Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Rawan Langgar HAM, Perampasan Aset Hasil Korupsi Harus Terapkan Prinsip Kehati-hatian

Rawan Langgar HAM, Perampasan Aset Hasil Korupsi Harus Terapkan Prinsip Kehati-hatian Kredit Foto: Unsplash/Tingey Injury Law Firm

Sementara menurut penelitian hukum normatif yang dilakukan Pakar Hukum Pidana Patra M Zen, hukum pidana di Indonesia sangat terbatas mengatur perlindungan hukum pihak ketiga yang beritikad baik (bona fide third parties) dalam kaitannya dengan hak atas harta kekayaan. Akibatnya, terjadi ketidakadilan dan pelanggaran hak atas kekayaan pihak ketiga dalam proses hukum perkara tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang.

Hal tersebut disampaikan Patra dalam bukunya berjudul 'Perlindungan Pihak Ketiga yang Beritikad Baik: Atas Harta Kekayaan Dalam Perkara Pidana'. Dalam bukunya ia juga menyebut jika penyitaan terhadap aset-aset dalam suatu perkara, seringkali dilakukan tanpa proses verifikasi dan hanya berdasarkan keterangan saksi.

Di sisi lain, lanjut dia, putusan untuk merampas aset, apakah itu merupakan barang bukti ataupun aset yang diduga terkait tindak pidana, harus dibuktikan melalui pemeriksaan dan verifikasi. Apalagi saat ini marak kasus keberatan pihak ketiga ke PN Tipikor atas putusan perampasan aset pihak ketiga.

“Sering kali majelis hakim tidak menguraikan dasar alasan serta alat bukti untuk mendukung keyakinannya dalam putusan perampasan aset. Hal ini, menimbulkan ketidakadilan dan pelanggaran hak bagi pihak ketiga yang beriktikad baik dalam suatu perkara," kata Patra.

Baca Juga: Kuasa Hukum Sebut Kasus Jiwasraya Sebagai Bentuk Kriminalisasi

Dia pun menjelaskan, Pasal 19 UU Tipikor sebetulnya bisa menjadi jalan bagi pihak yang keberatan untuk mengajukan gugatan perdata. Namun, diakui Zen hanya sedikit mengatur mengenai perlindungan pihak ketiga.

Hal lain yang menjadi persoalan yakni Pasal 19 UU Tipikor adalah menyangkut definisi pihak ketiga beritikad baik. “Namun masalahnya mereka tidak pernah dihadirkan dan diperiksa untuk membuktikan harta kekayaan yang disita dalam sidang perkara terdakwa,” ujar dia.

Dari 12 putusan yang diteliti dalam disertasinya, Patra menemukan adanya irasionalitas dalam due process of law perkara tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang. "Telah terjadi ketidakadilan dan pelanggar HAM dalam due process of law dalam perkara korupsi dan tindak pidana pencucian uang di negeri ini," urai Patra.

"Jika harta kekayaan yang dimiliki oleh pihak ketiga belum mendapat jaminan perlindungan hukum, maka akan melemahkan perwujudan keadilan sosial," tulisnya.

Seperti diketahui, saat ini ada lebih 102 gugatan keberatan yang masuk ke PN Tipikor Jakarta terkait perampasan aset yang melibatkan ribuan pihak dalam proses penegakan hukum atas kasus korupsi dan gagal bayar PT Asuransi

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Bagikan Artikel: