Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Munculkan Inefisiensi, Sistem Ekspor Impor Butuh Evaluasi

Munculkan Inefisiensi, Sistem Ekspor Impor Butuh Evaluasi Kredit Foto: Antara/Asprilla Dwi Adha
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemerintah diimbau meningkatkan efisiensi sistem ekspor impor dengan mengevaluasi penerapan hambatan non-tarif (non-tariff measure/NTM). Tanpa infrastruktur dan sistem yang memadai, penerapan kebijakan itu hanya akan menimbulkan biaya tambahan yang pada akhirnya berdampak pada harga jual.

Kepala Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Felippa Ann Amanta, mengatakan bahwa dengan merujuk pada hasil survei International Trade Center 2016 mengenai perspektif perusahaan Indonesia, para pengusaha banyak mengeluhkan NTM teknis, inefisiensi sistem, serta penerapan NTM yang sering kali mengakibatkan keterlambatan dan hambatan prosedural.

Baca Juga: Ekspor Produk Desa Tembus Pasar Eropa dan Amerika

"Keluhan-keluhan tersebut seharusnya menjadi masukan untuk mereformasi sistem ekspor impor di Tanah Air," ujarnya di Jakarta, kemarin.

Inefisiensi dalam sistem dan pelaksanaan NTM salah satunya disebabkan infrastruktur lokal dan kapasitas staf pelaksana di lapangan. Hambatan prosedural yang sering muncul antara lain adalah berulangnya permintaan dokumen, biaya sertifikasi yang mahal, sikap staf yang tidak profesional, dan bahkan pungutan tidak resmi.

Felippa menambahkan, bentuk inefisiensi lainnya adalah lamanya bongkar muat kontainer atau dwelling time di Indonesia yang diperkirakan berlangsung selama lima hari, jauh lebih lama kalau dibandingkan dengan 1,5 sampai dua hari di Singapura dan Hongkong.

Lamanya bongkar muat sangat dipengaruhi oleh proses perizinan bea cukai dan prosedur inspeksi yang dilakukan oleh pihak pelabuhan. Dalam banyak kasus, bongkar muat bahkan bisa berlangsung hingga berbulan-bulan, terutama pada masa sibuk.

Berlarutnya proses itu memunculkan biaya tambahan, seperti untuk transportasi dan penyimpanan. Komoditas yang tidak tahan lama seperti sayuran dan buah-buahan sangat berpotensi rusak.

"Hambatan prosedural yang ada di lapangan perlu diminimalisasi, seperti meningkatkan kapasitas proses bongkar muat dan pemeriksa," jelas Felippa.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: