkan, RUU PDP dan RUU KKS menjadi sangat relevan. RUU PDP nantinya akan mengatur aspek keamanan dan kerahasiaan data pribadi masyarakat, yang jauh lebih luas dari yang tertera dalam PP 71/2019. Sementara, RUU KKS diharapkan dapat memberikan landasan hukum yang mengikat terkait dengan peran serta tanggung jawab lembaga terkait dalam menyikapi serangan siber maupun kejahatan siber, termasuk kasus pencurian data maupun peretasan seperti yang kerap kali dialami di Indonesia beberapa waktu belakangan ini.

Tahun lalu, pemberitaan ramai menyoroti bocornya data milik 91 juta akun pengguna platform e-commerce Tokopedia. Hal tersebut sudah diklarifikasi pada Maret 2020 bahwa terjadi upaya pencurian data pengguna oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Sementara penyelidikan masih berjalan, Tokopedia mengimbau para penggunanya untuk segera mengganti password mereka.

Beberapa kejadian serupa kembali terulang beberapa kali sepanjang tahun 2020, seperti bocornya 13 juta data akun pengguna Bukalapak hingga data 2,3 juta pemilih dalam Pemilihan Umum 2014 yang dimiliki oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Data 230 ribu data pasien Covid-19 juga diduga bocor. Tidak tertutup kemungkinan terjadi kejadian-kejadian lainnya yang luput dari pantauan media maupun masyarakat luas.

Setahun berselang, masyarakat Indonesia kembali digegerkan oleh realita pahit di tengah tetap absennya RUU PDP dan RUU KKS. Lagi-lagi masyarakat dihadapkan pada kebocoran data 279 juta pelanggan BPJS Kesehatan pada pertengahan Mei 2021.

Pingkan menambahkan, belum disahkannya RUU PDP dan RUU KKS juga turut mengancam keberlangsungan ekosistem ekonomi digital Indonesia. Disadari atau tidak, masyarakat akan dirugikan jika kerangka regulasi mengenai perlindungan data pribadi masih berada dalam status quo.

Selama lima tahun terakhir, ekonomi digital Indonesia tumbuh cukup signifikan, dari taksiran valuasi US$ 8 miliar pada tahun 2015, menjadi US$ 44 miliar di tahun 2020. Valuasi di sektor ini pun diperkirakan akan terus tumbuh, terlebih di tengah situasi pandemi Covid-19 yang mendorong kegiatan secara daring melalui sistem elektronik dan aplikasi digital. Pandemi mempercepat transformasi digital.

Kehadiran regulasi di sektor ini sangat penting, terutama RUU PDP dan RUU KKS, agar dapat menjamin perlindungan data dan keamanan siber. Selain itu, harmonisasi dengan aturan-aturan yang sudah ada pun seperti UU ITE, UU Perlindungan Konsumen, dan UU Perpajakan masih perlu ditindaklanjuti oleh Kementerian/Lembaga terkait.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Bernadinus Adi Pramudita
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: